Kerajaan Valerian

Merawat Luka – Bagian 1



Merawat Luka – Bagian 1

0"Tuan Weaver," Katie membisikan namanya saat dia melihat pria itu berjalan masuk ke dalam ruangan dan di tangannya ada lentera.     

"Bagaimana keadaanmu, Katie?" dia bertanya sambil meletakan lentera di atas meja, "Aku khawatir telah menghantam kepalamu terlalu kuat."     

"Kenapa aku di sini?" dia bertanya ketakutan saat melihat pria tua itu mencari sesuatu dari dalam lemari, tangan dan kakinya diikat dengan tali.     

"Kau berasal dari keluarga bangsawan," dia bergumam , "Hasilnya pasti akan baik."     

"Tolong lepaskan aku. Kau salah, aku tidak berasal dari keluarga bangsawan," dia memohon tetapi pria tua itu tidak merespon. Tangan dan kakinya diikat dengan tali agar dia tidak melarikan diri, "Jika uang yang kau inginkan, aku bisa memberikannya padamu tetapi tolong biarkan aku pergi."     

"Uang bukanlah hal yang aku inginkan," pria tua itu menatapnya.     

"Kalau begitu apa maumu?" dia bertanya dan sekali lagi tidak mendapatkan jawaban apa-apa dan pria itu meninggalkan ruangan itu seolah-olah tidak mendengarkan perkataannya sama sekali.     

Keadaannya sekarang hanya membuat imajinasinya menjadi yang terburuk. Tempat itu masih sama seperti pertama kali dia berkunjung, berdebu dan tidak terawat. Kesunyian hanya membuat hatinya berdetak lebih kencang.     

Setelah beberapa menit berlalu Tuan Weaver kembali ke dalam ruangan, kali ini dengan menyeret seorang gadis bersamanya. Dia mendudukan gadis itu di sebuah kursi dan ketika dia bergerak pergi, mulut Katie menganga ngeri. Gadis itu telah meninggal dan udaranya terkontaminasi dengan kematian.     

"Sekarang kau sudah terbangun. Kau akan menemaniku sampai aku menyelesaikan bonekaku yang baru."     

"Kau membuat semua ini?" dia bertanya dengan terkejut.     

"Mereka cantik, bukan begitu," dia melihat ke arah boneka berukuran manusia, "Aku menumpahkan jiwa dan ragaku untuk membuat mereka walaupun jiwa mereka telah meninggalkan cakang. Mereka membantuku dengan balas dendam," kata-katanya membuat kening Katie merengut dengan pertanyaan sebelum dia tersadar.     

"M-mereka bukan boneka," dia tergagap, itu bukanlah sebuah pertanyaan.     

"Tentu saja tidak," dia menjawab dengan sebuah senyuman, senyumannya tidak mencapai matanya dan dia kelihatan sama seperti dengan boneka-boneka yang mengelilingi keduanya.     

Katie melihatnya mengambil sebuah ember dari lantai dan meletakannya di atas meja. Dia menyadari tangan pria tua itu kotor, jari-jarinya penuh dengan lumpur seolah-olah dia telah menggali tanah dengan kedua tangannya. Mengambil sebuah tongkat besi dia mencelupkannya ke dalam ember sebelum menggosokan cairan putih ke kulit gadis di depannya dan dia melihat uap menghilang di udara.     

Mata yang tertutup sekarang terbuka lebar dan kosong sama seperti yang lainnya di ruangan itu. Tidak butuh waktu yang lama untuk mengerti bahwa pria tua itu telah mengawetkan mereka semua, membuat mereka hidup bahkan setelah kematian.     

"Mengapa kau membawaku kesini?" dia bertanya sekali lagi dan kali ini pria tua itu menjawab.     

"Untuk membuatmu menjadi bonekaku yang terbaik," dia meletakan spatula di tangannya ke atas meja.     

"Apa?" dia berbisik tidak mempercayai apa yang baru saja didengarnya, "Tetapi kenapa? Kau adalah seorang yang baik Tuan Weaver-"     

"Tidak ada orang yang baik setelah dia kehilangan orang yang disayanginya," Tuan Weaver memotong kata-katanya, dia membalikkan badannya dan menatap Katie, "Setelah beberapa saat, tidak ada kebaikan yang tersisa di dalam dunia ini. Aku akan menemukan kedamaian dengan keluargaku setelah aku selesai denganmu. Sudah saatnya untuk menebus dosa."     

Menebus dosa? Katie menimbang perkataannya, gosip tentang pria tua itu ternyata benar.     

"Kau membunuh keluargamu," Katie menyatakan dan mangkuk berisi cairan cat yang sebelumnya berada di atas meja terbang membentur dinding..     

Cairan itu meleleh dalam garis-garis kemarahan di dinding yang berwarna pucat.     

"Apakah itu yang mereka katakan?!" pria tua itu dengan marahnya berkata, tubuhnya menjadi kaku, "Mereka mungkin bisa menipu yang lain. Orang-orang itu membunuh keluargaku dan sekarang menyalahkanku untuk menghindari kecurigaan."     

Dia berdiri dari tempat duduknya dan mengangkat boneka yang baru saja selesai dan meletakannya di lantai. Dia berjalan ke sebuah tangga terdekat sambil berpikir.     

"Dunia ini tidak ada belas kasihan. Tidak ada belas kasihan," dia berbisik tetapi Katie dapat mendengarnya, "Kita semua hidup di atas dunia yang diatur oleh kebohongan dan manipulasi. Seperti yang lainnya aku mempunyai seorang istri dan seorang anak perempuan. Istriku mati oleh karena sakit kemudian anakku juga, tetapi anakku hidup. Tidak ada obat untuk penyakit anakku, tetapi yang kita sebut pemerintah mengambilnya dariku dan membakarnya hidup-hidup dan menyebutnya sebagai seorang penyihir. Umurnya hanya 13 tahun. Aku bisa mendengar teriakan tangisannya, bergema di telingaku setiap malam. Aku mendengarnya," dia berkata dan disambut dengan kesunyian kecuali suara jangkrik yang bersahutan.     

Kata-katanya hanya membuat Katie merinding oleh karena ketakutan.     

Katie tidak tahu harus mengatakan apa tetapi dia merasa kasihan terhadap pria tua itu.     

"Tetapi melakukan hal ini tidak akan mengembalikan keluargamu," dia mencoba untuk beragumentasi.     

"Tidak akan tetapi aku bersumpah untuk membuat para penguasa itu membayar satu per satu. Jangan khawatir, kau akan menjadi boneka yang terakhir Katie. Kau mengingatkanku pada gadis kecilku," dia berjalan menyebrangi ruangan untuk mengambil sebuah pisau sebelum berjalan ke arah Katie.     

"Jika demikian tolong lepaskan ikatan ini dari tanganku. Membunuhku tidak akan mengembalikan keluargamu. Anakmu tidak akan merasa damai demikian juga denganmu," Katie memohon kepadanya tetapi pria tua itu tidak mengatakan apa-apa selain berjongkok di hadapannya.     

Sebelum dia bisa bergerak dari pria tua itu, pria tua itu menarik tangannya dan memotong ikatan tali membuatnya terkejut. Dia bernapas lega berpikir bahwa pria itu telah berubah pikiran dan melepaskannya, tetapi dia salah. Beberapa detik kemudian, pria tua itu memotong nadi tangannya membuatnya berteriak kesakitan.     

"Tolong…H-hentikan!" dia menangis.     

Dia merasakan tusukan di salah satu lututnya yang membuatnya berteriak. Pria tua itu mendorong pisau jauh lebih dalam saat dia mencoba untuk menjauh darinya. Air matanya jatuh dan membuat pandangannya kabur.     

Darah mengalir dari kakinya, menodai gaun putih yang dikenakannya, gaun itu menyerap semua cairan.     

"Aku akan membiarkanmu merasa terbiasa dengan rasa sakit dan aku akan kembali besok untuk memberikan rasa sakit sama seperti yang diderita anakku. Saat waktu berlalu, hidupmu akan berkurang dan kau akan menggantikan anakku," pria tua itu menarik pisau dan membuangnya ke sudut ruangan.     

Pria tua itu meletakan tangannya dalam saku pakaiannya dan menarik sesuatu yang kelihatan seperti potongan kayu yang diikatkan bersama-sama. Melihat lebih dekat dia menyadari bahwa benda itu terlihat seperti sebuah boneka dengan tangan dan kaki.     

Tanpa berkata-kata lagi dia mengambil lentera dengannya dan berjalan keluar sebelum menutup pintu di belakangnya.     

Dia tidak tahu mengapa seseorang bisa melakukan hal seperti itu tanpa adanya emosi. Dia tidak melakukan apa-apa dan dibuat seperti itu.     

Dia merasa mustahil untuk menggerakan kakinya oleh karena sakit yang dia rasakan di sekujur tubuh dan dia menangis oleh karena sakit yang tak tertahankan. Melihat sekitarnya, dia melihat boneka yang duduk di sebelahnya dan mengambil syal yang melingkar di lehernya, dia mengikatkannya di tangannya yang terluka dengan ketakutan, entah apa lagi yang akan terjadi berikutnya.     

Katie merasa kecapekan dan merasa hidupnya perlahan meninggalkan tubuhnya saat waktu berlalu.     

Bagaimana seseorang bisa melakukan hal ini? Sangat sulit baginya untuk mengerti perasaan duduk di sebuah ruangan yang dipenuhi oleh mayat yang diawetkan sebagai boneka. Pemikiran itu membuatnya ingin muntah dan kepalanya menjadi sakit.     

Meletakan mereka seperti ini berarti sebuah kutukan.     

Tubuh-tubuh itu seharusnya berada dalam kubur. Mereka adalah bagian dari kematian dan seharusnya berada di bawah tanah.     

Tidak dapat bertahan dia jatuh pingsan hanya untuk terbangun lagi beberapa jam kemudian. Tidak ada jendela di dalam ruangan itu dan dia tidak tahu apakah hari masih siang atau sudah jauh malam. Dia hanyalah seorang pria tua dan jika dia mencoba, seharusnya dia dapat keluar dari tempat itu, lagi pula pria itu tidak mengunci pintu. Berdiam diri di sana berarti kematian da dia tidak ingin mati.     

Dan dia punya mimpi. Mimpi yang harus dia bangun suatu hari di masa depan. Mimpinya tentang keluarganya dan walaupun mereka tidak berada bersama-sama dengannya lagi, dia ingin mengejar mimpinya dengan menemukan sepupunya. Ibunya telah mengorbankan dirinya agar dia dia bisa hidup.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.