TAKDIR CINTA SANG RAJA IBLIS

Persaingan -Part 6



Persaingan -Part 6

0"Selir Cheng, bisakah kita hentikan ini?" ucap Chen Liao Xuan setelah kepergian Liu Anqier. Dia memandang kepergian Liu Anqier dengan tatapan sendunya, kemudian dia memandang lagi Cheng Wan NIan.     

"Kenapa, Yang Mulia? Apakah ada yang salah dariku? Kenapa Yang Mulia ingin menyudahi ini padahal belum selesai?"     

"Karena kamu telah melakukan kesalahan, Selir Cheng. Apa yang kau lakukan tadi adalah hal yang sangat tidak pantas sama sekali. Bagaimana bisa kau menyiksa Dayang kamarku? Bukan berarti aku membelanya, hanya saja semua yang ada di istana ini tahu kalau kau adalah Selir kesayanganku. Jika sampai kau melakukan itu lagi, maka mereka akan berpikir kau cemburu kepada Dayang Liu. Apakah itu merupakan hal yang pantas? Bagi seorang Selir kesayangan Raja cemburu hanya kepada Dayang kamar?"     

Cheng Wan Nian tampak terdiam, kemudian dia memberi hormat kepada rajanya dengan sangat dalam.     

"Maafkan hamba, Yang Mulia."     

"Dan kenapa aku bersedia menuruti permintaanmu tidak lain adalah, karena aku ingi menunjukkan kepadamu. Kedudukanmu tidak akan bisa digantikan oleh siapa pun. Itulah maksudku," lanjut Chen Liao Xuan lagi.     

Sesak, itulah yang dirasakannya sekarang. Namun demikian dia tidak ingin mengungkapkan perasaan itu secara nyata kepada Cheng Wan Nian. Dia tidak boleh mengecewakan Cheng Wan Nian, itu adalah satu-satunya kunci agar dia tetap bisa berdiri menjadi Raja Iblis di sini.     

"Maafkan hamba, Yang Mulia. Hamba telah meragukan hati Yang Mulia. Mulai saat ini hamba berjanji tidak akan pernah melakukannya lagi."     

"Lagi pula, aku yang telah membunuh Ayah dari Dayang Liu. Jadi untuk hal yang kau takutkan, itu tidak akan pernah terjadi sama sekali."     

Chen Liao Xuan langsung mengenakan jubahnya, kemudian dia melirik Cheng Wan Nian sekilas. Mengelus puncak kepalanya dengan lembut.     

"Tidurlah, Selir Cheng. Aku akan kembali ke kamarku untuk mengerjakan pekerjaanku yang tertunda," perintah Chen Liao Xuan.     

"Baik, Yang Mulia," jawab Cheng Wan Nian.     

Chen Liao Xuan langsung berjalan cepat, dia melihat Lim Jingmi dan Tan Nian yang tampak menundukkan kepala mereka. Tanpa basa-basi dia langsung terbang ke atas langit, dan menginjakkan kakinya di atas atap balai agung istana. Dia melihat Liu Anqier berdiri dengan tatapan sendu di bawa pohon persiknya itu, kemudian dia melihat sebuah lukisan tampak dihancurkan dengan kedua tangannya sendiri.     

Chen Liao Xuan termenung, dia tidak pernah menyangka jika pohon persiknya akan layu sekarang tidak hanya saat dia dalam keadaan sekarat. Dan dia bingung untuk alasan apa pohon persiknya menjadi layu seperti itu.     

Liu Anqier tampak pergi, sehingga dia mengambil robekan kain itu. Saat dia menyatukannya, Chen Liao Xuan lagi-lagi termenung saat sosoknya tergambar jelas dengan sangat indah di sana. Dia tak pernah membayangkan, jika dirinya sebagai Chen Tao begitu sangat berarti bagi Liu Anqier. Dan setelah Liu Anqier tahu kebenarannya, pasti gadis kecil itu telah hancur dan kecewa. Karena sosok yang dia kagumi, ternyata adalah sosok yang telah menghabisi ayahnya.     

Chen Liao Xuan tersenyum getir, dan lagi-lagi air mata itu menetes ke pipinya. Ini adalah kutukan macam apa? Sehingga dia menjadi begitu lemah dan tak berdaya.     

Hatinya terasa sesak dan aneh, hatinya seperti diremas dengan begitu kuatnya. Rasa sesak dan engap membuat Chen Liao Xuan nyaris tak bisa bernapas karenanya. Mungkin, dengan membuat Liu Anqier membencinya itu akan menjadi lebih baik.     

"Liu Anqier… kenapa kau selalu ada di dalam pikiranku?" lirih Chen Liao Xuan.     

*****     

Hari ini pasukan bangsa iblis telah bersiap, untuk kedua kalinya bangsa siluman rubah telah menyerang perbatasan wilayah bangsa iblis. Hutan persik sebagian telah dihancurkan oleh siluman rubah, sehingga semuanya menjadi berantakan.     

Jiang Kang Hua tampak tengah bersiap. Dia mengenakan seragam kebesarannya. Rambutnya diikat dengan rapi menjadi satu, dan dia tampak sedang memeriksa pedang kesayangannya.     

"Panglima Jiang," panggil Liu Anqier, dia tampak berjalan dengan cepat mendekati Jiang Kang Hua. Membuat Jiang Kang Hua membalikkan badan memandangnya.     

Liu Anqier tampak memandang Jiang Kang Hua, kemudian dia menundukkan wajahnya. Memandang suatu benda yang sedari dia pegang itu.     

"Ya, Dayang Liu?"     

"Ini…," kata Liu Anqier sambil menyodorkan benda berbentuk batu giok berwarna jamrud itu. "Ini adalah jimat keberuntungan, yang kata mendiang Ayah sangat efektif untuk melindungiku dari mara bahaya selama ini. Dan aku harap, benda ini selalu menyertai Panglima Jiang dalam menjalankan tugas kerajaan. Berperang melawan musuh agar bisa kembali dengan selamat," kata Liu Anqier.     

Jiang Kang Hua tampak tertegun, wajahnya terasa panas karena perhatian dari Liu Anqier itu. Kemudian, dia mengambil benda yang sedari tadi dibawa oleh Liu Anqier untuknya.     

"Apakah ini benar-benar untukku? Lalu bagaimana dengan kamu, Dayang Liu? Benda ini tidak ada bersamamu, lantas siapa yang akan melindungimu?" tanya Jiang Kang Hua.     

Liu Anqier kembali tersenyum, kemudian dia menganggukkan kepalanya dengan kuat-kuat.     

"Tidak masalah, Panglima Jiang. Aku punya kekuatanku, meski aku menderita seperti apa pun, dia akan menyembuhkanku. Itu sudah cukup untukku dalam melindungi diri. Sekarang, batu giok itu adalah milikmu. Dan aku harap kamu akan selalu selamat dalam perang melawan siapa pun itu,"     

"Termasuk bangsa manusia?" tanya Jiang Kang Hua. Liu Anqier tampak diam, membuat Jiang Kang Hua tersenyum lantas menepuk puncak kepala Liu Anqier dengan lembut.     

Sebuah hal yang tidak disangka oleh Jiang Kang Hua jika dia bisa melakukan itu, pun dengan Liu Anqier.     

Liu Anqier memegang puncak kepala yang baru saja ditepuk oleh Jiang Kang Hua. Pipi keduanya tampak memerah. Liu Anqier kembali menunduk, kemudian dia memundurkan tubunnya.     

"Hati-hati, Panglima Jiang."     

"Baiklah, Dayang Liu," kata Jiang Kang Hua. Dia kemudian langsung berjalan menjauhi Liu Anqier dan menunggang kuda kebesarannya. Dan tanpa mereka sadari, Chen Liao Xuan melihat pemandangan itu. Dia hanya diam tak tak berkutik sekalipun.     

"Yang Mulia, mohon dimengerti tentang Panglima Jiang. Baru kali ini dia tertarik dengan wanita. Namun wanita itu harus menjadi Dayang kamar Yang Mulia. Mungkin, Panglima Jiang masih butuh waktu untuk menerima keadaan yang sebenarnya. Mohon maafkan Panglima Jiang, Yang Mulia," Li Zheng Xi yang agaknua melihat kejadian itu pun memintakan maafnya. Tapi Chen Liao Xuan tak berkutik sama sekali.     

"Ya, Panglima Jiang baru kali ini tertarik dengan wanita," gumam Chen Liao Xuan. Dia bisa melihat bagaimana Liu Anqier melewatinya sambil lalu. Liu Anqier seolah tak melihat Chen Liao Xuan sama sekali. Rahang Chen Liao Xuan tampak mengeras, dengan sekali hentakan di punggung kuda hitamnya dia terbang dan turun tepat di depan Liu Anqier.     

Kedua tangannya tampak diikat di kebelakang punggung, matanya memandang Liu Anqier dengan tatapan tajamnya.     

"Kau tahu jika aku akan berperang."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.