Ciuman Pertama Aruna

IV-115. Berambut Cokelat Dan Bermata Biru



IV-115. Berambut Cokelat Dan Bermata Biru

0Alis Mahendra mengerut mendengar si pengemudi yang mulai berhasil mencuri perhatiannya.     

"Bocah kecil itu berkata 'suatu saat ketika aku telah dewasa, aku ingin sepertimu'. Anda tahu apa yang saya lakukan saat mendengar kata-katanya?" Herry tak mengizinkan tuannya menjawab, sebab pertanyaan berikut dia ajukan tanpa mengharapkan jawaban, "Sama seperti yang anda lakukan saat ini, saya sekedar mengerutkan kening saya. Kemudian saat saya tanya kenapa? dia bilang, dia tidak menemukan sesuatu yang layak dilihat dari kehidupan orang lain disekitarnya—selain saya,".     

Lelaki dengan mata biru cemerlang kini meninggalkan jendela, dia menatap lurus ke arah depan dimana keberadaan Herry lebih menarik, "Saya katakan; mungkin karena saya merantau di tempat yang jauh sehingga bauku harum (hal-hal buruk tidak terlihat), maka dari itu kau sebenarnya tertipu,"     

"Lalu, dia berkata apa?" pertanyaan Mahendra mengundang senyum tipis dari lawan bicaranya.     

"Aku ingin tertipu selamanya dan ijinkan aku mengagumimu dengan gambaran terbaik itu, sampai aku benar-benar sukses. Sebab, aku mempunyai harapan bahwa salah satu keluarga kelas bawah seperti kita masih ada yang berhasil dan hidup kecukupan—bahkan berperilaku baik," Herry terdiam beberapa saat mengijinkan bibirnya tetap mengurai senyum, "Sekarang dia sudah SMA di sekolah akademi, dengan beasiswa," matanya mengembara, kemudian menunduk menaruh rasa bangga di sana.     

"Kadang kita merasa sangat buruk, tak berdaya di titik tertentu, tapi tidak ada salahnya kita mengingat beberapa kebaikan yang kita upayakan sehingga bisa memberi orang lain harapan hidup." Herry mengangkat wajahnya perlahan, memandang tepat manik mata biru milik tuannya melalui kaca spion. "Andai saya tidak pernah mendapat kepercayaan dari anda dan menjadikan saya minimal berharap bisa mengimbangi cara bicara anda, bahkan pemuda yang tidak tamat SMA ini mana mungkin mau membaca lagi buku-buku yang anda tinggalkan di mobil ini?" dia menggigit bibirnya sesaat, selepas mengatakan kalimat tersebut. "Anda yang pertama kali memberi saya kado dalam hidup saya, dan itu adalah buku. Terdengar sederhana, tapi itu membuat saya sangat bangga. Bangga bahwa tidak semua ajudan mendapatkannya dan dengan kebanggaan itu pula, saya menjadikan anda benchmark saya,"     

Sesaat semua hening, sampai sang tuan memberi perintah, "Bawa aku pada Jav," detik ini, Mahendra menemukan sesuatu untuk mengatasi keteledoran anak buahnya, walaupun ini di luar konteks percakapan yang diajukan Herry untuk menghiburnya, "Carikan aku tempat untuk membeli oleh-oleh, sebelum sampai rumahnya," lelaki tersebut merasa dia menemukan titik temu mengapa ajudan-ajudannya selalu kesulitan menolak permintaan istrinya, walaupun perempuan itu terlihat tidak memiliki pengaruh yang kuat.     

Aruna hangat kepada semua orang, bahkan dia tak segan-segan menyempatkan diri mengirim sesuatu kepada siapapun—dari bawahannya yang sakit atau membutuhkan bantuan.     

Perempuan dengan manik coklat terang seperti daun maple di musim gugur itu mengirim banyak paket kepada Rolland, selepas tahu pemuda tersebut kehilangan jarinya. Menjenguk Vian diam-diam, bahkan berani berbohong dengan pura-pura sakit tatkala Mahendra menangkap basah dirinya. Dia juga tak segan meminta bawahannya makan bersama, walaupun berbeda meja ketika bertugas bersamanya. Dia melakukan tindakan-tindakan sederhana, namun berefek luar biasa. Itulah yang menjadikan Aruna punya tempat di hati mereka—bawahannya—tanpa perlu berkuasa. Sehingga, permintaannya tidak bisa ditolak bagi siapapun yang mengenal dirinya.     

Selepas membeli parcel buah-buahan untuk Jav, Herry berlari dengan gembira menuju mobil. Manik mata biru cemerlang mengamati aura kebahagiaan yang coba disembunyikan pemuda di hadapannya, "Apa istriku sering memberi kalian sesuatu?" Mahendra menerbitkan kalimat tersebut dengan acuh tak acuh, seolah tenggelam pada smartphone di tangannya.     

"Nona?" Herry tampak mengedip beberapa kali, "Sebenarnya, ini rahasia," spontan Mahendra menanggalkan benda berlayar sentuh dari tangannya, lalu memberi tatapan jengkel kepada pemuda di balik kemudi mobil, "Tapi karena anda bertanya, saya akan memberi tahu. Semenjak nona bangkit dari tragedy, em' maaf, maksud saya kecelakaan,"     

Melihat keraguan di mata Herry, Mahendra mengucapkan perintahnya dengan tegas, "Lanjutkan," dia tak sabar oleh rasa penasaran.     

"Nona sempat meminta Susi menghitung jumlah kami," Herry melirik tuannya dari kaca spion, "Lalu, nona diam-diam akan meletakkan paket vitamin. Kadang juga ramuan herbal dengan bermacam-macam jenis, setiap bulan,".     

"Sudah aku duga," Mahendra mendesah berat, "Bukan karena aku tak bisa mengaturnya," Herry tempak bingung mendengar ucapan tuannya, yang detik ini menawarkan senyum jengkelnya, "Aku kalah mengambil hati kalian. Keluar dan beli lebih banyak oleh-oleh untuk Jav,"     

"Apa tuan?" Herry meminta tuannya mengulang perintah, sebab rasa terkejut yang menghantamnya.     

"Sudah, lakukan! Jangan banyak bertanya," dan sekali lagi, ajudan itu membuka pintu. Berjalan lebih cepat menuju toko yang menyediakan paket buah-buahan yang dirangkai lebih besar lagi.     

Semenjak Herry mengungkapkan dia begitu bangga mendapatkan buku darinya, Mahendra tanpa sengaja menemukan benang merah disana. Terkait pertanyaan-pertanyaan tentang dirinya, mengapa Aruna punya pengaruh sekuat itu? Sehingga bisa dengan mudah mempengaruhi para ajudan di bawahnya dan semua orang yang dekat dengannya.     

Lelaki bermata biru menjadi lega, dia sudah menemukan teka-teki pertamanya. Namun, dia belum menemukan jawaban untuk pertanyaan lainnya terkait: bagaimana dia bisa menjadi suami dan seorang calon ayah yang sempurna, jika perempuannya bahkan bisa berperilaku melebihi ekspektasinya pada tiap-tiap tindakan—baik yang tersembunyi, maupun yang tampak.     

Herry sudah memencet bel pintu rumah Jav dua kali, dimana Mahendra berdiri tepat di belakang ajudannya. Pemuda berkulit lebih gelap itu memanggul paket buah-buahan yang membuatnya kesusahan, sebab besarnya. Berbeda dengan tuannya yang sekedar menggenggam buah tangan pertama, yang bisa dia atasi dengan satu tangannya.     

Ketika Herry ingin memencet untuk ketiga kali bel pintu, sebuah suara menginstruksi dari dalam. "Bisa kau tunjukkan wajahmu?" seseorang itu bertanya demikian, sebab wajah pemuda tersebut tertutup paket.     

"Apa anda saudara Jav?" Suara di balik pintu milik perempuan, untuk itu, Herry bertanya demikian, "Apa kau tidak melihat aku bawa paket besar untuk menjenguknya? Katakan pada Jav, tuan di sini. Jangan sampai aku memukulnya, sebab tak sopan!"     

Dan, suara di balik pintu hening sesaat.     

"Kenapa kau berkata seperti itu?" Mahendra menjadi bingung, sebab Herry memilih gaya bicara yang jauh berbeda. Dia kehilangan sikap formal yang sehari-hari ditunjukkannya.     

"Maaf, tuan," kata Herry. Dia meringis menyajikan wajah konyol, tepat ketika pintu terbuka dan seorang perempuan berdiri di balik pintu tersebut.     

Herry buru-buru masuk ketika perempuan itu menyingkir, memberi jalan. Lalu diikuti oleh tuannya. Yang membuat Mahendra bingung adalah cara perempuan berkulit putih dengan rambut yang disanggul ke belakang tersebut. Dia terus menatap gerak-gerik tuan muda itu tanpa melewatkan sedikitpun tindakannya, yang seperti kebingungan meletakkan benda di tangannya. Sehingga perempuan itu lekas menawarkan bantuan.     

Ketika Mahendra menaiki tangga—menuju kamar Jav—perempuan itu diam-diam ikut di belakang. Jeda satu anak tangga, dia masih menatap tuan muda itu dengan ekspresi terheran. Lelaki bermata biru yang merasa diperhatikan itu beberapa kali mencoba menoleh kebelakang, dan mendapati mata perempuan itu selalu mengarah padanya.     

Sampai di depan pintu kamar Jav, tuan muda itu memutuskan menghentikan langkah kakinya dan menghadapi perempuan itu. "Apakah anda ingin menghukum saya dengan tatapan itu?," dia yang detik ini diajak Mahendra bicara, tampak tersentak bukan main. Kelabakan dan mulai membenarkan sikapnya, "Saya akui, saya salah satu orang yang bertanggung jawab terhadap memar Jav," dia pasrah, sebab merasa bersalah pada perempuan yang terlihat layaknya ibu-ibu atau mungkin tante Jav. Pria tersebut tahu, ajudan yang saat sedang dia datangi rumahnya itu tidak memiliki orang tua.     

Alih-alih membalas kalimat permintaan maaf khas mahendra perempuan ini malah bertanya, "Apakah anda benar tuan muda keluarga Djoyodiningrat?"     

"Anda tidak mengenal saya?" Mahendra menjawab dengan melempar pertanyaan lagi.      

"Saya hanya pernah dengar pewaris tunggal," _yang dibenci setengah mati oleh Rio_ "Berambut coklat dan bermata biru," jawab perempuan tersebut.      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.