CALON IMAM PILIHAN ABI (END)

BERTEMU ADIK IPAR



BERTEMU ADIK IPAR

0Edo dan Nuriyah telah mempersiapkan diri sedari tadi. Mereka akan ke tempat akad nikah dengan menggunakan taxi. Lokasi akad nikah berada di rumah Wahyu. Semalaman Edo tidak bisa memejamkan matanya. Begadang memang menjadi hal yang biasa dia lakukan. Tapi kali ini dia begadang dengan cara yang lain yaitu bertaqarrub pada Allah. Dia melakukan salat taubat, shalat tahajud dan berdzikir di sepanjang malamnya.     

Edo tidak menyangka jika Mahira adalah adik kandungnya. Adik yang selama ini dia rindukan. Lalu apakah yang dia rasakan saat ini adalah cinta? atau kasih sayang antara abang dengan adiknya. Entahlah. Edo tidak mengerti dengan perasaannya sendiri. Dia tidak tahu apa bisa menghadapi hari esok? hari dimana dia akan menjadi wali bagi adik perempuannya.     

"Kenapa melamun, Dris?" tanya Nuriyah saat mereka kini di dalam mobil dalam perjalanan menuju ke rumah Wahyu.     

"Tidak apa-apa, Nek."     

"Sepertinya kamu kurang istirahat ya tadi malam?" Nuriyah melihat Edo dari tadi sering menguap dan wajahnya terlihat kusut.     

"Iya, Nek. Tadi malam aku tidak bisa tidur, Nek."     

"Kenapa? kamu tidak sabar bertemu adikmu ya? Pasti dia sangat cantik ya, Dris."     

"Iya, Nek dia sangat cantik."     

"Koq kamu tahu? kamu pernah bertemu dengannya?"     

"Eh.. maaf Nek, belum pernah. Aku hanya menebak saja. Kalau aku saja bisa ganteng begini, adikku juga akan jadi cantik kan Nek?" hampir saja Edo keceplosan. Lalu tiba-tiba saja dia punya ide untuk mengalihkan.     

"Iya betul juga. Nenek saja kaget waktu melihatmu pertama kali. Kamu sangat mirip dengan almarhum ayahmu. Sangat tampan. Dan Mungkin Ziya sekarang juga cantik ya. kalau dia mirip ibunya."     

"Mungkin juga, Nek." Edo menggenggam kertas berisi nama lengkap adiknya dan calon suaminya.     

"Kita sudah sampai Nek," ucap sopir taxi online menyela pembicaraan mereka.     

"Oh ya Pak?" Nuriyah melihat mobil berjajar di sepanjang jalan rumah Wahyu.     

"Maaf ya. Nek. Saya tidak bisa mengantar sampai depan rumah, karena jalanya tidak bisa dilewati satu mobil." sopir itu menghentikan mobilnya tak jauh dari rumah Wahyu. Jalan di kanan dan kiri rumah Wahyu sudah dipenuhi mobil.     

"Iya Pak tidak apa-apa. Kami jalan kaki saja. Lagipula juga deket koq." Edo menjawab sopir itu. Setelah membayar, Edo dan Nuriyah turun lalu berjalan kaki menuju ke rumah ayah tirinya itu. Rumah yang sangat besar.     

"Besar sekali rumahnya ya, Dris?" ini adalah kali kedua Nuriyah datang ke rumah itu. yang pertama ketika dia mengantarkan Hanum waktu awal menikah dengan Wahyu. Dan setelah itu, Wahyu dan Hanum yang lebih sering mengunjunginya ke pesantren.     

"Iya, Nek. Ayo masuk, Nek." Rumah Wahyu sudah ramai. Mungkin sodara-sodara mereka yang hadir. Edo melihat Wahyu bercengkrama dengan seseorang di teras rumah.     

"Eh.. Ibu, Idris sudah datang." Wahyu langsung menghampiri Idris dan Nuriyah. "Mari masuk Bu, Nak Idris."     

"Iya Abi." Edo memang disuruh Nuriyah membiasakan diri memanggil Wahyu dengan sebutan Abi dan Hanum dengan sebutan Umi.     

Mereka berdua mengikuti Wahyu masuk ke dalam rumah mereka yang sudah tertata dekorasi untuk akad nikah. Serba putih dan pink. Edo mengedarkan pandangannya. Dia belum melihat adiknya.     

"Waktu akad masih setengah jam lagi. Kamu mau menemui adikmu sekarang, Dris?" tanya Wahyu sambil merangkul putra tirinya itu.     

"Tidak Abi. Nanti saja kalau Diya sudah selesai ijab qabul." Edo memang sengaja tidak menemui Mahira dulu. Dia takut akan berubah pikiran jika bertemu dengan wanita yang pernah dicintainya itu. Dia sudah berdamai dengan dirinya sendiri. Dia ingin menikahkan adiknya dulu baru menemuinya. Baginya itu lebih baik.     

"Ya sudah kalau begitu. Ayo temui Umimu. Kamu harus berganti pakaian yang sama seperti Abi. Ibu juga memakai pakaian yang sudah disediakan Hanum ya bu. Biar kita seragaman."     

"Iya, Bi."     

"Iya Nak Wahyu. Terimakasih."     

Wahyu mengantar Edo dan Nuriyah menemui Hanum. Betapa senangnya Hanum saat melihat Edo berdiri di hadapannya.     

"Mbak Aida, ini putra sulungku yang dulu hilang, Mbak," Ucap Hanum pada Aida.     

"Oh ini Nak Idris. Tampan ya." ucap Aida. Sedangkan Edo hanya tersenyum simpul.     

"Idris perkenalkan ini Umi Aida, istri pertama Abi Wahyu, Nak. Anggap juga dia ibumu ya, Nak."     

"Iya Umi." Edo menyalami Hanum dan Aida bergantian. Sebelum akhirnya dia disuruh untuk mengganti pakaian.     

"Idris dan Ibu ganti pakaian dulu ya. Nanti aku antar."     

**     

Edo kini sudah memakai Kemeja Batik dan celana bahan yang coraknya sama dengan Wahyu. Hanum sampai mendesak penjahitnya untuk membuat baju untuk Idris dalam satu hari. Dan untungnya bisa selesai subuh tadi. Dan sekarang bisa langsung dipakai oleh Edo.     

"Wah Pas sekali di tubuhmu, Nak." Hanum senang sekali melihat baju yang dia siapkan pas di tubuh Edo yang berotot.     

"Ayo kita siap-siap menyambut keluarga besan, Mi." Ajak Wahyu. Keluarga besar Wahyu sudah berkumpul untuk menyambut kedatangan keluarga besan. Edo menahan sakit di hatinya. Harusnya dia tidak seperti ini. Berulang kali ia menarik nafas panjang agar lebih rilex. Lumayan sedikit mengurangi ketegangannya.     

"Abi keluarga besan sudah datang." teriak Furqon dari luar. Sontak semua yang ditugasi menyambut tamu, berjajar rapi untuk menerima buah tangan dari keluarga besan. Barang-barang hantaran memang baru mereka bawa saat ini.     

"Assalamualaikum Ustadz Wahyu.." sapa Fajar saat tiba di depan rumah Wahyu dan disambut oleh tuan rumah. Mereka saling berjabat tangan.     

"Waalaikumsalam calon besan. Boleh kan saya panggil calon besan, Tadz?"     

"Iya boleh. Karena sebentar lagi Insyaallah kita akan jadi besan. Ya kan Aydin?"     

"InsyaAllah Abi." Aydin sudah gagah dengan Atasan Setelan baju pengantin pria berwarna putih. Tak ketinggalan peci putih di kepalanya.     

Edo melihat dengan jelas sosok Aydin yang ternyata memang benar dia adalah Wira yang selama ini ia kenal. Dalam hitungan menit, orang yang selama ini sudah ia anggap sebagai kakak malah akan menjadi adik iparnya. Dia menyesal karena sempat mengungkapkan perasaannya pada Aydin waktu itu. Apakah nanti Aydin bisa menerima semua ini? Karena ini semua memang diluar dugaannya.     

"Ayo silakan masuk. Sebentar lagi penghulu datang." Wahyu telah membicarakan posisi dirinya dengan Mahira pada keluarga Fajar. Aydin sudah tahu kalau Mahira bukan anak kandung Wahyu. Dan Mereka juga sudah tahu kalau yang akan menjadi wali Mahira adalah kakak kandungnya yang baru saja ketemu tempo hari.     

"Iya, ustadz Wahyu. Dimana kakaknya Mahira? Sudah hadirkah?"     

"Oh Idris? ada di dalam, Tadz. Ayo saya kenalkan dengan kakak kandung Mahira. Kami senang sekali akhirnya kakak kandung Mahira ketemu. Padahal kami sudah mencarinya bertahun-tahun, Tadz."     

"Semua sudah kehendak Allah, Tadz. Allahs selalu punya rencana indah untuk hambanya. Di saat Mahira mau menikah, Kakaknya yang punya hak sebagai wali akhirnya ketemu. Ini tanda kekuasaan Allah ya, Tadz."     

"Iya calon besan. Kami sangat bahagia. Alhamdulillah." Wahyu, Fajar dan Aydin mencari keberadaan Idris. Sedangkan yang lain sedang menerima dan menata barang-barang hantaran yang dibawa keluarga mempelai pria.     

Wahyu mencari Idris hingga ke tepian kolam renang. Tampak lelaki tinggi kekar itu berdiri memandangi air di kolam renang. Aydin sekilas melihat sosok yang sepertinya ia kenal. Dia berjalan semakin mendekat dengan Wahyu dan Abinya.     

"Idris, Nak. Ini calon suami dan mertua Mahira sudah datang." Edo menoleh ke suara sang Ayah tirinya. Dua pasang mata itu bertemu. Aydin benar-benar terkejut dengan semua ini. Dia hanya tahu nama kakaknya Mahira adalah Idris. Tapi yang di depannya ini adalah Edo. Laki-laki yang sangat ia kenal. Yang tempo hari mengakui bahwa dia juga mencintai Mahira.     

"Edo.." panggil Aydin pada Edo yang juga tengah menatapnya.     

"Bang Wira.." Edo tidak terlalu terkejut. Karena dia sudah tahu sebelumnya. Sedangkan Aydin terlihat sangat terkejut.     

Wahyu dan Fajar saling melihat. Mereka bertanya-tanya dengan interaksi yang terjadi antara Aydin dan Idris.     

"Kalian saling kenal sebelumnya?" tanya Wahyu.     

"Iya Abi." jawaban Edo membuat Wahyu dan Fajar Syok. Begitu banyak kejutan yang akan terjadi hari ini. Niat Wahyu yang hanya ingin memberi kejutan pada Mahira, malah dia juga kebagian kejutan hari ini dari Aydin dan Idris.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.