SINCERITY OF LOVE (END) (SUDAH TERBIT)

ALEA DAN GERY



ALEA DAN GERY

0Matahari telah menampakkan sinarnya, Anjeli dan Mirza sudah siap untuk melakukan kegiatannya masing-masing. Hari ini Anjeli akan pergi ke kampus. Mahasiswi berumur dua puluh satu tahun dan sekarang menjalani semester enam jurusan manajemen itu, telah siap menunggu Mirza. Laki-laki berusia dua puluh empat tahun itu telah rapi dengan kemeja berwarna biru tua lengkap dengan dasi dan celana bahannya.     

"Sudah siap An?"     

"Sudah dari tadi mas. Tidak ada yang ketinggalan?"     

"Sepertinya tidak."     

"Ya sudah ayo kita berangkat. Mirza membukakan pintu untuk Anjeli. Lalu dia bergegas untuk masuk ke dalam mobil dan mengemudikannya. Tanpa mereka sadari ada seseorang yang mengamati mereka dari kejauhan     

"Oh rupanya itu ya istri Mirza?" Seseorang itu bersama anak laki-lakinya, segera pergi mengikuti mobil Mirza. Tujuan awal Mirza adalah mengantar Anjeli ke kampusnya pun diikutinya. Seseorang itu pun akhirnya tahu kampus Anjeli.     

"Hati-hati ya Mas. Kalau sudah sampai di kantor nanti hubungi aku ya."     

"Iya, An. Yang semangat ya belajarnya. Nanti pulangnya naik taksi tidak apa-apa kan?"     

"Tidak apa-apa, Mas."     

Anjeli Melambaikan tangan kearah suaminya. Ia menunggu sampai mobil Mirza menjauh. Perempuan yang terbiasa mengenakan gamis longgar dan khimar yang besar pula itu pun melanjutkan langkahnya menuju ke gedung tempat ia kuliah hari ini. Perkuliahan akan dimulai setengah jam lagi. Sambil menunggu, Anjeli membaca buku di Gazebo dekat dengan gedung perkuliahannya.     

"Assalamualaikum An."     

"Waalaikumsalam. Eh Romi. Ada apa Rom?"     

"Ah enggak. Aku hanya ingin mengobrol saja."     

"Kamu sudah mengerjakan tugas pak Heri? "     

"Sudah dong."     

"Alhamdulillah kalau begitu."     

"Maaf An.. Bolehkah aku bertanya sesuatu kepadamu?"     

"Boleh.. Mau tanya apa Rom?"     

"Sejak kapan kamu menikah dengan Mirza?"     

"Kurang lebih enam bulan yang lalu. Memangnya kenapa Rom?"     

"Bagaimana ceritanya kamu bisa kenal dengan Mirza? Bukankah dia jauh dari kata imam yang sholeh?" Ucap Romi sedikit ragu. Anjelipun terkejut dengan pertanyaan Romi.     

"Mungkin Mas Mirza nemang jauh dari kata Sholeh. Tetapi setiap manusia tidak ada yang sempurna. Dan aku yakin Mas Mirza pasti akan berubah. Aku tidak melihat dia dari keburukan yang dia lakukan, tetapi aku melihat kebaikan dan ketulusan hatinya."     

"Kalau dia bukan laki-laki yang kaya raya, mungkin kamu tidak akan mengatakan seperti itu kan?"     

"Apa maksudmu Rom?"     

"Semua orang juga sudah tahu siapa itu Mirza. Anak pengusaha kaya raya yang mungkin kekayaannya tidak akan habis tujuh turunan. Meski Dia mempunyai berbagai macam keburukan tetap saja kamu bisa melihat kelebihan. Tetapi jika Mirza itu bukan anak orang kaya, Apakah kamu masih bisa melihat Mirza dari kelebihannya?"     

Anjeli merasa tidak nyaman dengan perkataan Romi yang setengah menyindirnya. Ucapan Romi seakan-akan menganggap Anjeli adalah perempuan yang materialistis. Awalnya Anjeli menerima Mirza Memang karena uang. Tapi Bukankah perjanjian mereka itu saling menguntungkan? Anjeli rela untuk dinikahi Mirza karena Mirza ingin membahagiakan ibunya di detik-detik terakhir hidupnya. Sedangkan Anjeli melakukan semua itu karena ingin menolong ibunya yang tengah sakit. Apakah seperti itu juga disebut matrealistis? Sedangkan apa yang dia lakukan semata-mata hanya untuk membahagiakan orang lain.     

"Kamu tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi Rom. Jadi Berhentilah untuk menduga-duga. Hanya aku dan Mas Mirza saja yang tahu tentang yang sebenarnya. Aku tidak peduli orang mau berkata apa. Yang penting niatku dan Mas Mirza sama-sama tulus."     

"Maafkan aku An. Aku terlalu lancang untuk berbicara seperti itu."     

"Tidak apa-apa. Wajar kok orang miskin seperti aku selalu dituduh materialistis ketika menikah dengan laki-laki kaya seperti Mas Mirza. Aku tidak masalah, yang menjalani adalah aku dan Mas Mirza. Jadi kami yang benar-benar tahu kondisi kami yang sebenarnya. Kami tidak perlu pusing memikirkan ucapan orang lain."     

"Aku semakin salut sama kamu An. Kamu rela menerima kekurangan Mirza. Kalau tahu seperti itu, Aku Jadi menyesal karena tidak mendekati kamu sejak dulu."     

"Maksud kamu apa Rom?"     

"Ah sudahlah. Ayo kita masuk kelas. Sebentar lagi perkuliahan akan dimulai."     

Sebagai seorang wanita, Anjeli tahu dan paham dengan apa yang diucapkan oleh Romi barusan. Tetapi dia memilih untuk mengabaikan. Karena sekarang dia telah memiliki Mirza.     

***     

Seseorang yang tadi mengikuti Mirza dan Anjeli, sekarang telah tiba di kantor Mirza. Hari ini dia berniat untuk menemui CEO MahaPutra group itu.     

"Permisi mbak, Saya ingin bertemu dengan Mirza. Apakah dia ada?"     

"Maaf Mbak, Apa Anda sudah membuat janji dengan Pak mirza?"     

"Belum. Tetapi saya ingin bertemu dengan sahabat saya ini. Tolong sampaikan ke Pak Mirza kalau Alea sedang menunggu di sini."     

"Baiklah Mbak. Tunggu sebentar ya Saya akan menghubungi sekretaris Pak Mirza. Apakah beliau mau menerima tamu atau tidak."     

"Baiklah saya tunggu." Alea pun menunggu di lobby bersama dengan anaknya. Anak laki-laki yang berusia 3 tahun itu tampan sekali. Karena campuran antara kedua orang tuanya yaitu Indonesia dan Amerika.     

"Maaf mbak Alea, Pak Mirza sedang sibuk. Jadi beliau untuk saat ini tidak bisa menerima tamu."     

"Ya sudah kalau begitu, saya akan tetap di sini Mbak. Sampai pak Mirza mau menemui saya." Dengan perkataan lembut namun memaksa, membuat resepsionis itu akhirnya menghubungi sekretaris Mirza kembali.     

"Mbak Alea, Anda ditunggu di ruangannya Pak Mirza sekarang."     

"Oke. Terima kasih ya. Ruangannya di sebelah mana?"     

"Dilantai 15 mbak. Silahkan anda naik lift di sebelah sana." Resepsionis itu menunjuk ke arah Lift. Dia heran dengan sikap Alea. Dia tidak tahu siapa Alea itu. Tetapi sepertinya Alea memiliki hubungan yang dekat dengan bosnya.     

"Mbak, Saya mau bertemu dengan Pak Mirza." Ucap Alea saat berada di depan ruang Mirza     

"Anda Mbak Alea?"     

"Iya betul. Bolehkah saya masuk? "     

"Silakan mbak Alea. Pak Mirza sudah menunggu di dalam."     

"Oke thanks ya."     

Resepsionis itu membukakan pintu untuk Alea dan mempersilahkan masuk ke dalam ruangan Mirza. Di sana Mirza yang sedang menandatangani beberapa berkas, terkejut dengan kehadiran Alea. Walaupun sebelumnya dia sudah tahu kalau Alea memaksa untuk masuk. Dia hanya ingin tahu apa maksud dan tujuan Alea datang ke kantornya.     

"Selamat siang Mirza sayang. Apa kabarmu honey?" ucap Alea dengan logat bulenya, sambil menggandeng putra semata wayangnya dan duduk di depan Mirza sekarang.     

"Panggilah dengan Mirza saja Alea. Aku tidak nyaman dengan panggilan seperti itu. Apalagi jika istriku mengetahuinya, pasti dia akan salah paham nantinya. Ada apa kamu datang kesini?"     

"Aku hanya ingin mengunjungimu. Apakah aku salah?"     

"Hai Daddy. "Anak kecil berusia 3 tahun itu tiba-tiba menghampiri Mirza dan meminta untuk naik ke pangkuannya. Alea pun terkejut dengan sikap anak laki-lakinya yang tiba-tiba saja ingin mendekati Mirza.     

"Ini siapa ya?"     

"Ini anakku. Namanya Gerry. Maafkan sikapnya yang seperti itu. Mungkin dia rindu dengan Daddynya. Karena selama ini mantan suamiku tidak pernah peduli dengan keberadaan kami."     

Mirza menatap Iba pada anak laki-laki yang memiliki bola mata berwarna biru itu. Dia tampak nyaman sekali berada di pangkuan Mirza. Entah mengapa Mirza tiba-tiba sangat menyukai anak itu.     

Alea mendadak merasa bahagia, karena diluar rencana, ternyata anak laki-lakinya ini membawa keberuntungan untuk mendekatkan dirinya dengan Mirza. Ini akan mempermudah langkahnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.