Kerajaan Valerian

Ancaman - Bagian 2



Ancaman - Bagian 2

0Areo meloncat ke tempat tidurnya, dan menggoyangkan ekornya sebelum Katie menggendongnya dengan sebuah senyuman.     

"Bukankah kau sangat imut," dia berkata sambil menggaruk kepala kucing itu dan kucing itu mengeong, "Aku bahkan berharap bahwa aku adalah seekor kucing."     

Dia bermain dengan kucing itu saat kucing itu mencoba menggigit jarinya dengan lembut membuatnya tertawa. Areo tentu saja adalah kucing terimut yang ditemui sampai saat ini.     

"Kau sangat menyukai kucing."     

Mendengar suara ini, dia meloncat sambil memegang dadanya.     

"Malphus!" ahir-ahir ini dia akan membuatnya jantungan, "Tidakkah kau mengatakan bahwa kau akan mengunjungi tempat lain?"     

"Tentu saja," jawabanya saat Aero mendongak ke arahnya. Sepertinya Areo dapat melihat hantu itu tidak seperti orang lain di istana, "Tetapi kotanya telah dihancurkan menjadi tanah tak berpenghuni. Aku harus mencari di segala tempat sekarang."     

"Dan yang satu ini selalu mengikutimu," dia berkomentar sambil memandang kucing itu, "Sepertinya Tuanya meninggalkannya untuk menjagamu ketika dia tidak berada di sekitarmu."     

Perkataannya membuat lehernya menjadi merah.     

"Tidak. Areo suka ditemani," dia membenarkan diri dan membelai kepala kucing itu sebelum meletakkannya.     

"Ah-huh. Aku tidak melihat kucing ini disekitar kepala pelayan," dia menilai membuat Katie tertawa.     

"Aku ragu, bahkan seekor tikus tidak akan mau berada di sekitar martin."     

"Hmmm," hantu itu mendengung sambil berbaring di atas tempat tidur yang baru saja diatur, "Apa kau tahu bertahun-tahun yang lalu para Raja dan Ratu memelihara hewan yang bisa aku katakan dipelihara untuk sebuah tujuan. Seekor burung hantu, anjing, serigala atau seekor kucing. Bahkan kelelawar. Tergantung pada hewan yang mereka sukai. Hewan-hewan ini hebat dalam berburu setiap ancaman yang ada. Dan mereka biasanya meninggalkan mereka dengan orang tercinta."     

Katile melihat kepada Areo yang kelihatan tidak berbahaya seperti seorang bayi.     

"Jangan mempercayai semua yang kamu lihat. penampilan bisa menipu," Malphus menyarankan padanya.     

Ketika dia sampai di ruangannya, dia membuka pintu dan menemukan sebuah catatan yang terletak di lantai. Kelihatannya seseorang telah menyisipkannya di bawah pintu.     

Setelah memungutnya dia duduk di atas sebuah meja kecil. Saat membukanya wajahnya berubah pucat.     

Keluar dari tempat ini penyihir sebelum kami memaku dan membakarmu hidup-hidup. Satu minggu dan itulah waktu yang kau punya sebelum kami mengubahmu menjadi abu.     

Memegang kertas itu dengan kuat dia merasakan dirinya menjadi tegang. Itu adalah ancaman kosong dan tidak ada yang perlu ditakuti, dia meyakinkan dirinya. Pertama dia bukanlah seorang penyihir dan jika dia seorang penyihir maka dia akan membakar mereka duluan oleh karena menyebarkan rumor tak berdasar. Menghancurkan kertas di tangannya, dia melemparkannya ke tempat sampah.     

Dia berpikir tentang kapan temannya Annabelle akan melahirkan. Mengambil sebuah kertas dari meja, dia mulai menulis surat untuk temannya.     

Dua minggu telah berlalu dan tidak ada yang terjadi. Tetapi sebuah pesan lain muncul di ruangannya dengan kata-kata yang sama. Dia mendesah saat memikirkan hal itu.     

Raja Alexander dan yang lainnya telah pergi ke luar lagi. Katie merasa kesepian ketika Alexander tidak berada di dekatnya. Dia akan membenamkan dirinya dengan pekerjaan, mengobrol dengan teman-temannya di istana tetapi pikirannya memikirkan tentang Raja.     

Setiap kali dia melalui pintu utama dia sering melihat ke luar istana untuk melihat apakah mereka telah kembali. Jika dia sudah kembali.     

Suatu hari Katie pergi ke kota untuk mengambil belanjaan dengan Nyonya Hicks. Dia menyukai pasar. Orang-orang menjual bermacam-macam buah-buahan, sayuran dan daging. Daging terletak di sisi lain dari sayuran.     

Pria dan wanita beradu tentang harga yang diberikan oleh para penjual dan Nyonya Hicks sangatlah pandai dalam menawar barang-barang yang dijual.     

Setelah menolong Nyonya Hicks dengan semua barang belanjaan, memeriksanya dan menempatkannya dalam kereta, Katie meminta mereka untuk pulang duluan oleh karena dia masih mempunyai pekerjaan yang sama.     

Ketika dia sedang mengobrol dengan anak laki-laki kecil dan saudaranya, dia menemukan bahwa Fanny telah melupakan boneka tuanya.     

Pergi ke gang tempat kedua saudara itu tinggal, dia mencari boneka itu. Setelah lima menit mencari dia melihat sebuah boneka kecil dengan tangan yang patah. Berjongkok dia memungut boneka itu, dan membersihkannya dengan tangannya. Mungkin dia bisa mencuci dan menjahit untuk memperbaiki boneka itu sebelum memberikannya pada Fanny.     

Dia tidak dapat menunggu untuk melihat senyuman anak perempuan itu.     

Ketika dia berjalan untuk meninggalkan tempat itu, dia merasakan kesakitan menghantam perutnya dan dia mengernyit kesakitan.     

Membuka matanya dia melihat dua orang dengan kain hitam yang menutupi bagian bawah dari wajah mereka. Pria di sebelah kanan yang berada di depannya menarik rambutnya membuatnya berteriak kesakitan.     

"Ahhhh!" Katie merasa telinganya berdengung ketika dia merasakan sakit di wajahnya, "Hentikan! Tolong!" dia berteriak, mencoba untuk lari tetapi bergerak membuat pria itu lebih menyakitinya.     

Pria yang satunya mendorongnya ke arah tong dan punggungnya kena pada suatu benda yang tajam.     

"Pertimbangkan hal ini sebagai peringatan terakhir kau bangsat. Berikutnya kau akan dibakar hidup-hidup," pria itu mengancamnya.     

Mendengarkan langkah-langkah kaki meninggalkan Lorong itu dia mengerang kesakitan dengan mata tertutup. Dia tidak tahu berapa lama dia telah duduk di sana, setelah menarik nafas dalam dia berdiri sambil berpegangan pada dinding. Satu hal yang harus dilakukannya adalah kembali ke istana, tinggal di tempat itu sangatlah berbahaya.     

Menaiki kereta dia menggosok perutnya dengan hati-hati. Tidak begitu sakit sama ketika pria itu memukulnya. Sebaliknya punggungnya, dekat dengan tulang punggung sangat sakit. Pria itu telah mendorongnya ke arah tong terlalu kuat.     

Seorang wanita yang sedang bersama-sama dengannya di kereta tetap menatapnya sepanjang waktu, membuatnya sangat tidak nyaman. Ketika melihat wajahnya melalui bayangan di kaca jendela, dia menyadari apa yang menyebabkan wanita itu menatapnya. Itu adalah benjolan berwarna merah di pipinya.     

Dan tanpa ragu hal itu akan meninggalkan lebam sebelum malam tiba.     

Setibanya di istana, dia melihat sekitar untuk memastikan tidak ada seorang pun di sana. Ketika seorang pengerja berjalan melalui pintu utama, Katie perlahan masuk ke dalam dia berbelok di sebuah sudut dan menemukan kepala pelayan sedang berdiri di tangga. Dia sedang memarahi Cynthia tentang sesuatu.     

Melihatnya, mata pria tua itu terbuka lebar untuk beberapa detik tetapi akhirnya kembali ke ekspresi kosongnya seperti biasanya.     

"Apa yang terjadi dengan wajahmu?" Cynthia bertanya dengan kerutan di wajahnya.     

"Oh ini," Katie bertanya sambil menunjukan jarinya ke pipinya dengan senyuman, "aku jatuh dan menghantam tempat sampah. Kau tau betapa cerobohnya aku," dia tertawa dengan gugup dan minta permisi dari tempat itu.     

Ketika Raja Alexander kembali ke istana, di ruangannya dia mendengar sebuah ketukan di pintu yang terbuka.     

"Aku membawa anggur yang anda minta, Raja Alexander," Martin berkata sambil membungkukan kepalanya.     

"Ah, aku senang akhirnya kau bisa mendapatkan anggur Saphen tertua," Alexander merasa puas dengan Martin.     

Anggur yang dicampur dengan darah adalah hal yang paling lezat. Sangatlah sulit untuk menemukan anggur itu yang di jual di pasar gelap.     

Memasuki ruangan, pelayan itu meletakan botol yang dibawanya di atas sebuah meja.     

"Apa semuanya berjalan dengan baik di istana? Ada yang membuat masalah?" Raja tersenyum saat dia bertanya kepada kepala pelayannya sambil membuka mansetnya.     

"Sama seperti saat kau meninggalkan tempat ini," orang tua itu menjawabnya dengan cepat kemudian bicara lagi," Tuanku, aku ingin anda pergi mengunjungi Nona Welcher."     

"Hmmm?" Alexander membalikan badannya dengan pertanyaan muncul di wajahnya, "apa dia melanggar peraturan lagi?" dia bertanya dengan geli.     

"Aku rasa Nona Welcher mendapatkan masalah," kepala pelayan itu menjawab sebelum Alexander menyuruhnya pergi.     

Melepaskan jaketnya dan meletakkannya di tiang gantungan, dia pergi ke ruangan Katie yang pintunya sedang tertutup.     

Mengangkat tangannya dia mengetuk pintu dua kali.     

"Siapa di situ?" dia mendengar Katie bertanya dari sisi lain pintu itu.     

"Ini aku Alexander."     

Katie sedang mencoba menggapai lukanya yang terbentuk di punggungnya ketika dia mendengar ketukan di pintu.     

Dia tidak tahu apakah hal yang baik untuk membuka pintu sekarang. Tubuhnya terasa sakit dan dia telah melewatkan makan malam. Dia tidak merasa begitu sehat dan hanya ingin tidur.     

"Um, ada apa? Aku sedang berganti pakaian," dia setengah berbohong padanya. Dia telah membuka setengah gaun untuk membubuhkan obat yang dia punya, yang tampaknya tidak berhasil.     

"Aku hanya ingin bicara denganmu tentang sesuatu. Bisakah kau membuka pintu?" dia mendengar Alexander bicara dengan halus, "aku akan menunggu di sini."     

"Baiklah, berikan aku beberapa menit," dia berkata sambil memakai gaunnya dan mengancingkannya, dia memastikan bahwa dia telah memakai pakaiannya dengan benar.     

Berjalan menuju pintu, dia membuka pintu kamarnya dan minta maaf sambil menundukan kepalanya, "Maaf telah membuatmu menunggu," dan ketika dia mengangkat wajahnya mata Raja menyipit ketika dia melihat pipinya telah berubah menjadi biru.     

Alexander mengangkat tangannya ke arah pipinya, menelusuri benjolan kecil berwarna biru dengan jarinya.     

"Hal brengsek apa yang terjadi ketika aku tidak berada di sini?" dia bertanya dan matanya berubah menjadi gelap oleh karena kemarahan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.