Kerajaan Valerian

Tengah Malam - Bagian 1



Tengah Malam - Bagian 1

0Setelah Alexander meninggalkan ruangan , Katie menatap pintu yang tertutup sebelum melihat tangannya yang dicium Alexander beberapa detik yang lalu.     

Kembali ke ruangannya, dia sedikit pusing dengan apa yang baru saja terjadi. Telah dua hari sejak dia bersikap tidak memperdulikannya dan sekarang menanyakan pertanyaan yang hanya bisa dia impikan.     

'Maukah kau menjadi milikku?' adalah perkataan yang dikatakannya sebelum mencium punggung tangannya.     

Tetapi apa maksudnya dengan menjadi miliknya?     

Apakah dia benar-benar mengatakannya ataukah dia hanya menggodanya lagi? Dia menggigit bibirnya dan memikirkannya; tetapi kemudian dia tidak menyadari bahwa lututnya berdarah sampai Alexander membawanya ke ruangannya untuk mengobatinya. Dia peduli, dan sebanyak itu yang diketahuinya, karena tidak ada Raja yang akan meninggalkan pekerjaannya untuk pelayannya. Hal ini membuatnya tersenyum.     

Melihat jam yang berdetak di dinding, matanya terbuka lebar. Waktu begitu cepat berlalu ketika dia berada di alam mimpi. Dia biasanya menyelesaikan pekerjaannya di istana siang hari setiap hari jumat sehingga dia bisa mengunjungi makam orang tuanya dan menghabiskan waktu untuk dirinya sendiri.     

Dia berterima kasih bahwa ulang tahunnya kali ini adalah hari jumat. Dia berganti pakaian, meninggalkan istana dan menuju pekuburan tanpa membuang waktu. Sesampainya di ladang pekuburan, dia membungkuk dengan lututnya sebelum dia duduk.     

Setiap ulang tahunnya sampai saat ini adalah kenangan indah bersama dengan keluarganya. Bibi, paman dan sepupunya Ralph beserta beberapa yang lainnya di kota. Sekarang terasa ganjil. Setahun yang lalu dia tidak bisa menebak bahwa mereka tidak akan bersama dengannya lagi untuk merayakan ulang tahunnya ataupun hal yang lain.     

Dia tahu bahwa dia tidak seharusnya menyalahkan Tuhan tetapi terkadang dia merasa bahwa Tuhan terlalu kejam padanya, mengambil semua orang yang dia sayangi dan jauh di dalam lubuk hatinya dia terlalu takut untuk mengakui apa yang telah Raja Alexander katakan. Dia ingin berada di sisinya dan di saat yang bersamaan dia takut. Dan itu adalah konflik dalam pikirannya.     

Menggelengkan kepalanya, dia tersenyum. Ketika dia masih muda bibinya selalu mengatakan bahwa orang tuanya selalu mengawasinya dari surga ketika dia mengunjungi makam mereka dan jika mereka mengawasinya sekarang, dia tidak ingin membuat mereka khawatir.     

Dia meletakan bunga lili liar berwarna putih dan kuning di makam ayah dan ibunya sebelum berpindah ke makam paman dan bibinya. Setelah meletakan bunga di makam keluarganya, dia menyadari telah membawa bunga lebih banyak daripada yang diinginkan.     

Ada dua keluarga lain yang mengunjungi kuburan selain dirinya. Ketika dia berjalan meninggalkan tempat itu dia menemukan sebuah kubur yang ditutupi dengan lumpur, sepertinya tidak pernah dibersihkan selama bertahun-tahun. Dengan begitu banyak yang dikuburkan di bawah tanah banyak dari mereka tidak mempunyai keluarga untuk mengunjungi mereka.     

Dibandingkan dengan kubur yang ditemukannya, kuburan yang lain berada dalam kondisi yang lebih baik.     

Saat dia mendekat dia menyadari bahwa makam itu menutupi sebuah nama dari seseorang yang dikubur di tempat itu. Dengan sapu tangan dia menarik akar kering dan debu untuk melihat sebuah nama 'Malphus Crook' tertulis di atasnya. Hal yang aneh adalah tidak ada tulisan yang lain di batu nisan itu – kecuali hanya namanya saja.     

Dia telah berencana untuk membawa sisa bunga di tangannya ke kamarnya tetapi sekarang telah kehilangan tempat dan tujuan. Dia meninggalkan bunga itu di atas kubur yang ditemukannya dan meninggalkan tempat itu.     

Melihat ke arah jam yang dipinjamnya dari Dorthy, dia melihat bahwa dia masih mempunyai banyak waktu dan memutuskan untuk berkunjung ke kota. Mengejar kereta yang hampir saja melewatinya, dia tiba di kota dan pergi ke sebuah toko roti.     

Dengan membawa makanan di tangannya, dia berjalan menuju sebuah lorong kecil untuk menemukan kedua anak kecil yang sedang duduk di sebuah tikar usang dan membagikan roti yang dibawanya.     

"Nona Katherine!" Samuel meneriakan namanya ketika dia melihatnya datang.     

"Bagaimana keadaanmu Samuel? Aku lihat Fanny sekarang menjadi lebih sehat," dia berkata dengan senyuman.     

"Itu oleh karena bantuanmu," dia berkata dan saudarinya ikut berterima kasih sambil membungkukkan kepalanya.     

"Ini, buat kalian berdua," dia berkata sambil memberikan sebuah tas kepada Samuel.     

Kedua anak itu saling berpandangan, antara ingin mengambilnya dan ingin mengembalikannya padanya. Melihat ekspresi wajah mereka dia tertawa,     

"Aku membeli ini untuk kalian berdua. Sangat lah tidak sopan untuk menolaknya," dia berkata dengan suara tegas dan ketika mereka mengambilnya, dia tersenyum lagi.     

Ketika mereka memakan makanan yang dia berikan dia melihat bahwa Samuel mengernyit sesekali. Ada lebam di dahinya yang tidak disadarinya. Jalan dan lorong seperti ini tidaklah aman bagi anak kecil. Walaupun area itu adalah bagian dari kota, tetapi tempat itu adalah tempat yang gelap, dimana pencuri, orang miskin dan yang pikirannya sakit tinggal. Dia bertanya-tanya dalam hatinya apakah anak itu bertengkar dengan seseorang.     

"Apa yang terjadi dengan dahimu?" dia bertanya dan melihat anak laki-laki itu menyentuh dahinya.     

"Yang satu ini? Orang tua di jalan seberang mendorongku dari tokonya sebelum aku dapat mencuri dombanya," dia menjawab sambil menggaruk kepalanya. Melihat Nona di depannya mendesah dia dengan cepat melanjutkan," Kami pergi untuk bekerja di tempat itu tetapi dia mengunci Fanny di sebuah ruangan ketika aku sedang menyapu di luar. Terima kasih kepada beberapa pelanggan akhirnya Fanny dibebaskan."     

Benar bahwa tempat itu bukanlah tempat yang aman tetapi ke mana mereka dapat pergi? Setelah berpikir panjang, dia memutuskan untuk membawa kedua anak itu kepada Raja Alexander. Dia telah menawarkannya untuk tinggal di istana, mungkin dia dapat mengijinkan keduanya tinggal dan sebagai balasannya mereka dapat bekerja untuknya.     

Dengan pemikiran itu dia membawa mereka ke istana.     

Alexander memandang kepada dua anak yang sekarang berdiri di belakang Katie.     

Dia sedang minum teh ketika Martin mengetuk pintunya, dan menginformasikan bahwa Katie ingin bicara dengannya. Tetapi dia tidak pernah menyangka bahwa dia akan membawa dua anak yang tidak dikenal bersama dengannya.     

Dia tahu bahwa Katie tidak mempunyai sepupu selain Ralph, sejauh yang dia ketahui, tetapi cara kedua anak itu bergantung pada bajunya, kemungkinan yang ada adalah kedua anak itu anaknya. Dia menyipitkan matanya ketika memikirkan hal ini, membuat kedua anak itu menciut di belakang Katie. Ketika wanita menikah saat mereka masih muda, mereka bisa melahirkan anak di saat waktu prima mereka.     

Hal ini konyol, dia berpikir saat terus menatap mereka.     

Katie berdiri di depan Raja Alexander di ruangan belajarnya saat dia menatap anak-anak itu. Dia tidak mengatakan satu kata pun sejak dia masuk ke dalam ruangan dan bertanya-tanya apakah dia seharusnya berbicara duluan.     

"Raja Alexander, ini adalah Samuel dan saudarinya Fanny. Mereka yatim piatu tanpa sebuah rumah dan keluarga," dia berkata dan berhenti sebentar dan melihat bahwa pria itu hanya menatapnya tanpa berkata apa-apa, "um, mungkin kau bisa mengizinkan mereka untuk bekerja disini."     

"Dan mengapa aku harus melakukannya?" dia bertanya tanpa berkedip.     

"Oleh karena kau pria yang baik?" dia bertanya dengan hati-hati membuat Alexander terkekeh. Hanya dia yang berpikir begitu tentangnya.     

"Aku yakin kau sadar bahwa kita mempunyai cukup pelayan di istana," dia melihat Alexander bersandar di kursinya.     

"Tolonglah Raja Alexander," dia memohon membuat perhatian Alexander beralih kepadanya.     

"Baiklah," dia berkata setelah beberapa saat, membuat Katie dan anak laki-laki itu gembira sementara gadis kecil hanya berdiri diam menatap mereka.     

"Terima kasih Raja Alexander!" baik Katie dan Samuel berterima kasih dengan gembira.     

"Aku akan menyuruh martin membawa mereka ke ruangan mereka dan mereka bisa bekerja mulai besok," dia berkata dan Katie mengangguk sebelum keluar dari ruangan itu.     

Malam itu Alexander masih berada di ruangan belajar ketika martin datang dan memberikan laporan untuk hari itu. Setelah kepala pelayan itu selesai melapor, Alexander melihatnya berhenti sejenak dan bertanya,     

"Ada apa?"     

"Aku mendengar dari salah satu pelayan bahwa hari ini adalah hari ulang tahun Nona Welcher," kepala pelayan itu memberikan informasi padanya.     

"Oh begitu," dia bergumam kemudian menyuruh orang tua itu pergi, "Kau bisa pergi Martin."     

Katie baru saja tiba di ruangannya setelah teman-temannya merayakan ulang tahunnya dengan membuatnya meniup lilin di atas puding yang mereka buat untuknya. Itu adalah sebuah kejutan yang tidak diharapkannya. Hal itu masuk ke dalam ingatannya sebagai kenangan ulang tahunnya.     

Sekarang ini dia tidak dapat melakukan apapun kecuali menghargai semua kenangan itu.     

Dia hampir tidak menyadari hari-hari yang menuntunnya kepada ulang tahunnya dan sekarang tersisa dua jam lagi sebelum hari ulang tahunnya berakhir. Dia mendesah memikirkan hal itu. Sementara dia sibuk dengan pemikirannya, Katie mendengar ketukan di pintu membuatnya terkejut. Dia berdiri dan membuka pintu.     

"Raja Alexander?" Katie terkejut     

"Bisakah aku masuk?" dia bertanya sambil memiringkan kepalanya dan masuk ke dalam saat Katie membuka pintu, "Aku harap aku tidak mengganggumu."     

Katie menggelengkan kepalanya dan menerima senyuman darinya.     

Sore hari Katie telah mengunjungi ruangan belajarnya, merasa kasihan dengan dua anak kecil; tetapi sekarang Katie berada di ruangan yang sama dengan nya dan merasakan kehadirannya dia sangat sadar dengan efek yang diberikannya pada Katie.     

"Aku senang. Katie, jika kau tidak capek aku ingin membawamu ke teater malam ini."     

"Sekarang?" dia bertanya dengan bingung, "bukankah sudah di tutup?"     

"Ini adalah dunia vampir sayang. Malam selalu muda dan terbuka untuk setiap makhluk malam. Percaya padaku, bahwa malam hari selalu menawarkan yang lebih banyak dibandingkan siang hari," dia berkata dengan cahaya dimatanta sebelum memberikan sebuah kotak putih kepadanya "ini untukmu. Bersiaplah. Aku akan kembali sebentar lagi."     

Dan dengan itu dia meninggalkan ruangan agar gadis itu bisa berganti pakaian.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.