SINCERITY OF LOVE (END) (SUDAH TERBIT)

MENJADI TAWANAN



MENJADI TAWANAN

0"Ada apa Ben? kamu dapat telepon dari siapa?kenapa menyebut-nyebut nama Anjeli?" Mirza panik saat mendengar pembicaraan Beni dengan seseorang di telepon.     

"Bos, tadi Bos Romi telepon katanya Mbak Anjeli..."     

"Anjeli kenapa Rom? Apa terjadi sesuatu sama dia?"     

"Mbak Anjeli di culik Bos."     

"Apaa??? Romi itu bagaimana? katanya dia akan menjaga Anjeli. Tapi kenyataannya apa? Anjeli malah diculik. "Arghhhh...."Mirza merasa khawatir dengan kabar yang baru saja ia dengar.     

"Ayo kita pulang ke kota Bos. Romi sudah membuntuti mobil yang membawa mbak Anjeli. Kata Romi kemungkinan yang menculik Anjeli ada Kakaknya bos."     

"Kak Miftah dan Kak Miqdam?"     

"Iya, Bos."     

"Keterlaluan mereka. Bagaimana bisa mereka melakukan semua itu pada istriku?" Mirza tak menunggu lama. Buru-buru dia mengambil kunci mobil dan pergi bersama Beni menuju Jakarta. Selama sebulan belakangan ini Mirza dan Beni memilih pergi menghindar ke pelosok desa. Selama itu pula dia selalu diteror oleh dua kakaknya. Mereka ingin Mirza menjual perusahaan. Mereka sudah tahu kalau pengalihan perusahaan ke Ayahnya Romi adalah akal-akalan Beni.     

"Ben hp lo berbunyi."     

"Tolong angkat Ben. Siapa tahu penting."     

"Iya Bos." Beni melihat nama yang tertera. "Romi bos." Mirza memberi tanda untuk menerima teleponnya.     

"Halo Bos."     

"Kamu dimana Ben?"     

"Perjalanan ke Kota Bos."     

"Kamu segera ke alamat yang aku kirimkan barusan di pesan WA. Aku sudah menghubungi polisi juga. Karena dengan kondisiku sekarang tidak mungkin aku menghadapi mereka sendiri."     

"Bagaimana dengan Mbak Anjeli?"     

"Aku masih mengawasi mereka. Tapi aku tidak tahu apa yang terjadi di dalam rumah itu. Aku akan berusaha menerobos ke dalam, sambil menunggu polisi datang."     

"Kami akan segera sampai ke sana Bos."     

Beni menceritakan semua informasi yang ia dapatkan dari Romi. Membuat Mirza semakin murka pada kedua kakaknya.     

Tak lama kemudian, ada pesan masuk dari nomor yang tidak dikenal.     

"Anjeli ada bersamaku. Jangan pernah untuk lapor polisi. Aku sudah menyiapkan sepuluh ular kobra yang akan mematuk istrimu. Jika kamu tidak mau menuruti perintahku."     

"Bos, katanya mereka menyiapkan ular kobra untuk mematuk Anjeli jika kita lapor polisi Bos "     

"Sial!!! Brengsek!!! Demi harta mereka tega melakukan ini sama aku. Hubungi Romi Ben. Suruh dia menarik polisi. Atau berjaga di radius yang agak jauh. Aku yakin kakakku itu bukan penjahat kelas kakap. Mereka pasti tidak memperhitungkan dengan cermat."     

"Baik Bos." Beni segera menghubungi Romi dan menceritakan kondisi Anjeli yang berada di antara ular kobra.     

Romi mengendap masuk ke dalam pekarangan rumah kosong itu. Rumah yang begitu berdebu dan banyak sarang laba-laba. Sesekali Romi mengibaskan tangannya untuk mengoyak sarang laba-laba agar bisa ia lewati.     

Dari celah jendela, Romi melihat kegiatan yang dilakukan oleh dua orang yang menurut dugaan Romi adalah kedua kakaknya Mirza. Sayup-sayup ia mendengar perkataan Anjeli.     

"Tolong lepaskan aku Kak.!!" Anjeli bergidik ngeri ketika melihat di sebuah kotak dari besi yang di dalamnya ada tiga ular kobra. Anjeli terus berdzikir dalam hati. Dia kini menjadi tawanan dari kedua kakak iparnya sendiri. Entah apa yang mereka inginkan dari seorang Anjeli.     

"Tidak akan aku lepaskan. Sebelum Mirza menandatangani surat ini."     

"Mas Mirza tidak ada, Kak."     

"Justru itu dengan aku mengurungmu di sini, akan memancing dia untuk keluar dari persembunyiannya."     

"Jangan apa-apakan Mas Mirza!!"     

"Tidak akan adik ipar. Kalau Mirza kuhabisi, aku tidak akan mendapat apa-apa. Permintaanku cukup sederhana. Hanya tandatangan ini dan semua akan clear. Kamu dan Mirza bisa hidup bahagia dalam kemiskinan."     

"Bukankah kami memang sudah tidak punya apa-apa? Apa kalian yang membuat Mas Mirza kehilangan perusahaannya?!"     

"Dasar wanita bodoh. Kamu itu dibohongi sama Mirza. Itu hanya akal-akalan dia saja agar aku tidak meminta hakku. Dari dulu dia selalu berkuasa. Dia selalu bisa mengambil hati kedua orangtuaku. Dan semua harta di wariskan padanya. Kami hanya mendapat rumah dan uang bulanan saja. Tanpa punya hak mengurus perusahaan."     

"Dan kalian yang memang tidak mau membantu mengurus perusahaan kan?"     

"Untuk apa kami mengurus perusahaan, jika jelas-jelas ayahku mengatakan hanya Mirza yang mendapat perusahaan. Karena hanya Mirza yang otak bisnisnya sepintar ayah kami. Sedangkan kami hanya dianggap sampah."     

"Itu hanya perasaan kalian saja. Mas Mirza tidak pernah menjelek-jelekkan kalian." Anjeli berusaha mengulur waktu agar kedua kakak iparnya ini tidak melepaskan ular yang ada di dalam kandang itu. Anjeli merasa pusing dan mual. Kondisinya saat ini benar-benar memprihatinkan.     

"Memang kamu pikir begitu? Mirza tidak sebaik yang kamu kira, Anjeli. Dia itu gila harta. Dia yang merayu ayah kami agar menghapus kami dari perusahaan."     

"Kalian pasti salah paham. Aku tidak percaya Mas Mirza seperti itu."     

"Iya karena kamu sudah dibutakan oleh cinta. Kamu tahu kenapa dia menikahi kamu mendadak malam-malam waktu ibu kami mau meninggal?"     

"Iya karena Mas Mirza ingin membahagiakan Ibunya."     

"Kamu salah. Yang benar adalah Mirza menikahimu karena ingin mendapatkan perusahaan. Karena kata pengacara kami, Perusahaan baru bisa dimiliki Mirza seutuhnya kalau dia sudah menikah. Dia hanya memanfaatkanmu." Miqdam berusaha untuk membuat pertahanan Anjeli runtuh.     

"Enggak.. aku tidak percaya omong kosong kalian. Yang aku percaya adalah suamiku. Aku tahu bagaimana watak suamiku. Jadi mau kalian menjelek-jelekkan dia sekalipun, aku tidak akan percaya."     

"Kamu keras kepala sekali rupanya. Pantaslah untuk laki-laki seperti Mirza."     

"Semoga Allah membuka hati kalian."     

"Tidak usah bawa-bawa nama Tuhan."     

"Ya karena kalian memang manusia yang tidak pernah takut sama Allah. Yang kalian pikirkan hanya duniawi. Harta dan harta. Nanti kalau kalian mati juga tidak akan bawa uang sepeserpun. Hanya kain kafan. Bertaubatlah agar kalian punya bekal untuk menghadap Allah."     

"Tidak usah ceramah di sini adik ipar. Bagaimana bisa bajingan seperti Mirza mendapatkan perempuan sok suci seperti kamu." Miftah tersenyum sinis.     

"Hati kalian memang benar-benar sudah beku. Tidak bisa menerima kebenaran. Hati kalian sudah dikuasai oleh setan dan nafsu. Asal kalian tahu. Hidup di dunia itu hanya sebentar. Sedangkan di akhirat akan kekal selamanya. Buat apa kalian mengejar sesuatu yang hanya sementara. Kalian adalah.."     

"Sudah sudah... pusing aku denger ceramahmu. Miftah plester saja mulutnya biar tidak ngomong terus. Sok paling suci aja dia."     

"Emmhh.. emhhh..." Anjeli yang sekarang kedua tangannya diikat ke belakang, lalu mulutnya di plester meronta dan membuatnya tak bisa berbuat banyak. Dia hanya bisa berdzikir dalam hati. Berharap Allah akan segera menolongnya.     

Romi yang mengintip dari luar sangat khawatir dengan keadaan Anjeli. Apalagi Anjeli berdekatan dengan kandang ular yang sewaktu-waktu bisa mematuk Anjeli. Romi bingung. Dia sudah menarik mundur polisi. Walau mereka kini tetap berjaga di radius yang tidak jauh. Romi memperhitungkan segala kemungkinan yang bisa terjadi. Dia harus bisa menyelamatkan Anjeli. Sedangkan Beni dan Mirza mungkin butuh waktu tiga puluh menitan lagi untuk bisa sampai di lokasi.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.