INDIGO

#Rumah Pacitan



#Rumah Pacitan

0Disaat Nasehat Sudah Tidak Di Hiraukan, Bencana Datang Pun Tidak Pakai Permisi     

-------------------     

Karena di Pacitan banyak sekali Pantai Dan Goa, jadi aku sudah plankan untuk mengunjungi ya setidaknya salah berapanya dari pantai yang ada di Pacitan.     

Malam ini adalah sesi pengenalan dengan lingkungan sekitar. Rumah dan toko ini lumayan besar, 3 lantai.     

Lantai pertama untuk jualan pastinya di area depan, terus dapur juga di bawah dan ada kamar mandi juga di sebelah dapur.     

Lantai dua adalah kamar, ada dua kamar di sisi ruangan lebar di lantai dua ini.     

Yaitu kamar tamu dan kamarnya Bunda. Bunda tidur bersama dengan dua anaknya yang masih kecil seumuran SD gitu ada si Gerry dan Ellen.     

Nah sekilas tadi waktu naik ke lantai dua, di pertengahan tangga antara lantai satu dan dua ada sebuah pintu yang mengarah ke luar dan tidak tertutup kumelihat ada tangga rapuh yang berada di luar ruangan. Aku rasa itu adalah jalan menuju ke lantai tiga.     

Tapi rasanya besok saja aku check.     

Sekarang aku berada di tengah-tengah ruangan dari lantai dua. Dan melihat ke arah luar balkon ada sebuah jalan kecil menuju sebuah tempat yang terpisah dari ruangan lantai dua. Ku lihat dari jauh bahwa di sana ada sebuah ruangan yang terkunci dan tidak terpakai.     

Tap.. Tap.. Tap..     

Yang niatnya aku mau turun tangga untuk makan malam, langsung menoleh ke arah di mana sebelumnya tadi aku lihat. Yaitu ruangan yang terkunci di seberang lantai dua.     

Aku mendengar suara tapak kaki berlarian menuju ke sebelah sana. Tapi aku tidak melihat sosok hantu atau salah satu dari mereka di sana.     

Ku pandangi dengan lama ruangan itu,     

Tap.. Tap.. Tap..     

Aku menoleh ke arah samping kananku, lebih tepat nya di tengah-tengah ruangan lebar lantai dua ini.     

Ku lihat sosok anak kecil berlarian menyeberangi ruangan.     

Aku rasa dia yang tadi sore melihatku datang.     

Aku mencoba untuk biasa saja. Karena aku tahu bahwa daerah sini adalah daerah baru bagiku. Yang dimana aku bertamu, jadi lebih baik aku sopan terhadap tempat yang belum sepenuhnya aku kenal ini.     

Tanpa pikir panjang aku langsung turun tangga dan menuju ke dapur untuk menikmati makan malam.     

"Ehhh Anakku sayang, ayo makan dulu . Ini udah di Bunda belikan sate!"     

"Ahhh iya Bunda makasih"     

Sambil mengambil kursi untuk duduk.     

"Bunda sengaja beliin sate, soalnya bunda gak tahu kalau kak Ejh mau kesini. Gak masak soalnya hehehe"     

Tambah Bunda.     

Memang sih plan nya kan kasih surprise heheh, mangkanya gak info dulu waktu kesini.     

Ku putarkan kepalaku melihat sekeliling mengabsen seluruh sudut di dapur ini. Mataku terhenti saat ku melihat ada sebuah tangga yang berada di pojokkan.     

Tangga ini berbeda dengan tangga jalur untuk naik ke lantai dua. Ini tangga nya ditutup, pada intinya rasanya tidak ada orang yang boleh naik kesitu.     

"Bund, itu tangga naik kemana?"     

Aku bertanya karena penasaran.     

"Oh, itu. Itu tangga naik ke lantai dua, tapi beda ruangan. Sekarang ruangannya gak di pake jadi gak di pake akses jalan lagi!"     

Jelas Bunda.     

"Ayo di makan dulu, bunda manggil Zahid dulu di depan"     

Tambah Bunda.     

Aku hanya menganggukan kepala mengiyakan apa yang bunda katakan.     

"Hai Mas!"     

Aku menoleh ke belakang pada saat ada yang menyapaku.     

"Hai, sini-sini. Udah kenal belum sama kakak?"     

"Mas Ejh to, Gerry tahu kok di ceritain sam cicik Tirza!"     

Jelasnya singkat.     

"Iya heheh"     

Dia adiknya Tirza yang paling terakhir, alias si bungsu. Dia gak malu-malu langsung duduk di pangkuanku, melihatku dengan sangat lama. Gak tahu apa yang dia lakukan, tapi intinya dia suka dengan aku. Suka karena aku juga orangnya perhatian sama anak kecil.     

Aku tidak melihat kakak nya Gerry di sekitar dapur, ya yang namanya Ellen. Si Tirza sama Zahid sempat bercerita sedikit sih tentangnya. Dimana Ellen ini adalah anak yang paling rewel dan paling manja hehehe. Ya nanti aja kalau ketemu sama dia.     

"Kak Habis makan kita keluar ya jalan-jalan!"     

Ucap Zahid yang tiba-tiba nongol dari sebelah pintu.     

"Ahh ok sip!"     

***     

Kami semua makan di dapur bersama, dan aku juga baru pertama kali bertemu dengan Bapaknya Zahid. Aku tidak berani memandangnya terlalu lama, karena aku merasakan aura yang sangat besar di orangnya.     

Pada waktu makan malam aku hanya banyak ngobrol dengan bunda dan Gerry dan Ellen ini selalu lengket sama Bapak. Ya aku tadi ngajak ngobrol sih tapi gak banyak, ya anaknya enak juga. Ngomong-ngomong jarak usia Ellen dan Gerry ini lumayan dekat jadi kalau di lihat kayak seumuran.     

"Kak Ayo! Tak ajak ke Alun-alunnya Pacitan"     

Aku tersenyum dan menganggukan kepala.     

"Oh, kak Ejh sama Zahid mau keluar to. Hid ajak muter-muter pokoke biar kak Ejh tahu seluk beluk Pacitan"     

Tambah Bunda.     

"Hahah okay Bunda!"     

"Kak Helmnya"     

Zahid memberikan aku helm, dan asal kamu tahu aja aku paling gak suka yang namanya pakai Helm. Ya gini terpaksa pakai, dari pada kena tilang hehe.     

Aku berangkat bersama dengan Zahid menuju ke alun-alun Pacitan.     

Udara di Pacitan itu panas sedang-sedang dingin gimana gitu.     

"Hid jauh gak?"     

"Gak kak, bentar lagi sampai"     

Kumelihat banyak sekali lampu yang bersinar. Dan sudah terpampang dengan jelas sebuah tulisan "Alun-Alun Pacitan"     

Aku sama Zahid parkir di bagian pojok dari alun-alun ini.     

Gila, tempatnya sangat luas. Banyak sekali jajanan di pinggir dari alun-alun ini.     

Dan sangat ramai juga. Ramai orangnya dan ramai 'Merekanya'.     

"Kak kita duduk sini ya, sekalian nunggu Mas ponakan ku. Katanya mau datang sini soalnya."     

"Ok"     

Sambil menunggu aku dan Zahid memesan tahu bakar.     

Tapi di saat yang gak pas pula, aku kebelet kencing.     

"Hid, toilet dimana?"     

"Ah, itu kak di tengah alun-alun. Ada pohon beringin yang besar itu, nah disitu!"     

Jelas singkat Zahid.     

"kaka tinggal bentar ya"     

"Ok, ok"     

Aku berjalan perlahan menuju toilet. Karena tempatnya sangatlah luas, jadi aku jalan sambil menikmati suasana yang ada.     

"Ejh..."     

"Ya.."     

Kuberputar melihat sekeliling. Siapa yang barusan manggil aku.     

Atau hanya perasaanku aja, tapi aku beneran denger kok. Siapa yang manggil aku barusan. Anehnya cuma sekali aja dia manggil aku.     

Aduh, dari pada riuh disini aku putuskan untuk lanjut berjalan.     

Di sepanjang perjalanan aku tidak bisa lepas untuk lupa siapa yang memanggil ku barusan, bukan Ejh kalau tidak kepikiran hal itu.     

Anehnya mengapa cuma sekali, atau hanya perasaanku aja?.     

Ku lihat pohon beringin yang sangat besar di hadapanku. Ya memang besar dan banyak sekali penghuninya.     

Aku tidak bisa bayangkan kalau seumpama pohon ini ditebang. Pasti pada riuh alun-alun ini nantinya.     

Aku memalingkan pandangan, pada saat ada sesosok perempuan melihat ke arahku...     

---------------------     

Jangan Diremehkan     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.