CALON IMAM PILIHAN ABI (END)

BELAJAR BERDANDAN



BELAJAR BERDANDAN

Pagi ini rumah Wahyu terlihat begitu ramai. Kehadiran Edo dan Nuriyah menambah jumlah anggota keluarga yang tinggal di sana. Kesempatan kali ini mereka gunakan untuk saling berbincang dan bercengkrama. Walau kadang Edo masih terlihat canggung saat melihat Mahira dan Aydin bermesraan.     

Edo sadar, dirinya harus segera mendapatkan pengganti wanita yang akan mengisi ruang hatinya. Dia bahagia jika bisa melihat adik perempuannya juga bahagia.     

"Idris, mulai besok, kamu kerja di kantor Abi ya. Abi sudah bilang sama Furqon untuk membimbingmu di sana." Ucap Wahyu sambil merangkul bahu anak tirinya.     

"Iya, Bi. Makasih.. Tapi saya tidak punya dasar bisnis sama sekali."     

"Tidak masalah. Kamu bisa belajar dari Furqon."     

"Baik, Bi."     

"Eh lagi pada di sini?" Mahira yang tiba-tiba datang, membuat Wahyu dan Edo kaget.     

"Mahira ngagetin aja."     

"Bang, gimana Anisa? sudah mulai ada bunga-bunga cinta belum?" Bukannya menjawab, Edo malah tersenyum. Ya dia tersenyum karena melihat adik perempuan yang sekarang bibirnya lebih merah dari biasanya. Lalu ada perona merah di pipinya. "Koq malah senyum?kenapa? ada yang aneh? Anisa baik dan cantik kan?"     

"Itu.." Edo menunjuk bibir Mahira lalu tertawa. Wahyu pun juga ikut tertawa melihat Mahira yang kini terlihat lebih centil dari biasanya.     

"Bibir? kenapa? aneh?"     

"Kayak ondel-ondel." Edo tertawa terpingkal. Dari dulu di memang senang saling mencela dengan Mahira. Jadi cemoohan dia barusan, bagi Edo adalah hal yang biasa.     

"Idris.. adiknya jangan digodain donk." Hanum datang membawa sepiring rujak dengan isian yang hanya mangga muda.     

"Umi... Abang jahat. Masa Mahira di bilang kayak ondel-ondel sih. Mahira kan lagi belajar dandan buat suami. Hiks Hiks.." Edo tidak menyangka Mahira sampai menangis seperti itu.     

"Ya Allah, Mahira. Abang cuma becanda. Bukannya dulu kita sering bercanda waktu di rumah singgah?"     

"Iya, Nak. Abangmu cuma bercanda. Sudah jangan diambil hati. Udah jadi istri koq masih cengeng." Hanum juga baru tahu kemarin lusa, kalau Mahira , Edo dan Aydin ternyata sudah saling mengenal sebelumnya, dari rumah singgah tempat Mahira biasa mengajar anak-anak jalan. Hanum dan Wahyu sempat tak percaya. Tapi mereka kemudian percaya karena tidak ada yang tidak mungkin bagi Allah. Dan yang pasti rencana Allah sungguh indah.     

"Ada apa sih? rame banget." Aydin yang baru saja selesai mandi, merasa tergelitik untuk menghampiri keluarga itu.     

"Ini Lho, Nak. Mahira nangis gara-gara digodain sama abangnya gara-gara Mahira belajar dandan." ucap Hanum mencoba menjelaskan pada Aydin.     

"Mahira dandan? tumben?" Aydin belum tahu karena sedari tadi dia sibuk mencuci mobil, lalu mandi. "Mana coba abang lihat." Aydin mengintip Mahira yang masih bersembunyi di pelukan Uminya.     

"Enggak.. aku ga mau.. Kenapa sih pada jahat?" teriak Mahira. Sambil masih bersembunyi di bahu Hanum.     

"Cantik koq Hira, coba deh lihatin sama suamimu. Aydin pasti suka kalau lihat kamu dandan. Apalagi dandan buat dia. Biar dia seneng." Mendengar perkataan Hanum, Mahira akhirnya mau melepaskan pelukannya dari Hanum. Perlahan dia menoleh ke arah suaminya.     

"Wakakakaka..." Edo yang jarang tertawa sampai terbahak melihat Mahira. Aydin sebenarnya ingin tertawa. Tapi dia tahan dengan sebelah tangannya.     

"Tuh kan Umi. Pada jahat nih." gerutu Mahira. Hanum dan Wahyu juga menahan senyum.     

"Itu kenapa, Dek? Matamu hitam-hitam begitu? coba kamu ngaca sana!" Titah Edo biar Mahira percaya. Kalau dia terpingkal karena memang Mahira pantas untuk ditertawakan.     

"Kenapa sih?" Mahira langsung beranjak dan mencari cermin seukuran badan yang terpasang di ruang tengah. Mahira terkejut saat melihat bayangan dirinya di cermin. Mahira langsung berlari ke dalam kamarnya karena menahan malu. Dia langsung masuk ke dalam kamar mandi dan membersihkan wajahnya, dengan airmata berlinang.     

'Padahal aku pengen kelihatan cantik di depan Bang Aydin. Tapi malah malu-maluin. Hiks hiks.' cukup susah membersihkan eyeliner hanya dengan air. Sepertinya karena tadi dia menangis, eye linernya jadi meleber kemana-mana. Dihapus pun susah. Malah matanya terlihat seperti mata panda sekarang.     

"Mungkin pake make up remover bisa kali ya?" Mahira yang tidak pernah bersinggungan dengan make up, butuh bantuan google untuk membersihkan eyelinernya yang membandel.     

Saat dia asik duduk di depan meja riasnya, Aydin masuk ke dalam kamar. Dengan niat menyusul istrinya.     

"Kenapa ke sini? mau ngetawain aku lagi?" ucap Mahira sedikit ketus.     

"Memang siapa yang ngetawain? Abang kan ga ketawa. Bang Edo itu yang ngerasain kamu." Aydin berdiri di belakang Mahira.     

"Ih abang.. jangan begini ih... bisa-bisa aku kecekek bang."     

"Coba sekarang lihat wajahmu di cermin."     

"Sudah."     

"Cantik tidak?"     

"Enggak."     

"Tapi bagiku, kamu yang polos tanpa make up seperti itu yang membuat kamu terlihat cantik. Abang suka kalau kamu selalu ingin tampil cantik di depan abang. Tapi tidak usah berlebihan. Cukup dandan seperti biasa saja abang sudah suka koq. Yang penting di sininya yang cantik." Aydin menunjuk bagian tubuh Mahira. Yang dimaksud Aydin adalah hati.     

"Tapi laki-laki kebanyakan suka melihat wanita yang cantik dan sexy."     

"Wajarlah laki-laki seperti itu, Dek. Tapi hanya sekali pandang lalu setelahnya harus menundukkan pandangan jika mereka bertemu dengan wanita semacam itu. Buat laki-laki yang paham agama, tentu akan selalu menjaga pandangannya dari yang haram dilihat. Kamu tentu paham hal itu kan?"     

"Iya, Bang. Tapi apa salah, aku belajar berdandan?"     

"Tidak ada yang salah, selama kamu berdandan hanya untuk suamimu. Tapi aku tidak suka kamu berlebihan seperti tadi. Kulit wajahmu itu sudah bersih. Hanya pakai bedak dan lipstik tipis saja, kamu sudah sangat cantik. Jadi tidak usah macam-macam ya." Aydin mencoba menasehati Mahira tanpa membuat istrinya ini tersinggung. Dia ingin menghargai usaha istrinya."     

"Iya, Bang. Lain kali aku akan berdandan sewajarnya saja. Maaf ya, Bang."     

"Tidak apa-apa. Maaf bukan maksudku tidak menghargai usahamu, Dek. Aku senang. Tapi aku mencintaimu karena hatimu yang baik, anggap saja wajahmu yang cantik adalah bonus dari Allah.     

"Ah abang bisa aja." Mahira tersipu malu. Suaminya ini selalu tahu cara menasehati dia. Dengan cara yang baik tentunya.     

"Tadi kalau ga salah, kamu bilang kalau laki-laki kan sukanya wanita yang cantik dan sexy. Dek Mahira udah cantik. Tapi..."     

"Tapi apa Bang?" Mahira sudah panik. Karena dia takut ada yang kurang dari dirinya di mata suaminya.     

"Tapi Sexynya belum. Abang mau koq lihat kamu sexy setiap hari. Tapi di kamar saja. Udah nikah hampir satu minggu tapi abang masih puasa. Kapan ini jebolin gawangnya?" Bisik Aydin di telinga Mahira. Gadis itupun menunduk malu mendengar perkataan suaminya. Dia tahu dia salah karena tidak menawarkan diri pada sang suami. Haruskah hari ini dia akan menyerahkan diri pada sang suami?     

*****     

Yuk 100 komentar yuk. :smiling_face_with_smiling_eyes::smiling_face_with_smiling_eyes::smiling_face_with_heart-eyes::smiling_face_with_heart-eyes::smiling_face_with_heart-eyes:     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.