Dahulu, Aku Mencintaimu

Penantiannya Adalah Sia-sia (9)



Penantiannya Adalah Sia-sia (9)

0Rasa sakit membuat otot-otot di punggung Gu Yusheng menegang. Dengan refleks, ia mengulurkan tangan untuk memaksa pipi Qin Zhi'ai terbuka dan membebaskan lidahnya dari gigitan Qin Zhi'ai.     

Rasa sakit itu membuat Gu Yusheng marah. Tanpa berpikir, ia berteriak pada Qin Zhi'ai ,"Mengapa kau menggigit lidahku? Kenapa kau tidak menggigit pe … "     

Sebelum ia bisa menyelesaikan kata terakhirnya, rasa sakit yang tajam dari lidahnya membuat Gu Yusheng terkesiap. Ia menyadari betapa sakitnya itu. Ia benar-benar bukan sedang bermimpi.     

Gu Yusheng mengerutkan dahinya sedikit dan mengarahkan matanya pada wanita di bawahnya.     

Bibirnya telah dicium sampai memerah dan berair, seperti bunga yang mekar. Pada lehernya terdapat cupang di mana-mana, bahkan bekas gigitan. Memandang ke bawah, mereka berada sangat dekat satu sama lain. Gu Yusheng benar-benar terbangun.     

Gu Yusheng mengira itu semua adalah mimpi, tetapi ternyata tidak. Ketika Gu Yusheng sedang berpikir, Qin Zhi'ai, masih berada di bawahnya, dan mulai meronta untuk keluar. Gerakan Qin Zhi'ai membangkitkan gairahnya. Hasrat di dalam dirinya mulai menjadi lebih kuat. Ia tidak bisa menahan diri untuk bergerak sedikit. Qin Zhi'ai meronta dengan tak keruan dan melambaikan tangannya untuk menangkap Gu Yusheng.     

Gu Yusheng tidak sengaja tercakar pada bagian dadanya. Gu Yusheng telah dilukai dua kali oleh Qin Zhi'ai. Ia menjadi semakin marah. Ia mengangkat tangannya dengan marah, mencengkeram tangan Qin Zhi'ai, dan menekan kedua tangannya di atas kepalanya. "Ada apa denganmu?"     

Gu Yusheng menatap matanya. Kemerahan di matanya menunjukkan bahwa ia akan menangis atau malah sudah. Gu Yusheng ingin berteriak padanya, tetapi ia menghentikan dirinya sendiri.     

Tampaknya Qin Zhi'ai menyadari ketenangan Gu Yusheng. Ia perlahan-lahan menghentikan perlawanannya. Ia menatap Gu Yusheng dengan air mata menggenang di matanya. Gu Yusheng merasa ia akan berbicara sambil menangis, tetapi ia masih berbicara dengan nada rendah dan tenang. "Aku lelah malam ini. Aku tidak ingin berhubungan seks. Bisakah kau membiarkanku pergi?"     

Gu Yusheng terkejut. Gairahnya lenyap seketika.     

Melihat Gu Yusheng tidak bergerak, ia bertanya lagi dengan suara pelan, "Bisakah?" Dan saat ia mengucapkan kata terakhir itulah akhirnya ia kehilangan kendali atas emosinya.     

Gemetar tubuhnya tidak terlalu terlihat, tetapi kata-katanya sepertinya menyakiti Gu Yusheng. Sudut-sudut mulut Gu Yusheng mengeras, tetapi ia tidak mengatakan apa pun. Ia menjauhkan dirinya dari Qin Zhi'ai dan berbaring di sisi lain tempat tidur.     

Ruangan tiba-tiba menjadi sangat hening.     

Gu Yusheng menatap langit-langit kamar, tidak merasa mengantuk lagi.     

Qin Zhi'ai tampak berbeda malam ini. Apa yang terjadi dengannya? Atau, apakah ia hanya sedang dalam suasana hati yang tidak baik? Gu Yusheng berpikir dalam hati.     

Gu Yusheng tanpa sadar memutar kepalanya ke arah Qin Zhi'ai untuk melihatnya. Ia ingin menanyakan pertanyaan-pertanyaan ini padanya. Ia menggerakkan bibirnya, tetapi tidak menanyakan apa pun pada akhirnya. Ia diam-diam menoleh ke belakang dan mengambil kotak rokok di meja kecil. Ketika ia baru saja menyentuh kotak itu, ia ingat Qin Zhi'ai ada di sampingnya. Dengan kesal ia melemparkan kembali rokoknya, dan jatuh di lemari di dekatnya, menimbulkan sedikit suara.     

Gu Yusheng memutar kepalanya untuk melihat kepada Qin Zhi'ai. Ia berbaring miring dengan punggungnya menghadap Gu Yusheng. Ia terlihat damai dari belakang, tetapi bayangan ia menangis tiba-tiba muncul di kepala Gu Yusheng.     

Gu Yusheng tadi sedang dalam suasana hati yang baik, tetapi tiba-tiba menjadi kesal. Rasanya seperti ada sesuatu yang mengganjal di dalam dadanya, sebuah perasaan yang sangat tidak nyaman.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.