Kerajaan Valerian

Pada Akhirnya – Bagian 3



Pada Akhirnya – Bagian 3

0Katie melihat Leroy menatap jendela sebelum matanya berpindah ke arah perapian yang tepat berada di sampingnya. Walaupun pelayan itu ditugaskan oleh Silas, tetapi tidak begitu dengan Leroy, rasanya pria itu ditugaskan oleh orang lain. Para penjaga bekerja di bawah perintah raja, mengikuti perintahnya dan salah satu dari mereka selalu memperhatikan gerak geriknya. Setelah dia selesai memeriksa maka penjaga itu akan pergi.     

"Raja Norman dan Nyonya Ester memintaku untuk memberitahukan bahwa mereka akan mengadakan pesta dansa besok malam dan kau harus tetapi di sini dan kehadiranmu tidak dibutuhkan," dia mendengar suara pelayan itu bicara padanya saat dia memakan makanannya.     

"Dansa? Pesta dansa apa?" dia bertanya kepada pelayan itu     

"Pesta dansa seperti biasanya, para bangsawan berkumpul bersama-sama dengan para manusia, makhluk malam dari dewan dan Raja-raja. Dimana-"     

"Raja-raja?" Katie memotong pembicaraannya.     

"Ya, Raja-raja, Nona Katherine. Mereka adalah bagian dari kelas sosial teratas bukan begitu?" dia bertanya bingung.     

"Tentu saja," Katie merasa harapan muncul di matanya ketika dia menganggukan kepalanya, "Maafkan aku. Aku lupa bahwa para Raja juga berasal dari kelas sosial teratas," dia tersenyum sebelum menyelesaikan makan malamnya.     

Keesokan harinya, di malam hari istana dihiasi dengan indah untuk menyambut orang-orang yang telah diundang. Kelihatan seperti hari natal di mana pria dan wanita tertawa dan berbincang satu dengan yang lain.     

Walaupun Katie diminta untuk tidak menghadiri pesta dansa dia ingin melihat apakah raja Alexander berada di sana. Dia tidak tahu bagaimana dia harus bereaksi jika dia membawa Nyonya Caroline dengannya tetapi untuk sekarang dia mendorong jauh-jauh pemikiran itu dari kepalanya. Dia dengan diam-diam keluar dari ruangannya, mencoba untuk mencari orang yang dikenalnya di aula utama di mana pesta dansa diadakan.     

Dia menemukan Raja Norman sedang berbincang dengan kepala dewan yang telah mengunjungi Valeria. Silas tidak terlihat di manapun dan ketika dia mencoba menemukan Nyonya Ester dia mendengar sebuah suara tepat di belakangnya,     

"Bukankah aku telah memerintahkanmu untuk tinggal di kamar," Memutarkan badannya dia melihat Nyonya Ester berdiri di belakangnya dengan Leroy berada di belakangnya.     

Mengutuk dirinya karena tertangkap dia bicara, "Aku penasaran dengan pestanya."     

"Apa kau sudah melihatnya dengan baik?" Nyonya itu memiringkan kepalanya bertanya.     

"Ya. Aku akan kembali sekarang," Dia tersenyum dengan dipaksakan.     

"Tentu saja sayang, Leroy tolong temani dia kembali ke ruangannya. Terima kasih," Suaranya terdengar lembut dan penjaga menarik tangan Katie dan menyeretnya dengan paksa dari lorong ke kamarnya.     

"Duh! Aku bisa berjalan sendiri," Dia mencoba untuk menarik tangannya tetapi genggaman tangan pria itu terasa seperti besi.     

"Leroy, berhenti melakukan seperti itu kepada wanita itu," Silas memerintahkan pria itu dari dasar tangga "Aku akan mengurusnya dari sini," Dia melangkah sambil menaiki anak tangga.     

"Raja Silas ibu anda-" Penjaga mulai tetapi Silas mengangkat tangannya.     

"Apakah bahasaku sulit untuk dimengerti?! Aku sudah katakan bahwa aku akan mengurusnya dari sini," Silas berkata dengan sebuah senyuman yang menakutkan, "Katherin," dan Katherine mengikutinya untuk melihat Leroy masih berdiri di sana untuk beberapa detik sebelum kembali menuruni tangga.     

Saat mereka berjalan melewati ruangan kamarnya, Katie bertanya-tanya ke mana mereka akan pergi.     

Dia mengikuti Silas, berjalan melewati koridor-koridor. Dia menuntun wanita itu ke sebuah ruangan tanpa cahaya lampu dan berjalan menuju sebuah rak buku.     

"Tempat apa ini?"     

"Kakakku dan aku sering menikmati saat kami membuat tipuan-tipuan di istana, jalan-jalan yang akan menuju ke bagian berbeda istana yang tidak diketahui orang lain. tidak ada yang tahu mengenai hal ini. Ini adalah salah satunya," dia berkata sambil menarik lampu di dinding yang membuat dinding terbelah yang menunjukan sebuah jalan rahasia.     

"Tetapi mengapa kita ke tempat ini?" Katie bertanya dengan bingung yang dijawab dengan desahan.     

"Dia benar. Kau penuh pertanyaan. Kau harus pergi dari sini sendirian. Aku tidak ingin orang-orang bertanya di mana keberadaanku," Silas berkata sambil melangkah ke samping agar Katie bisa lewat.     

Apakah artinya dia membiarkannya lari dari istana? Kalung yang dia temukan masih berada di kamarnya, "Ada beberapa barang yang harus aku ambil dari ruangan."     

"Sekedar informasi, kau seharusnya kembali dalam waktu sejam atau aku akan mengejarmu dan mengulitimu hidup-hidup," Dia mengancam Katie sebelum menutup pintu.     

"Tunggu…" Dia terdiam ketika dinding tertutup dan dia bisa merasa tetesan air dan angin di sekitarnya     

Malam itu begitu dingin, langit begitu gelap kecuali beberapa petir yang memancar di awan-awan yang menunjukan betapa abu-abu warna awan yang di atas. Jalan yang dia lalui adalah sebuah jembatan yang dibuat melayang dari satu bangunan ke bangunan yang lain. di atas sana semua terasa sunyi dan tenang. Dia melihat sekitarnya dan menyadari bahwa mungkin dia sedang berdiri di salah satu bangunan yang terisolasi dengan tidak ada jendela maupun pintu.     

Dia menutup matanya bertanya-tanya apa yang harus dia lakukan.     

Ketika dia membuka matanya dan melihat ke depan, dia merasa dunianya terhenti. Jam masih berdetik, air masih jatuh dari langit, bahkan dia masih bernafas.     

Raja Alexander berdiri di sana, sama seperti dirinya yang dibasahi air hujan. Pakaian mereka basah saat mereka menatap satu dengan yang lain. Alexander mengambil langkah maju yang pelan dan hal berikutnya yang Katie tahu bahwa dia berlari ke arahnya tanpa bisa menahan diri dari perpisahan yang lebih lama dan Alexander membuka tangannya, memeluknya dengan aman di sana.     

Alexander menariknya di bawah tiang untuk menghindari hujan sebelum menciumnya, satu tangan di rambut sementara tangan yang lain berada di pinggangnya. Katie menciumnya balik dengan keinginan yang sama, tangannya menggenggam jaket hitamnya, takut bahwa dia akan menghilang jika dia membuka matanya.     

Katie merasa Alexander mendorong lidahnya ke dalam mulutnya untuk bertemu dengan miliknya sementara tangannya melingkar ke pinggangnya dan mendorongnya ke arah dinding tanpa memutuskan kontak. Ciuman itu terasa sangat putus asa tetapi juga bergairah, dengan bibir Alexander menemukan jalan ke dagu dan lehernya     

Pipinya bersandar di dada Alexander sementara dia mencoba untuk menarik nafas saat berada di tangannya.     

"Aku merindukanmu," Dia mendengar bisikan Alexander dari atas kepalanya, tangannya melingkar dengan erat.     

"Aku juga merindukanmu," Dia menjawab saat mencium bau tubuhnya yang sangat dia sukai, bau yang membuatnya nyaman.     

Dia menyadari bahwa bukanlah sebuah masalah jika dia tidak punya tempat tinggal karena inilah rumahnya. Alexander adalah rumahnya.     

"Aku pikir kau tidak akan datang menemuiku karena kau bertunangan dengan Caroline," Dia berkata dengan lembut ketika Alexander mundur selangkah untuk melihat wajahnya, "Kelihatannya bahwa aku adalah salah satu bagian dari permainan caturmu," Matanya melihat ke arah lain ketika dia mengatakannya dengan sedih dan bertanya-tanya apakah hal itu benar.     

"Sangat bodoh. Pertunangan itu adalah berita palsu jadi jangan merasa terganggu dengan hal itu," Alexander bergumam dengan memberikan senyuman hangat dan dia menaruh beberapa helai rambut Katie ke belakang telinganya, "Kau adalah ratuku yang berharga dalam permainan catur. Dan aku terlalu mencintai ratuku daripada mengorbankannya," Matanya langsung menatap mata Alexsander.     

Raja Alexander tidak pernah mengatakan sesuatu secara langsung tetapi kata-katanya menyampaikan apa yang ingin didengarnya.     

"Wajahmu sedikit lebam," Alexander berkata sambil menyentuh pipinya dengan jari-jarinya, "Kapan kau menerimanya?" Alexander bertanya seolah-olah tidak ada yang perlu dikhawatirkan.     

"Empat atau lima hari yang lalu," dia telah terbiasa dengan melihat warna wajahnya yang berwarna ungu kehijauan dan dia telah lupa akan hal itu. Mendengar hal ini Alexander tersenyum lebar tetapi matanya mengatakan sesuatu yang lain.     

"Daftar terus bertambah," dia bergumam kepada dirinya sendiri     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.