CALON IMAM PILIHAN ABI (END)

MENCARI WALI NIKAH



MENCARI WALI NIKAH

0Flashback On     

Edo beberapa hari ini selalu memikirkan Anisa. Apakah perasaannya pada Anisa bisa disebut cinta? diapun tidak tahu. Sejak mengantarkan Anisa pulang malam itu, dia mencoba untuk belajar mencintai gadis dengan pipi chubby dan mata bulat itu. Edo memang sedang berusaha menghilangkan perasaannya pada Mahira. Dia tidak ingin perasaan itu mengganggu hubungannya dengan Mahira dan keluarganya. Oleh sebab itu dia sengaja belajar mencintai Anisa agar dia benar-benar terlepas dari Mahira. Dan cinta yang dia rasakan nantinya akan benar-benar menjadi cinta seorang kakak pada adiknya. Tapi bukan berarti pelarian. Lebih tepatnya mengalihkan perasaan pada seseorang yang lebih tepat.     

"Kamu serius ingin menikahi Anisa, Nak?" tanya bundanya Anisa pada Edo. Sore hari tepat setelah pulang kerja, Edo sengaja mampir ke rumah Anisa dan mengutarakan niatnya.     

"InsyaAllah, Bu. Saya tidak mau pacaran. Jadi saat saya sudah istikharah dan mantap dengan pilihan saya, maka tidak ada alasan lagi untuk menunda, bu. Saya serius ingin menikahi Anisa." Anisa yang berada di sebelah bundanya juga tak kalah terkejut dengan yang diutarakan Edo. Selama ini dia hanya berteman biasa dengan lelaki di depannya ini. Dan Edo juga tidak pernah ada pembicaraan ke arah sana. Seperti mimpi bagi Anisa yang secara mengejutkan di pinang oleh kakak dari sahabatnya sendiri.     

"Tapi Nak, Kalau kamu ingin menikahi Anisa, kelak dia akan membutuhkan wali. Anisa ini masih punya Ayah, dan masih hidup. Tapi ibu tidak tahu ada dimana dia sekarang. Sejak Anisa umur lima belas tahun, Ayahnya pergi dengan perempuan lain. Dan sampai saat ini dia tidak pernah menghubungi kami. Apalagi memberi nafkah untuk Anisa. Kalau kamu ingin menikahinya, kalian harus mencari dia dulu. Karena kakeknya Anisa sudah meninggal, dia juga tidak punya paman. Jadi satu-satunya yang bisa menjadi wali adalah Ayah kandungnya sendiri."     

"Apa ibu tahu di mana beliau tinggal terakhir kali? barangkali saya bisa melacaknya dari tempat terakhir beliau tinggal."     

"Waktu itu Ibunya yang juga neneknya Anisa pernah berkunjung ke sini. Karena tidak tega dengan keadaan kami waktu itu yang sangat menprihatinkan. Dan kabar terakhir yang ibu dengar waktu itu, Ayahnya Anisa tinggal bersama istri barunya di kota Cirebon. Tapi alamat lengkapnya ibu kurang tahu."     

"Baiklah, ibu tidak perlu khawatir. Saya akan berusaha semaksimal mungkin untuk mencari keberadaan Ayahnya Anisa. Doakan agar semua lancar ya, Bu."     

"Aamiin.. iya Nak ibu doakan semoga semuanya lancar." Edo melirik Anisa sekilas. Edo tahu Anisa sedang bersedih. Dia tahu bagaimana perasaan Anisa saat ini. Karena diapun juga pernah kehilangan ibunya menikah dengan laki-laki lain.     

"Nis, aku pulang dulu ya. Aku mau langsung ke rumah Abi dan Umi membicarakan masalah ini. Setelah dapat restu, besok setelah acara syukuran rumah baru Mahira, aku akan mencari keberadaan Ayahmu." ucap Edo saat mereka berdua berada di teras rumah.     

"Bagaimana cara abang mencari Ayah? kita hanya tahu Ayah tinggal di Cirebon. Nama desanya saja kita tidak tahu, Bang. Bagaimana mungkin bisa menemukan Ayah?"     

"Dengan niat yang baik, dan yakin pada Allah, InsyaAllah semua pasti akan ada jalannya, Nis. Bismillah saja. Doakan agar aku bisa menemukan ayahmu, ya."     

"Setelah ini aku akan coba tanya-tanya ke sodara-sodara Ayah, Bang. Barangkali ada yang tahu keberadaan Ayah."     

"Aamiin.. Aku pulang dulu ya."     

Edo meninggalkan rumah Anisa. Dengan mengendarai motornya dia pergi ke rumah Wahyu. Dia ingin membicarakan tentang hal ini. Dan semoga ayah tirinya ini bisa memberi solusi untuknya.     

Edo melajukan motornya dengan kecepatan tinggi. Biasa hidup di jalanan membuatnya terbiasa menaiki kuda besinya dengan kecepatan tinggi, tapi tetap berhati-hati. Tiba di depan rumah Wahyu, Edo memarkirkan motornya dan akan segera menemui Abi tiri dan Uminya.     

"Assalamualaikum.. Abi." Sapa Edo saat kebetulan Wahyu sedang duduk di kursi teras rumahnya.     

"Waalaikumsalam warohmatullah.. Eh Idris." Wahyu memeluk Edo layaknya pada anak kandungnya sendiri. "Tumben kamu ke sini, Nak? bagaimana pekerjaanmu di kantor?"     

"Ada sesuatu yang harus saya bicarakan, Bi. Dan Alhamdulillah pekerjaan di kantor lancar. Mas Furqon mengajari saya banyak hal tentang perusahaan."     

"Alhamdulillah kalau begitu. Ayo masuk. Umimu sedang tidak enak badan. Dia sedang istirahat di kamar."     

"Tidak usah diganggu, Bi. Saya hanya ingin bicara pada Abi."     

"Ayo duduk dulu, Nak. Ada masalah apa sebenarnya?" tanya Wahyu. Sambil duduk berhadapan dengan Edo.     

"Begini, Bi. Rencananya saya ingin menikahi Anisa."     

"Alhamdulillah.. Iya Abi setuju, Nak. Abi sudah kenal lama dengan Anisa. Dia anak yang sholehah, baik dan sopan. Kalian cocok." Wahyu terlihat sangat bahagia dengan keputusan Edo untuk menikah.     

"Tapi ada masalah yang harus kami selesaikan sebelum memutuskan menikah, Bi. Salah satunya adalah karena wali."     

"Ayahnya Anisa kenapa? masih hidup atau sudah meninggal?" Wahyu menanyakan hal itu karena dia mengenal Anisa tidak sampai tahu tentang keluarganya.     

"Ayahnya pergi meninggalkan dia dan menikah lagi sejak dia umur lima belas tahun. Dan sejak saat itu keberadaan ayahnya tidak ia ketahui. Tapi ibunya pernah dapat kabar kalau ayahnya berada di kota Cirebon. Tapi persisnya dimana, ia tidak tahu."     

"Wah cukup sulit ya. Tapi Jakarta Cirebon itu lebih dari 82 km jadi tidak apa-apa jika menggunakan wali hakim. Tapi masalahnya adalah menikah itu kan bukan hanya menyatukan dua pribadi. Tapi ada dua keluarga yang harus dipikirkan. Apalagi ridho orangtua juga seharusnya didapatkan. Menikah itu mudah. Tapi ridho orangtua itu juga harus diperhatikan. Jadi kamu pastikan dulu apa ayahnya Anisa itu masih hidup atau tidak. Jika masih hidup, cobalah cari semaksimal mungkin. Tapi jika tidak juga ketemu ya sudah kalian bisa menikah dengan wali hakim. Yang penting ada usahamu untuk mencarinya dulu, Dris. InsyaAllah niat baik akan dimudahkan oleh Allah. Kebetulan Abi juga punya kenalan seorang Ustadz di daerah Cirebon. Kalau kamu sudah ada titik terang dimana persisnya, Abi akan minta tolong pada teman Abi untuk ikut mencarinya."     

"Baiklah, Abi. Saya akan mencoba mencarinya terlebih dahulu, Bi."     

Flashback Off     

"Bagaimana sudah ketemu, Nis?" tanya Pak Wahyu pada Anisa.     

"Belum Pak Wahyu. Saya masih mencarinya." Tiba-tiba wajah Anisa berubah sendu. Dari semalam, dia mencoba menghubungi kerabat ayahnya. Tapi mereka tidak ada yang tahu. Tapi mereka berjanji akan membantu Anisa mencari tahu. Saat ini harapan Anisa adalah dari kerabat Ayahnya yang masih berada di Jakarta.     

"Sabar ya.. Semoga Ayahmu cepat ketemu. Tapi kalau memang sudah tidak ada harapan lagi, kamu masih bisa menikah dengan wali hakim. Tidak usah sedih."     

"Baik Pak Wahyu, Terimakasih." Baru saja Anisa mengucapkan itu, ponselnya berdering. Mata Anisa berbinar saat melihat pesan dari adik perempuan Ayahnya. "Kecamatan Pekalipan, Cirebon."     

"Ada apa, Nis? sudah ketemu?" tanya Pak Wahyu saat samar-samar mendengar Anisa menyebut nama sebuah kecamatan di kota Cirebon.     

"Iya, Pak. Di kecamatan Pekalipan." Anisa tampak sumringah.     

"Alhamdulillah. Tidak masalah kalau cuma kecamatan. Nanti saya coba bantu ya. Kamu tenang saja. Tetaplah berdoa. Semoga Ayah kamu cepat ketemu."     

"Aamiin.. Terimakasih Pak Wahyu."     

***     

Bang Edo bentar lagi mau nikah donk kalau Ayahnya Anisa ketemu. Eh.. tapi kira2 ketemu ga ya?     

Yuk komen yang banyak.:face_blowing_a_kiss::face_blowing_a_kiss::face_blowing_a_kiss:     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.