INDIGO

#Kerasukan



#Kerasukan

0Tindakkan adalah Hal Yang Harus di Utamakan     

--------------------     

.     

.     

.     

Selama aku kerja disini, pembangunan di tempat ini semakin bertambah.     

Dan banyak sekali tempat yang dulunya hutan alias tempat yang tidak terpakai. Sekarang sudah didirikan beberapa bangunan-bangunan besar.     

Dan bangunan yang sedang di bangun belum benar-benar selesai.     

Jadi kalau malam lewat di depan atau samping-samping bangunan ya agak gimana gitu.     

Aku sedang duduk termenung di samping lapangan. Sambil melihat beberapa anak yang sedang latihan. Latihan tarian bertemakan hip hop yang baru saja aku ajarkan kepada mereka.     

Gak semua ikut kelasku hari ini. Karena kebanyakkan yang anggota osis sedang melaksanakan kegiatan MOS.     

Karena bertepatan dengan hari ini juga di adakan kegiatan MOS untuk murid baru di sekolah gratis ini.     

"Kak, coba lihat sekali lagi ya kak! Kita mulai dari awal gerakkanya"     

"Kak!"     

Teriak salah satu anak, yang berhasil membuyarkan lamunanku.     

"Ah okay"     

Ku jawab singkat, dan ku putar lagu dari Handphone  yang ku sambungkan dengan Speaker.     

Ku amati pergerakkan dari mereka. Mereka ya, hanya empat anak saja yang ikut bergabung. Sebenarnya banyak.     

"Ulang, kamu!"     

Sambil ku menunjuk anak yang kumaksud     

"Saya kak?"     

Odi angkat bicara     

"Bukan, tapi belakangmu Di!"     

"Oh,saya iya kak maaf"     

Terkaget sambil mencoba membenarkan gerakannya.     

Odi menghampiri dan mengajari gerakkan yang kumaksud kepada adik kelasnya.     

Aaaaaaahhhhhh     

Seketika, aku menoleh ke arah dimana jeritan itu muncul.     

Bukan aku saja, melainkan semua anak yang berada di lapangan menoleh seketika.     

Baru saja aku menoleh sudah ada salah satu anak berlari ke arahku.     

"Kak, tolong kak si dia kesurupan!!! Tolong kak!!!"     

Datang sambil ngos-ngosan.     

"Eh, tenang dulu. Siapa yang kamu maksud?"     

Aku mencoba menenangkannya     

"Si Dara kak dia kesurupan di aula pembahasan MOS!"     

Sambil menarik tanganku dan aku pun terpaksa ikut berlari bersamanya menuju ke tempat kejadian.     

Ku tinggalkan anak yang sedang latihan di lapangan.     

kulihat Odi dan lainnya ikut berlari juga, tetapi kuisyaratkan kepada mereka untuk tidak ikut.     

Setelah agak lama berlari akhrinya sampai.     

Dan sekarang aku sudah berada di depan aula. Ku melihat banyak sekali murid baru yang berbisik-bisik. Mereka ada juga yang ketakutan, karena melihat dan mendengar jeritan dari Dara.     

Aku meminta kepada salah satu panitia MOS agar tetap menjaga murid baru tetap berada di dalam aula.     

"Jangan sampai ada yang keluar dari Aula!"     

"Siap kak"     

Aku bergegas menuju ke samping aula, dimana Dara sudah di kerubuni banyak sekali orang.     

"Keluarlah, siapa kamu jangan ganggu dia!!!"     

Salah satu anak perempuan yang membawa Rosario sambil mencoba membuat gerakan seperti mengeluarkan sesuatu mungkin yang dia ketahui.     

Tapi aku gak melihatnya.     

Hmmm ada-ada saja anak ini.     

"Minggir semua!"     

Dua kata keluar dari mulutku dan semua anak yang mengerubungi Dara langsung melebar dan membuat jalan untuk aku bisa melihat Dara.     

Aaaaaaahhhh     

Aku mengernyitkan alisku dan memalingkan wajahku, karena dia berteriak sangat kencang sekali, apa gak sakit tenggorokan nya.     

Astaga.     

Aku masih berdiri di hadapanya. Dia menggeliat dan berteriak, badanya kaku.     

Dan barulah dia memunculkan wujudnya.     

Aku melihat seorang nenek-nenek membawa tongkat duduk di perutnya dan mencekek lehernya.     

Hmmm kalau nenek-nenek ini harus hati-hati.     

"Ehem, mengapa kamu disini?"     

Aku mencoba berkomunikasi dengannya melalui telepati ku.     

Dia menoleh ke arahku dan tidak mengutarakan sepatah kata sama sekali.     

"Permisi, kenapa anda berada disini?"     

Pertanyaan kedua pun tidak dihiraukan olehnya.     

"Sinten njenengan?"     

(Siapa anda?)     

Aku mencoba berbicara dengan menggunakan bahasa Jawa.     

"Kon lare alit, mboten usah tumut urusanku!"     

(Kamu anak kecil, tidak usah ikut campur urusanku!)     

Dia membalasku namun tidak melihatku.     

"Kula bade tanglet mawon, kulo nggeh mboten nggolek perkoro kaleh njenengan"     

(Saya hanya mau bertanya, saya juga tidak mencari masalah dengan anda)     

Aku lebih mendekat ke arahnya.     

"Aku, paling gak seneng lek delokne arek wedok, lambene nggak boso. Bengak-bengok nok andinge omahku tanpo ngomong nuwun sewu opo permisi, gak onok unggah-ungguhe blas. Kan lek ngono kuwi luwih apik lek gak usah ngomong menisan"     

(Aku, paking gak suka kalau melihat anak gadis, mulutnya tidak sopan. Teriak-teriak di sebelah rumahku tanpa bilang permisi, gak ada sopan santunnya sama sekali. Kan kalau begitu mendingan lebih baik kalau gak usah ngomong sekalian)     

Menjawab sambil marah-marah dan tetap mencekek leher Dara.     

Waduh, ini panjang urusannya.     

Ku paksakan untuk mendekati Dara. Dan aku duduk di posisi yang sama dengan nenek itu duduk di perutnya Dara.     

"Lek kon melok-melok urusanku, aku bakalan gowo kabeh parewanganku rene"     

(kalau kamu ikut-ikutan urusanku, aku akan bawa semua kawananku kesini)     

Dia mengancamku sambil melotot kearah ku.     

Saat aku duduk dengan posisi yang sama. Aku memegang leher bagian belakang dari Dara dan sedikit mengangkatnya.     

"Lihat mataku!"     

Ku paksa dia untuk melihat mataku.     

Matanya masih putih semua, lidah nya mulai menjulur keluar. Nenek itu sudah berpindah di atas kepala Dara dan tetap menjaga agar kontak mata Dara tidak lepas dari kontak matanya.     

Aku berusaha meminta baik-baik kepada nenek itu agar Dara aku yang urus. Tetapi nenek itu tetap saja tidak mau melepaskan Dara.     

Nenek itu menggunakan tangan Dara untuk mencengkram lenganku dan mencakar lenganku.     

Dan meminta kaki Dara untuk menendang dada ku.     

Tapi aku masih bertahan dengan posisi yang sama.     

Dia semakin meronta-ronta, berteriak dan mengarahkan tangannya untuk menamparku.     

Sebelum tangan itu menampar pipiku, aku sudah menangkisnya dengan tangan kiriku.     

Dia menjerit sangat keras saat ini. Kalau di biarkan maka pita suaranya bisa rusak.     

Tanpa pikir panjang aku langsung menampar pipinya.     

Nenek itu terpental kebelakang agak jauh, dan kemudian berdiri dengan cepat nenek itu merangkak berlari kearahku.     

Dengan cepat aku paksakan Dara untuk bisa melihat dan membuat kontak mata denganku.     

"Kak, Ejh tolong kak, tolong aku!"     

Erang Dara kepadaku.     

Mataku dan Dara sudah terkunci dia sudah sadar tapi masih lemas.     

Nenek itu berdiri di belakang Dara.     

"Kowe dudu arek cilik le, aku mungkur duduk berati aku wedi mbek kowe. Aku mungkur mergo aku rung siap lek mok ilangke!"     

(Kamu bukan anak kecil nak, aku pergi bukan berati aku takut sama kamu. Aku pergi karena aku belum siap kalau kamu lenyapkan!)     

Setelah mengucapkan hal itu nenek itu kemudian menghilang dan pergi.     

Dara terkulai lemas.     

"Tolong ambilkan air putih"     

Dia harus minum terlebih dahulu.     

"Ini kak"     

Ku berikan minum kepadanya dan aku ber Nalar agar nenek itu tidak kembali lagi. Lebihan air di dalam gelas ku gunakan untuk membasuh muka dam leher nya. Agar mata batin yang terbuka sesaat bisa tertutup kembali.     

"Okay, bisa di bawa ke kamarnya ya. Tolong ada yang menjaga dia di kamar!"     

Pesanku sebelum akhirnya Dara di bawa ke Asrama untuk istirahat.     

"Kak siapa kak yang mengikuti dia?"     

Ku menoleh kebelakang saat Azis bertanya. Dia ketua Osis.     

"Nenek-nenek tua, yang ada di tempat waktu dia tadi jaga pos"     

Sambil ku membetulkan bajuku yang lusuh.     

"Sudah ku duga kak, soalnya dia tadi ngomong kotor dan teriak-teriak gak jelas tanpa permisi"     

Azis menjelaskan.     

"Tolong kamu umumkan kepada semua panitia osis. Sebelum melakukan sesuatu dimanapun tempatnya, agar bisa permisi terlebih dahulu. Karena kita tidak pernah tahu siapa yang berada disana"     

Sambil berjalan menjauh dari aula.     

"Satu lagi, untung tadi tidak telat penanganan. Karena nenek tadi ingin membuat Dara tidak bisa berbicara lagi. Dengan merusak pita suaranya"     

Jelasku lebih dalam pada Azis.     

"Baik kak mengerti. Terimakasih ya kak"     

Aku membalasnya dengan senyuman paksa dariku. Karena rasanya sangat lelah di saat kita habis berurusan dengan yang sulit di taklukkan.     

Menguras banyak energy.     

Aku kembali menuju ke lapangan dan meminta anak-anak untuk segera naik istirahat.     

Karena sudah larut malam juga ini.     

Aku bereskan barang bawaanku dan naik ke kamar untuk istirahat.     

"Ejh..."     

Aku menoleh ke belakang di saat aku rasa ada yang memanggilku.     

Tapi tidak ada sama sekali. Di depan asrama ini kosong, tidak ada anak sama sekali.     

Tanpa pikir panjang, aku langsung naik ke kamar untuk tidur.     

"Ejh..."     

Baru sampai tangga mau naik lantai tiga. Suara itu memanggilku lagi. Aku melihat sekeliling. Namun tidak ada siapa-siapa.     

Aku mundur beberapa langkah untuk melihat lorong lantai dua, tetapi sama kosong tidak ada anak sama sekali.     

Dan dia pastinya kakak kelas dong, soalnya manggil namaku tanpa sebutan "Kakak".     

Aku diam sejenak mematung di antara lorong kanan dan kiri dari lantai dua yang sudah padam lampunya. Hanya sinar rembulan yang menerangi gelap ruangan melalui celah-celah jendela yang terbuka.     

"Ejh..."     

Kumendengarnya lagi. Dan kali ini aku rasa berasal dari lorong sebelah kiri.     

Ku melihat dan menyipitkan mataku ke lorong sebelah kiri.     

Kulihat samar-samar bayangan manusia tembus di ujung lorong.     

00.37     

Setengah satu, mendingan aku langsung naik dan tidur.     

Aku berjalan agak cepat menuju kamar. Dan tidak ku hiraukan dia yang memanggilku.     

"Ejh..."     

Dia memanggilku lagi, tapi kali ini aku sudah berada di depan kamar. Ku buka pintu dan ku putuskan untuk beristirahat.     

.     

.     

.     

--------------------     

Siapa dia?     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.