Dahulu, Aku Mencintaimu

Delapan Tahun Mencintainya Bagaikan Sebuah Mimpi (5)



Delapan Tahun Mencintainya Bagaikan Sebuah Mimpi (5)

0

Gu Yusheng terus memandang langit malam itu, tetapi setelah ia mengarahkan pertanyaannya pada Qin Zhi'ai, wajahnya menjadi sangat serius. Ia melanjutkan berbicara dengan suara yang sangat jelas, rendah dan kuat," Aku punya mimpi yang patriotik[1.Bersifat cinta tanah air]."

Gu Yusheng meletakkan rokok pada mulutnya, mengisapnya dengan sangat perlahan, dan meniupkan cincin asap, lalu mengulanginya lagi dengan wajah yang sangat serius," Sebuah mimpi untuk mempertahankan setiap inci dari negeri ini dengan daging dan darah."

Setelah sebuah jeda, mungkin karena ia khawatir Qin Zhi'ai tidak paham, ia mengganti penjelasannya. "Artinya, untuk menjaga negara kita dengan seluruh hidupku."

Ketika Gu Yusheng menanyakan Qin Zhi'ai apakah Qin Zhi'ai tahu mimpinya, bermacam jenis mimpi terlintas dalam benak Qin Zhi'ai.

Mimpi untuk belajar di Harvard, menjadi ilmuwan terkenal, atau menjadi tokoh termuda dan tersukses dalam dunia bisnis….tetapi ia tak pernah berpikir bahwa mimpinya adalah untuk mempertahankan setiap inci dari negeri ini dengan daging dan darah dan untuk menjaga negara ini dengan hidupnya. Mungkin karena Gu Yusheng telah mengatakan tiga kalimat berturut-turut dan tidak ada tanggapan dari Qin Zhi'ai, ia pun memalingkan kepalanya untuk melihat pada Qin Zhi'ai. Ketika ia melihat Qin Zhi'ai sedang memandangnya dengan tatapan bingung, ia pun tercengang dan balas memandang Qin Zhi'ai untuk waktu yang lama. Gu Yusheng tiba-tiba tersadar ketika debu rokok terjatuh ke wajahnya, lalu ia membersihkan wajahnya dengan canggung, memalingkan matanya dari Qin Zhi'ai, dan menjernihkan suaranya, lalu berkata," Aku ingin menjadi seorang tentara di baris depan, untuk melindungi ibu pertiwi kita seperti yang dilakukan tentara-tentara pada film dokumenter anti-teroris yang kita tonton di sekolah."

Qin Zhi'ai pernah menonton film dokumenter tersebut.

Menjinakkan bom waktu dalam tiga puluh detik, bertarung tanpa rasa takut melawan teroris bersenjata, pergi berpatroli dimana manusia dipotong-potong oleh para penjahat dan mati di rumah sakit… Dalam dokumenter itu, setiap kata yang diucapkan oleh para tentara sebelum berangkat menjalankan misi, adalah kata-kata terakhir mereka, karena orang yang tersenyum pada detik ini, dapat meninggal kapan saja selama perjalanan misi mereka.

Mereka benar-benar mengorbankan hidup mereka untuk membela negara.

Gu Yusheng menceritakan banyak tentang mimpinya kepada Qin Zhi'ai.

Katanya ia ingin menjaga ibu pertiwi dari serangan negara-negara lain.

Ia juga berkata bahwa kedamaian di sebuah negara harus dibayar, harganya adalah kehidupan, dan ia bersedia menyerahkan hidupnya untuk negara ini.

Pada saat itu, melihat Gu Yusheng bercerita tentang mimpinya dengan seserius itu, Qin Zhi'ai merasa seperti darah di seluruh tubuhnya mendidih.

Qin Zhi'ai tidak pernah membayangkan bahwa mimpi yang patriotik itu akan muncul dalam hati seorang lelaki yang tampak sangat elegan, selalu mengatakan kata-kata mesum, dan berpura-pura tak peduli terhadap kekerasan rumah tangga yang dilakukan ayahnya.


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.