CALON IMAM PILIHAN ABI (END)

PINDAH KE RUMAH BARU



PINDAH KE RUMAH BARU

0Honeymoon sudah berlalu namun pasangan pengantin ini selalu merasa setiap hari bagaikan bulan madu. Apalagi Aydin tiada hari tanpa meminta jatah pada istrinya. Kata Aydin, ini adalah usahanya untuk cepat mendapat momongan. Hari ini, satu minggu setelah mereka pulang dari berbulan madu, Aydin mengajak Mahira untuk menginap di rumah orantuanya. Karena esok hari, rencananya, Aydin akan memboyong Mahira ke istananya sendiri.     

"Kalian ini lho sudah dua minggu menikah baru mengunjungi Abi dan Umi. Tega sekali kamu, Din." Gerutu Hamidah saat anak dan menantunya makan siang di meja makan bersamanya dan Fajar.     

"Sudahlah Umi, mereka kan pengantin baru. Biar saja mereka berbulan madu. Barangkali sebentar lagi kita akan punya cucu." ucap Fajar menengahi.     

"Maaf ya Umi, kami baru bisa pulang ke sini sekarang. Kami janji setelah kami pindah rumah, kami akan mengunjungi Abi dan Umi lebih sering lagi," ucap Mahira yang merasa tidak enak hati karena telah lalai menjaga perasaan mertuanya.     

"Tidak apa-apa, Hira. Umi hanya bercanda koq. Tidak usah sedih begitu ah." Hamidah menuangkan nasi ke piring Mahira. Tapi di tolak Mahira.     

"Biar Mahira ambil sendiri, Mi." Mahira mengambil alih centong nasi dan menuangkan nasi ke piringnya dan piring Aydin.     

"Abi, Umi besok insyaAllah kami akan pindah ke rumah baru. Barang-barang Mahira sudah dipindahkan ke sana. Ini nanti tinggal barang-barang Aydin yang akan dipindahkan ke sana," ucap Aydin dengan hati-hati. Karena sejak awal Hamidah ingin anak bungsu dan menantunya ini tinggal bersama dengannya. Tapi berbeda dengan pikiran Aydin yang memang ingin mandiri setelah menikah. Mungkin seminggu dua minggu masihh nyaman tinggal bersama satu atap dengan orangtua atau mertua. Tapi lama-lama pasti akan ada masalah juga. Dan Aydin menjaga kemungkinan buruk seperti itu. Sebelum terjadi yang seperti itu, lebih baik dia dan Mahira memisahkan diri dari orangtua.     

"Kenapa secepat ini kalian mau pindah? lusa aja ya. Kalian kan baru tidur di sini semalam. Mahira merasakan masakan umi juga baru sehari. Anak mantu Umi ini harus merasakan masakan pindang serani bikinan umi dulu." ucap Hamidah bangga. Sikap hangat Hamidah membuat Mahira seperti tinggal di rumah orangtuanya sendiri. Dia sungguh beruntung memiliki mertua yang baik seperti Hamidah dan Fajar.     

"Pindang serani itu seperti apa, Mi?" Mahira belum pernah mendengar sebelumnya.     

"Itu kayak sop ikan dengan perpaduan rasa pedas, asem, manis. Ikannya juga harus segara. Ini makanan khas Jepara. Karena dulu asisten rumah tangga kami ada yang berasal dari Jepara. Kalau masak pindang serani, mantep banget. Lalu Umi belajar dari beliau. Orangnya sudah meninggal sekarang. Jadi sekarang Umi sudah bisa masak sendiri setelah tahu resepnya. Dan ini menu yang paling disukai Aydin, Rahma sama Abi. Hanya suaminya Rahma saja yang tidak suka. Karena dia tidak suka pedas." Hamidah menjelaskan panjang lebar.     

"Mahira suka pedas, Mi. Kemarin pas di Bali Mahira sama Bang Aydin makannya sambal terus. Seneng banget di Bali masakannya pedes-pedes."     

"Wah kita sama donk penyuka makanan pedas." Hamidah memang sosok ibu yang bisa menjadi sahabat bagi anak-anaknya. Meski umurnya sudah separuh abad, tapi masih terlihat jiwa mudanya     

"Tidak apa-apa, Din. Lebih baik memang kalian tinggal di rumah sendiri. Abi selalu dukung apapun yang menjadi pilihanmu. Kamu sekarang sudah menjadi imam bagi keluargamu. Abi yakin kamu sudah memikirkan masa depan kalian sendiri." Fajar yang bijak memberi nasehat pada Aydin. Sebagai orangtua, mereka tidak mau mengekang anak-anak mereka. Kalau memang ingin mandiri, dia tidak akn menghalanginya. Meski nantinya mereka juga akan kesepian karena harus ditinggalkan anak-anaknya.     

"Terimakasih atas pengertiannya, Bi."     

**     

Aydin dan Mahira sepakat pindah ke rumah baru mereka, mundur satu hari dari rencana awal mereka. Bukan keinginan Aydin. Tapi Mahira yang sudah menyayangi kedua orangtua Aydin. Terutama Hamidah. Apalagi kalau mereka bercerita waktu pertemuan mereka di rumah sakit dulu, Hamidah dan Mahira tertawa bersama kalau mengingat kejadian itu. Ternyata Aydin dan Wira adalah orang yang sama.     

Hari ini Mahira dan Aydin berangkat dari rumah Fajar. Wahyu juga akan hadir di sana beserta istri dan anak-anaknya. Karena nanti malam, akan ada syukuran dirumah baru Aydin. Ustadz muda dan pengusaha ini sengaja membeli rumah yang letakkanya di tengah-tengah antara orangtua dan mertuanya. Jadi jika istrinya ingin mengunjungi orangtuanya juga tidak terlalu jauh.     

"Rumahmu besar juga, Din?" ucap Fajar saat mereka tiba di depan rumah Aydin dan Mahira yang baru. Rumah dengan konsep minimalis sangat cocok dengan mereka yang masih pengantin baru dan masih muda.     

     

"Alhamdulillah.. Tapi tidak sebesar rumah Abi. Tapi memang saya pengennya tidak terlalu besar, Bi. Lagipula kami masih berdua. Nanti kalau anak kita banyak, baru diluasin lagi rumahnya."     

"Iyalah Tidak usah besar-besar kasihan Mahira kalau bersih-bersih."     

"Ayo Abi, Umi kak Rahma masuk dulu. Sepertinya Abi Wahyu belum sampai." Aydin membuka kunci pintunya. Lalu mengucap salam terlebih dahulu. Meski rumahnya kosong.     

Keluarga besar Aydin melihat-lihat bagian dalam rumah Aydin. Ada sudut ruangan yang menarik perhatian mereka. Bagian dapur yang hampir semuanya berwarna pink.     

     

"Wah Mahira bisa betah masak ini, karena warnanya pink semua" ucap Rahma.     

"Ah kak Rahma ini bisa aja. Abang yang bikinin. Mahira tahu jadi saja. Eh ternyata dikasih kejutan bagian dapur dikasih dominan warna pink." Mahira tersenyum melirik suaminya.     

Tak lama kemudian ada suara mobil yang berhenti di depan rumah mereka. Waktu di lihat ternyata. Pihak catering mengantar makanan untuk jamuan.     

"Terimakasih Mas." Ucap Aydin pada orang yang mengantar makanan. Batu saja Aydin akan masuk ke dalam rumah, ada dua mobil lagi yang datang. Aydin tersenyum saat melihat siapa yang datang. Wahyu beserta istri dan anak-anaknya. Semua kakak tiri Mahira juga hadir. Sejak Mahira menikah, mereka semua sudah saling rukun. Mahira juga bahagia. Karena selain kakak tiri, dia juga punya kakak kandung.     

"Abi, bang Edo mana?" tanya Mahira saat kedua orangtuanya duduk lesehan di atas karpet bersama yang lainnya.     

"Nanti dia datang dengan Anisa katanya. Tadi jemput Anisa dulu. Oh ya, kata Edo minggu depan dia akan melamar Anisa. Kalian belum tahu kan?"     

"Masa sih, Bi? Alhamdulillah donk kalau begitu. Wah asik banget. Akhirnya Bang Edo mau menikahi Anisa. Aku sukses jodohin mereka berdua." Mahira kegirangan saat mendengar berita tentang kakak kandungnya yang ingin menikahi sahabatnya.     

"Iya, baru semalem Edo datang ke rumah. Bilang kalau minggu depan mau melamar Anisa. Katanya dia dan Anisa sudah sama-sama cocok. Ya abi bilang lebih baik langsung menikah saja." ucap Wahyu.     

"Assalamualaikum." Ada seseorang di luar mengucap salam.     

"Waalaikumsalam. Eh Bang Edo, Anisa." Mahira beranjak dan berlari menghampiri Edo dan Anisa.     

"Jangan lari-lari napa sih, Hir. Kalau perutmu ada Bang Wira kecilnya gimana? bahaya tahu." Goda Anisa sambil memeluk sahabatnya.     

"Kalian curang ya. Udah mau menikah, tapi aku ga dikasih tahu." Mahira cemberut dan dari belakang ada Aydin yang merangkulnya.     

"Udah donk, Dek. Yang penting sekarang kamu kan sudah tahu. Ayo Bang Edo, Anisa silakan masuk."     

Merekapun duduk di atas karpet bersama-sama. Edo dan Anisa tentu menjadi pusat perhatian. Apalagi Mahira yang merasa tidak tahu apa-apa tentang sejauh mana hubungan mereka.     

"Bagaimana sudah ketemu, Nis?" tanya Pak Wahyu pada Anisa.     

"Belum Pak Wahyu. Saya masih mencarinya." Tiba-tiba wajah Anisa berubah sendu.     

***     

Bang Edo dan Anisa udah tancap gas aja ya. :beaming_face_with_smiling_eyes::beaming_face_with_smiling_eyes:     

Tapi apa yang membuat Anisa sedih?     

Tunggu kelanjutannya ya.:smiling_face_with_heart-eyes::smiling_face_with_heart-eyes:     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.