INDIGO

#Lukisan



#Lukisan

0Jiwa Yang Hidup Di Dalam Sebuah Karya     

-------------------     

Hari ini seperti biasa aku merapikan tempat kerjaku. Dan aku perluas, kusingkirkan banyak barang-barang. Dan ku kumpulkan jadi satu di sebuah ruangan kosong.     

Karena tempat kerja ku ini akan di jadikan tempat sementara untuk lukisan. Banyak lukisan.     

Karena akan di adakan sebuah pameran disini di tempat ini.     

Lukisannya bukan hanya satu. Melainkan pameran ini bertabuhkan seribu lukisan.     

Dari ukuran kecil hingga sagat besar.     

Tentunya yang melukis bukan aku.     

Ada seorang pelukis terkenal bernama Jasnen Jansien dia berasal dari Surabaya. Dan lukisannya sudah sangat mendunia. Karena ada lukisnnya dia yang di pajang di museum Belanda kalau gak Eropa. Hmm aku rasa begitu.     

Kami lebih kerap memanggilnya dengan sebutan ayah JJ.     

Lukisan ayah JJ ber alurkan Ekspresionis, abstrak dan lain-lain.     

Dan satu lagi, lukisannya beliau kebanyakan berbau ke arah yang mistis. Maaf tapi tidak semua, cuma beberapa saja. Kamu bisa langsung searching di Google ya lebih lengkap nya.     

Setelah lukisan datang semua anak pada sibuk menata lukisan itu di tempat kerjaku. Tempat kerjaku sangatlah luas.     

Asrama Putri di lantai dua ini masih belum di gunakan yang bagaimana. Jadi tempatnya masih longgar banyak.     

Setiap lukisan yang di bawa masuk. Aku bisa merasakan bahwa ada hawa lain di dalam beberapa lukisn.     

Hmmm gak tahu beda aja rasanya.     

Seolah lukisan itu hidup. Tidak semua, cuma beberapa lukisan saja.     

Yang paling aku rasakan hawa yang sangat aneh adalah di lukisan yang menggabarkan ada seorang perempuan yang sedang menaruh sebuah sesajen di bawah pohon.     

Jadi memang thema dari pameran ini adalah     

"BUDAYA INDONESIA"     

Jadi banyak sekali yang di gambar olehnya. Mainan Jawa, candi, sumur, orang numbuk padi, pergi ke pasar, lima agama,  dan masih banyak lagi.     

Tetapi saat ini aku hanya terfokus dengan satu lukisan ini saja.     

Tidak terlalu besar, mungkin berukuran satu setengah meter kali satu setenga meter. Jadi lebih tepatnya persegi.     

Ada seorang perempuan, yang sedang menaruh sesaji di bawah pohon dengn ada dupa nya gitu, aku rasa.     

Hmmm ku mendekati dan ingin rasanya aku menyentuhnya merasakan kasarnya cat yang ada di kanvas tersebut.     

"Kak Ejh!"     

Kurang sesenti saja aku sudah menyentuh nya. Tetapi ada yang memanggilku.     

Kubalikan badan dan melihat siapa yang memanggilku.     

"Eh, Anis ada apa?"     

Aku jawab sambil tersenyum.     

Ternyata si Anis yang memanggilku. Tumben banget.     

"Eh gak papa kak, tak kira kaka sedang ngobrol sama orang barusan!"     

Sambil melihat sekeliling.     

"Sama orang?"     

Aku bertanya kepadanya.     

"Iya kak tadi aku lihat kak Ejh sama orang gitu di depannya kaka berdiri di sebelah lukisan"     

Dia diam sebentar.     

"Hmm mungkin aku salah lihat kak. Maaf ya kak, aku duluan"     

Masih sambil melihat sekeliling dan kemudian turun pergi.     

Apa yang dia maksud?.     

Aku sama seseoarang?.     

Aku nggk lihat dia, tetapi kok Anis lihat dia. Apakah memang benar ada yang bersamaku saat ini.     

Aku berbalik badan dan melihat ke arah lukisan tadi. Hmmm aku rasa ada yang aneh.     

Kuputuskan untuk pergi ke bawah makan siang terlebih dahulu.     

"Hai kak Ejh"     

Joty menyapaku     

"Hai juga Joty"     

Aku membalasnya dengan senyuman.     

"Loh kaka sendirian?"     

Joty bertanya sambil berhenti menaiki tangga ke lantai tiga.     

"Iya kenapa memangnya?"     

"Tadi aku barusan turun, lihat kaka sama orang tadi di depan lukisan itu"     

Sambil menunjuk lukisan, tepat dimana aku berdiri tadi.     

"Siapa kak? Aku gak terlalu memastikan sih siapa dia tadi. Yang jelas kaka cuma diam dan dia juga diam juga. Habis turun ku naik eh kakak juga mau turun tapi kok sendirian. Mangkanya saya tanya"     

Joty menggaruk kepalanya sambil menunjukkan ekspresi yang kebingungan.     

"Hmm mungkin kamu salah lihat. Kaka dari tadi sendirian disini"     

Tanpa menunggu jawaban darinya, aku langsung turun menuju dapur untuk makan siang.     

Hmmm harusnya aku gak setujuin waktu mereka tanya kalau lukisan di taruh di tempat kerjaku.     

Karena aku baru menyadari bahwa ini adalah sebuah asrama. Dan tempat yang di berikan pun luas banget. Dan lantai dua ini adalah lantai yang sangat jarang di pakai.     

Jadi semakin gak jelas nih nanti.     

Semoga ini hanya perasaanku saja.     

***     

Malam ini aku lanjutkan untuk membereskan tempat kerjaku. Karena masih berantakan dengan banyaknya lukisan.     

"Iya tadi katanya ada yang gerak-gerak gitu"     

"Dia lihat, kayak cewek berbaju adat sih"     

"Iya dia cuma diam lihatin lukisan itu!"     

"Iya sekarang ada di kamar dia, iya katanya diikutin terus sama lukisannya!"     

Aku berjalan melalui lapangan sambil mendengarkan perbincangan anak-anak yang baru saja lewat di sebelahku.     

Hmmm apa maksudnya, lukisan?     

Diikutin?     

Tanpa pikir panjang aku langsung berlari menuju lantai dua asrama ke tempat kerjaku.     

Dan setelah ku lihat, yang benar saja lukisan itu sudah berpindah tempat di dinding.     

Entah siapa yang dengan iseng memasang lukisan itu di dinding.     

Diantara banyak lukisan, yang terpajang hanya ada satu lukisan saja.     

Yaitu lukisan seorang perempuan di bawah pohon, yang membawa sesajen.     

Dan lukisan itu yang sejak pertama aku ragukan dari kedatangannya.     

Siapa yang mamasang ini di dinding?     

Sambil bergumam aku mencoba untuk melepaskan lukisan itu dari dinding.     

"Kak, Ejh tolong kak. Si Anis nangis terus di kamarnya!"     

Belum sempat aku menyentuh lukisan itu, satu anak datang kepadaku dan meminta bantuanku untuk melihat si Anis di kamarnya. Yang dari ceritanya katanya si Anis bertingkah aneh, sejak lepas dari lantai dua tadi sore pas maghrib.     

-----------------     

Dia datang...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.