INDIGO

#Sebuah Rawa-Rawa



#Sebuah Rawa-Rawa

0"Aku adalah jiwa yang tidak terikat, dan aku berada di mana-mana!"     

-------------------     

Aku langsung duduk di kamar Zahid dan diam, sambil merapikan barang-barangku.     

Tak lama kemudian Zahid datang bersama dua orang ke dalam kamar.     

"Kak ini kaka Pembinaku"     

Jelas Zahid sambil menunjuk ke Dua orang yang berada di sebelahnya.     

"Halo, saya Ejh. Kakaknya Zahid"     

Jelasku singkat.     

"Mirip ya kalian berdua"     

Tambah salah satu dari kedua orang itu.     

Aku gak tahu namanya siapa. Yang jelas ada yang muda dan agak berumur. Mungkin dua puluhan keatas.     

Dan yang aku pikirkan lagi adalah, saat aku berjabat tangan dengan kedua orang itu. Mereka berdua sama sekali tidak bisa ku baca.     

Yang lebih tua memiliki aura yang lebih tinggi, emm maksudku auranya dia lebih kuat. Tapi aku tidak tahu kelebihan macam apakah yang dimilikinya.     

Yang satunya, memiliki aura yang kuat juga tapi tidak sekuat dengan yang kaka satunya tadi.     

Aku kembali duduk di sebelah tasku, sambil menge-Charge Handphone ku.     

Disini suka pelihara kucing jadi ya ada kucing dimana-mana.     

Tidur pun bersebelahan dengan kucing.     

Kusandarkan kepalaku ke tembok, sambil mendengarkan anak-anak Yang sedang membacakan alunan merdu lantunan Al-qur'an.     

Ku pejamkan mata perlahan, dan meresapi segala sesuatu yang berada disini.     

Yang ada di pikiranku hanyalah Air.     

Air     

Air     

Dan Air.     

Tidak tahu kenapa, seolah seluruh pesantren ini adalah air. Apa maksudnya?     

Aku memejamkan mata dan mencoba masuk lebih dalam.     

Lantunan ayat Al-qur'an yang di bacakan oleh anak-anak pun sayup-sayup mulai lirih di telingaku.     

Semakin berat kurasakan menahan mataku.     

Akhirnya aku menyerahkan diri kepada gelap yang menghampiri ku.     

.     

.     

.     

Semua sunyi...     

Yang terdengar di telingaku hanyalah tetesan air yang menetes perlahan demi perlahan.     

Ku buka mataku.     

Dan semuanya silau, kusipitkan mataku dengan seberkas cahaya yang masuk.     

Dari semuanya putih, lama kelamaan menjadi jelas yang kulihat.     

Air.     

Aku berada di tengah-tengah air yang membentang begitu luas...     

Lebih tepatnya rawa-rawa.     

Aku berdiri di atas daun teratai besar yang mengapung di tengah-tengah rawa ini.     

Teratai ini bukan hanya satu, melainkan banyak sekali terapung di rawa-rawa ini...     

Bukan hanya teratai, melainkan enceng gondok juga ada.     

Kulihat sekeliling, semuanya luas. Dan belum aku melihat adanya daratan di tepi rawa ini.     

Aku mencoba berpindah dari daun teratai yang satu ke yang lainnya dengan perlahan.     

Aku tidak tahu mau kemana, yang penting aku tahu bahwa sekarang aku sedang berada di mimpi dan meditasiku.     

Aku sadar dan aku ingin mengetahui apa yang sebenarnya ingin di tunjukkan oleh tempat ini.     

Mungkin bagi kamu ada yang sudah gak asing dengan pondok pesantren yang di diami oleh Zahid.     

Namanya adalah     

Ponpes Majma'al Bahrain     

Yang berada di Jombang.     

Dan salah satu tokoh yang sangat berpengaruh di pondok tersebut adalah kyai Muchtar.     

Tetapi aku hanya mengetahui beliau dari fotonya saja, tidak bertemu secara langsung.     

"Kesinio!"     

Aku menoleh ke segala arah saat mendengar kata tersebut. Suara itu menggema di kepala dan telingaku.     

Untuk siapakah itu di tujukan.     

Kalau memang untukku, tapi jalan yang mana harus ku tuju.     

Suara yang belum jelas terdengar dari arah mana.     

Aku lanjutkan berjalan di daun-daun lebar teratai ini.     

"Datanglah!"     

Suara itu muncul kembali, dan lagi-lagi aku tidak tahu dari mana sumbernya.     

Dan sekilas dengan cepat aku melihat cahaya putih melesat di dalam air, tepat di mana aku berdiri sekarang.     

Cahaya itu bergerak lambat.     

Bentuknya tidak terlalu jelas, karena di dalam air.     

Ku putuskan untuk berjalan mengikuti cahaya itu.     

Aku melompat perlahan tapi pasti, agar tidak terlalu jauh tertinggal oleh cahaya itu.     

Hmmm bentuknya seperti selendang yang memanjang bergerak dengan sangat tenang di kedalaman air.     

Sudah lumayan lama aku mengikuti cahaya itu.     

Tetapi aku rasa tidak berpindah sama sekali.     

Aku berhenti sejenak.     

Kulihat sekeliling, dan yang benar saja.     

Dari tadi aku berada di tempat yang sama, tempat pertama kali aku berdiri membuka mata.     

"Dengarkan aku, datang padaku!"     

Suara itu muncul lagi.     

Tapi kali ini aku hanya diam.     

Aku duduk bersila di atas daun teratai ini.     

Menarik nafas dalam-dalam. Mencoba merilekskan pikiran.     

Cahaya yang tadinya bergerak, sekarang hanya diam berputar tepat di bawahku.     

"Datanglah padaku!"     

"Siapakah kamu?"     

Ku beranikan diri untuk bertanya pada siapapun yang mencoba mengajakku berkomunikasi.     

"Aku adalah jiwa yang tidak terikat, dan aku berada di mana-mana!"     

"Jiwa yang tidak terikat?"     

Apa maksudnya?     

Aku bingung lantas aku tanyakan padanya.     

"Aku adalah jiwa yang tidak terikat, dan aku berada di mana-mana!"     

"Aku adalah jiwa yang tidak terikat, dan aku berada di mana-mana!"     

"Aku adalah jiwa yang tidak terikat, dan aku berada di mana-mana!"     

"Aku adalah jiwa yang tidak terikat, dan aku berada di mana-mana!"     

Ku pejamkan mataku dan mengangkat kedua tanganku untuk menutupi telingaku.     

Dia hanya menjawab dengan jawaban yang sama, dan di ulangi sudah banyak kali.     

Ada apa ini?     

Daun teratai yang ku duduki tiba-tiba sedikit demi sedikit tenggelam ke dasar rawa ini.     

Air rawa ini sudah berada di dadaku.     

Aku putuskan untuk tetap diam, dan tidak mengambil tindakan apapun.     

Karena biasanya di saat aku ingin kembali ke dunia nyata, aku harus mengikuti apa yang terjadi di dunia mimpi.     

Tapi aku juga harus mengontrol agar tidak terbawa teralu jauh ke dalam dasar mimpi.     

Air ini sekarang sudah berada tepat di leher ku.     

"Aku adalah jiwa yang tidak terikat, dan aku berada di mana-mana!"     

"Aku adalah jiwa yang tidak terikat, dan aku berada di mana-mana!"     

"Aku adalah jiwa yang tidak terikat, dan aku berada di mana-mana!"     

Dan suara itu masih mengungkap hal yang sama. Aku malah semakin tidak mengerti apa yang dia maksudkan.     

Dia adalah jiwa yang tidak terikat, dan dia berada di mana-mana.     

Nah itu apa maksudnya. Aku masih sulit mencerna kalimat tersebut.     

Air rawa ini sudah berada pas di hidungku saat ini.     

Aku tidak bisa bernafas.     

Meskipun dalam mimpi, rasanya hampir sama dengan kenyataan.     

Dadaku semakin sesak dan aku semakin tenggelam ke dasar rawa.     

Tidak bisa aku bernafas.     

Sulit sekali.     

Dan badanku juga kaku tidak bisa ku gerakkan sama sekali.     

Ku coba hembuskan nafas dengan keras, tetapi sama saja. Aku tidak bisa bernafas.     

Yang tadinya aku rileks dan santai. Sekarang panic merasuk ke dalam otakku.     

"Bangunlah, sekarang!"     

Suara itu muncul lagi, dengan bersamaan aku melepaskan nafas dengan kencang...     

Aku terbangun     

Ku gerayangi Handphone ku. Ku lihat jam yang berada di Handphone ku menunjukkan pukul 00.23 Am.     

Lama sekali aku mimpi dan bermeditasi.     

"Keluarlah, ikuti suaraku!"     

Aku langsung duduk tegak, saat mendengar suara itu muncul lagi di saat aku sudah sepenuhnya sadar.     

"Keluarlah, ikuti suaraku!"     

Aku melihat sekeliling. Tapi nihil, tidak ada sama sekali.     

Orang-orang yang berada di kamar ini, juga sudah tidur semua.     

"Keluarlah, aku di berada di depan"     

Aku langsung spontan melihat ke arah korden jendela yang tertiup angin.     

Aku diam sejenak.     

Aku yang tadinya duduk, sekarang perlahan mengambil posisi untuk tidur.     

Zahid dan kedua kakak-kakak yang berada di dalam kamar ini tertidur dengan sangat pulas.     

Ku tarik selimut dan ku pakai perlahan.     

"Aku adalah jiwa yang tidak terikat, dan aku berada di mana-mana!"     

Dan kalimat itu terulang kembali.     

Kututupi telingaku dan ku pejamkan mataku.     

Aku tidak menghiraukan nya.     

"Aku adalah jiwa yang tidak terikat, dan aku berada di mana-mana!"     

Tiba-tiba lampu di kamar ini padam.     

Korden jendela yang berwarna krem dan tertembus cahaya dari luar membuat sebuah siluet berbentuk orang di depan kamar ini.     

"Aku adalah jiwa yang tidak terikat, dan aku berada di mana-mana!"     

Ku pejamkan mataku erat-erat dan kurapatkan badanku ke Zahid.     

Ku mengintip dari sela-sela selimut yang ku pakai.     

Siluet bayangan di korden itu masih ada.     

"Hid, Zahid. Bangun Bentar Hid!"     

-------------------     

Aku tidak nyaman pergi jauh dari rumah...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.