CALON IMAM PILIHAN ABI (END)

MENJELANG HARI BAHAGIA



MENJELANG HARI BAHAGIA

0Edo sangat terpukul setelah tahu bahwa gadis yang ia cintai selama ini kemungkinan adalah adik kandungnya. Kebetulan memang ada di dunia ini. Tapi bagi Edo, Mahira dan Aydin adalah bukan suatu kebetulan. Pria itu hanya bisa menyimpan lukanya sendiri. Tidak berani mengatakan yang sebenarnya pada ibu dan ayah tirinya ataupun neneknya.     

Setelah kedua orangtuanya pergi, Edo duduk di mushola pesantren. Dia menunduk menahan tangis. Sejak kecil dia selalu dihadapkan pada kenyataan yang berat. Apalagi sejak dia masuk ke dunia preman. Dia hanya tahu warna hitam. Hidupnya tidak pernah berwarna. Dan semua berubah sejak ia kenal Mahira. Dia seolah memiliki pelangi dalam hidupnya.     

Edo membaca berulang kali kertas yang bertuliskan nama lengkap adiknya dan calon suaminya. Edo tahu nama Wira adalah Aydin Wira saat ia bertemu resepsionis di kantor Wira waktu itu. Sedangkan nama langkah Mahira ia tidak tahu. Berharap nama lengkap Mahira bukan yang ada di kertas ini.     

Edo merogoh sakunya. Dia mengambil ponsel lalu membuat panggilan pada Andri.     

"Halo Ndri.. tolong kasih nomornya Anisa ya. Lo punya kan?"     

"Iya, Do. Gue punya. Habis ini gue kirimin."     

"Oke makasih." Tak butuh waktu lama, kontak Anisa telah sampai di ponselnya. Dengan cepat ia menghubungi gadis itu.     

"Halo, Assalamualaikum." sapa seorang gadis di ujung sana.     

"Waalaikumsalam, Anisa. Sorry gue ganggu lo."     

"Siapa ini?"     

"Edo, Nis."     

"Eh Bang Edo. Ada apa Bang? tumben telpon aku?"     

"Nis, aku mau nanya nama lengkapnya Mahira siapa ya? kamu pasti tahu kan?"     

"Iya bang, aku tahu. Namanya Ghaziya Mahira Kazhima,"     

tut tut tut.... Edo tak sanggup lagi mendengar kenyataan ini. Dia menutup telponnya sepihak. Sekarang sudah Jelas dan tidak salah lagi. Ternyata gadis yang selama ini ia cintai adalah adik kandungnya sendiri.     

"Astagfirullah.. Ya Allah ampuni hamba." Edo membenamkan kepalanya di antara kedua tangannya yang menekuk. Matanya terpejam mengingat betapa selama ini dia telah melakukan kesalahan. Mampukah dia melupakan semuanya setelah nanti dia akan berhadapan dengan kenyataan bahwa Mahira adalah adiknya? tadinya ia pikir menjauh ke pesantren adalah untuk menghindari Mahira. Tapi tenyata mulai esok hari, dia akan sering bertemu lagi dengan Mahira. Adik kandungnya.     

"Ya Allah tolong bantu hamba membunuh perasaan ini, Ya Rabb." Edo menangis. Edo yang selama ini selalu terlihat kuat dan garang, kini tak lebih dari seorang lelaki yang rapuh. Amat rapuh.     

"Kamu kenapa Nak Idris?" sapa seorang ustadz yang mengajar di pesantren itu. Edo mendongak saat Ustadz itu menegurnya.     

"Oh.. Maaf ustadz." Edo mengusap airmatanya kasar.     

"Ada apa? koq sampai menangis begini?"     

"Tidak apa-apa Ustadz. Hanya ingin menangis saja."     

"Menangis karena sedih atau karena bahagia, Nih?"     

"Bahagia ustadz."     

"Alhamdulillah jika karena kebahagiaan. Tapi jika karena kesedihan, semoga Allah segera mengangkat kesedihanmu dan menggantinya dengan kebahagiaan."     

"Aamiin.. Ustadz, bagaimana caranya agar kita bisa ikhlas?"     

"Ikhlas itu artinya adalah melakukan sesuatu dengan tulus dan hanya mengharap ridhonya Allah. Ikhlas itu mudah diucapkan tapi sulit untuk dilakukan, Nak Idris. Contoh ketika kita salat harus ikhlas karena Allah. Tapi kenyataannya apa kita bisa benar-benar ikhlas karena Allah? belum tentu. Karena kadang kita shalat ada keinginan biar dipuji orang, kadang salatnya tidak khusyu' karena masih memikirkan dunia dan sebagainya. Begitupun dengan ikhlas saat kita bersedekah. Ketika tangan kanan memberi, tangan kiri tidak boleh tahu. Itulah ikhlas. Jadi agar kita bisa ikhlas, kita harus berusaha melakukan segala sesuatu karena Allah."     

"Lalu kalau kita punya masalah, biar ikhlas harus bagaimana, Ustadz?"     

"Sepertinya Nak Idris ini sedang ada masalah ya? begini Nak, saat kita diberi kebahagiaan kita bersyukur. Saat kita diberi kesusahan, kita harus yakin. Bersama kesusahan pasti ada kemudahan. Jadi saat kita punya masalah yang terasa sangat berat, mengadulah pada Allah, berserah dirilah. Ketenangan yang kamu dapatkan setelahnya itulah berarti kamu telah ikhlas. Percayalah, Nak. Setiap masalah pasti ada jalan keluarnya. Minta petunjuk terus sama Allah. Jangan putus berdoa."     

Edo mendengar dengan penuh perhatian. Dia tahu dia belum maksimal untuk meminta keikhlasan. Sekarang dia sadar bahwa semua yang terjadi pada dirinya adalah ketentuan Allah. Itu artinya Allah sudah menyiapkan solusi. Jadi buat apa lagi dia meratapi? lebih baik sekarang dia mendekat pada Allah agar diberi keikhlasan. Mungkin berat tapi harus dicoba. Karena sekarang apapun alasannya, dia tetap tidak akan bisa bersama dengan Mahira. Justru dia harus menerima agar kelak dia bisa melindungi adiknya.     

****     

Hari yang dinanti pun tiba. Pagi-pagi sekali Mahira sudah harus mandi dan dirias oleh penata rias. Jangan ditanya dia bisa tidur apa tidak semalam? jawabannya adalah dia tidak bisa tidur. Bahkan calon pengantin wanita itu kini memiliki kantong mata hitam seperti mata panda.     

"Mbak Mahira pasti semalaman tidak tidur ya?" tanya salah seorang penata rias yang lebih suka dipanggil MUA itu alias Make Up Artist. Ada tiga orang yang membantunya mempercantik diri. Jika kebanyakan pengantin itu ikut andil untuk memilih baju penganting, undangan bahkan riasan. Lain halnya dengan Mahira yang sama sekali tidak mau terlibat dengan semua itu. Dia memilih menerima apa yang sudah disiapkan oleh keluarganya.     

"Mbak Mahira koq diam saja? apa tidak senang dengan pernikahan ini? dijodohkan ya mbak?"     

"Sudah mbak ayo cepat dandani sayan Biar hari ini cepat selesai," ucap Mahira tanpa ada senyuman di wajahnya.     

"Mbak, senyum donk. Nanti kalau difoto sama suami keliatan jelek lho," penata rias itu terus menggoda Mahira. Gadis itu hanya mendengarkan saja. Tidak ada niat untuk menanggapi.     

Kurang lebih dua jam untuk menyelesaikan semuanya. Dan seperti inilah Mahira saat ini. Cantik bak seorang putri. Dia yang memang dasarnya sudah cantik, tambah polesan MUA terkenal membuatnya semakin menawan. Tinggal menunggu waktu sang mempelai pria mengucapkan ijab qabul.     

"Mahira, kamu cantik sekali, Nak." ucap Hanum dan Aida saat masuk ke dalam kamar pengantin. Kamarnya juga kini sudah di tata dengan cantik. Seperti memang dipersiapkan untuk pasangan pengantin baru. Mahira memakai Dress warna putih seperti gaun princess.     

     

Umi Hanum memeluk Mahira dengan erat. Untuk pertama kalinya dia akan melepas anaknya. Hanum menangis dipelukan Mahira. Aida berusaha menenangkan. Mahira pun tak kuasa membendung airmatanya. Kini dia benar-benar menyerah dengan pilihan orangtuanya. Meski sebenarnya dia marah dan ingin sekali melarikan diri, tapi akhirnya dia tetap tidak berani melakukan itu. Ia tidak ingin melukai perasaan kedua orangtuanya.     

"Sudah Mi. Jangan nangis lagi. Mahira malah sedih kalau umi seperti ini."     

"Nak, yakinlah bahwa yang kami pilihkan untukmu InsyaAllah terbaik untukmu. Jangan benci kami ya, Nak."     

"Mahira sedih Mi, karena tidak bisa memilih sendiri siapa yang Mahira suka. Tapi sekarang Mahira berusaha ikhlas, Mi. Kalau memang ini yang terbaik, Mahira akan menerimanya dan akan berusaha mencintai suami Mahira nanti."     

"Kamu akan mendapat banyak kejutan hari ini, Nak. Kamu pasti akan bahagia." Ucap Aida yang sedang ingin membuat Mahira penasaran.     

"Kejutan apa Umi?"     

"Lihat saja nanti, Nak. Umi yakin kamu akan menjadi pengantin yang paling bahagia." Hanum dan Aida saling melempar senyum. Sedangkan Mahira masih tampak kebingungan dengan ucapan Umi Aida.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.