Ciuman Pertama Aruna

IV-119. Ada Serigala Betina Dalam Diri Setiap Perempuan



IV-119. Ada Serigala Betina Dalam Diri Setiap Perempuan

0"Anda, menginginkan Kihrani datang ke ruangan ini?" Thomas mencoba memahami keinginan Mahendra.     

"Ya. Tepat sekali," jawabnya singkat.     

Terpaku beberapa detik, lelaki dengan rambut terikat ke belakang tersebut mengangguk sejenak kemudian melangkah pergi.     

.     

.     

"Tita berkata padaku, kau yang menitipkan tiga buah buku padanya untuk diletakkan pada rak buku?" Gadis yang duduk dengan kaki merapat dan lebih banyak melihat ke bawah daripada mengangkat wajahnya, mengiyakan tanpa bersuara. Dia sekedar menggerakkan kepalanya naik turun.     

"Nona yang menyuruh saya,"     

"Ya, aku tahu," terlihat mengetuk-ngetuk meja menggunakan tiga buah jari pada telapak tangan kanannya, Mahendra merapatkan tubuhnya lebih mendekat pada meja tersebut. "Tita melupakan buku yang ia terima darimu, aku harap kau masih mengingatnya. Apa kau bisa memberitahuku?" suaranya terdengar serius, bernada rendah akan tetapi penuh penekanan.     

"Saya ingat salah satunya berwarna ungu, ada kata serigala, perempuan," dahi gadis itu mengerut, tanda dia berusaha keras untuk mengingat, "Dan satu lagi, seperti buku lama bertuliskan Belenggu. Satunya, saya tidak ingat sama sekali," Kihrani masih mencoba mengingat-ingat ketika dia menerima pertanyaan berikutnya.     

"Kau datang sendiri? Atau bersama istriku waktu itu?"     

"Sendiri. Nona tidak bisa datang ke kantor anda lagi, itu alasannya kenapa dia menyuruh saya. Maksud saya, kantor anda sebelumnya," gadis itu tampaknya sedang berusaha memilih kosakata yang tepat.     

"Ya, aku mengerti. Bukan hanya dia, aku saja kesulitan bertahan di sana," lelaki bermata biru mendorong kursi ke belakang, lalu berdiri tegap. "Terima kasih, informasi darimu sudah cukup membantu. Kau boleh pergi." Mahendra membalik badannya dan melangkah berapa langkah ketika gadis itu berdiri dan ingatannya tergugah.     

"Satu buku yang lain sepertinya ada kata patriarki di sana. Jika yang dua layaknya karya sastra, yang satu ini lebih mirip seperti buku sejarah, warnanya hitam," Mahendra menanggalkan pintu tatkala mendengar penjelasan berikutnya dari Kihrani.     

Membalik badan dan menatap Kihrani, Mahendra menemukan gadis tersebut tengah larut dalam ingatan samarnya. "Kapan tepatnya kau mengirimkan buku-buku itu,"     

"Kapan? Em," dia yang ditanya mencoba mengingat waktu.     

"Atau ada kejadian apa sebelumnya?" Lelaki bermata biru kembali bertanya, seolah tak memberi gadis itu waktu untuk menggali memori otaknya.     

"Anda memarahi nona, sebab keluar bersama saya dengan bersepeda motor pergi ke salon," berani menatap tuannya, gadis ini berbicara dengan nada terputus-putus.     

"Oh, oke. Aku mengerti. Terimakasih," dan Mahendra lekas membuka pintu, berjalan cepat menuju ruangannya.     

_Kau ingin protes dengan caramu, Aruna?_ pemikiran dibenaknya, ketika Mahendra memasuki ruang kerjanya dan mendapati istrinya benar-benar telah tertidur pulas.     

Kembali memanggil Kihrani dan Tita, lelaki bermata biru bersama dua perempuan lainnya secara diam-diam mencoba menggeledah rak buku yang tersaji membentang pada ruang kerjanya.     

Hampir putus asa sebab tubuh terdiam Aruna tak bergerak atau terganggu, Hendra mencoba memprediksi ulang di mana letak istrinya tadi berdiri ketika perempuan itu membuat benturan buku dengan papan rak saat dirinya mencoba menikmati sarapan.     

"Yeah! Aku menemukannya," memekik senang, Tita dan ajudan istrinya spontan mengatakan "Hush!" Meminta tuan muda itu tenang.     

Kesenangan tersebut tidak berlangsung lama ketika dia membaca judul buku berwarna ungu: Ada serigala betina dalam diri tiap perempuan.     

Mengerut dan membolak-balik buku tersebut, Mahendra memilih menuju mejanya dan duduk di kursinya.     

Kursi empuk yang elegan dan nyaman sontak kehilangan fungsi spesial tersebut, tatkala tangannya mengembara menyentuh permukaan sampul lalu membuka buku itu, dan sebuah catatan yang terselip tepat di belakang sampul dia temukan.     

'Menjadi singa betina memang luar biasa. Sayangnya, singa betina lebih layak di lambangkan sebagai simbol patriarki yang menyedihkan. Kadang kala, aku ingin menjadi serigala betina yang pada situasi tertentu bahkan diberi peran untuk memimpin kawanan'.     

Dan, lelaki bermata biru mulai membaca paragraf pembuka sambil memegang catatan di sticky note yang berisikan goresan tangan istrinya.     

Bagaimana rasanya menyelidiki jiwa sendiri? Sekian lama saya merasa tidak benar-benar memiliki masalah. Namun ketika momen itu datang, ketika saya melihat jauh ke dalam diri, saya merasa sangat bermasalah dengan diri saya. Betapa selama ini saya hanya patuh dan tunduk pada apa yang ditetapkan masyarakat. Untuk menjadi anak penurut, tidak melawan orang tua, sayang pada ayah dan ibunya, anak baik, anak yang sempurna. Persis seperti pesan-pesan yang disampaikan kepada seorang anak saat berulang tahun.     

Menyelidiki diri bukan proses yang nyaman. Kita diajak untuk kembali menghadapi luka-luka yang pernah kita alami, yang kita coba sembunyikan, yang kita tutupi dengan plester agar tidak terlihat, padahal plester itu sama sekali tidak menyembuhkan. Menyelidiki diri membuka kelemahan-kelemahan kita, memunculkannya ke permukaan, dan ini sangat tidak mengenakkan. Tapi percayalah, hanya penyelidikan diri yang mampu mengantarkan menuju kebebasan.     

Pada dua paragraf pembuka, Mahendra terhenti. Menatap catatan di tangannya, benaknya tak bisa memungkiri ada rasa yang dalam pada protes Aruna kali ini. Membalik buku, memeriksa ulang judul buku, dia mendapatkan kata kecil di bawah judul utama : Psikologis Feminis Untuk Merentas Patriarki.     

Iris biru cemerlang tertelan kelopak dan jemari besar itu menggenggam kian erat buku di tangannya. Benar dugaannya, Aruna bukan sekedar memprotes dirinya, tapi kehidupan keluarganya. Kala dia berkehendak melanjutkan membaca buku, gadis yang juga ajudan istrinya meletakkan buku lain yang berjudul Belenggu.     

"Terima kasih. Keluarlah kalian, sisanya akan aku cari sendiri," gadis berseragam hitam yang berdiri di hadapan Mahendra membungkuk, lalu mendekati Tita, dan kedua perempuan itu meninggalkan ruang kerja sang presdir.     

Ketika lelaki bermata biru menanggalkan buku ungu dan mulai meraih buku lain di atas meja, seperti di tuntun oleh intuisinya, Mahendra membolak-balik dan mengkibas-kibaskan buku tersebut.     

Jika catatan Aruna pada buku ungu berada di balik cover halaman depan, kali ini catatan istrinya jatuh dari halaman paling belakang.     

'Aku pernah membaca amanat novel ini dalam lembaran tugas kuliah sahabatku, dulu aku tersenyum dan menyetujui amanat novel ini—bahkan sempat berdebat ketika sahabatku bilang dia sekedar mengcopy ulang dari situs internet ketika diminta menyelesaikan sebuah resensi. Dia menghina tugasnya sendiri bahwa pembuat amanat itu tak benar-benar membacanya.     

Waktu aku bertanya, mengapa kau tidak membuatnya sendiri kalau sudah membacanya?. Dia hanya berkata: pemikiranku bakal keluar dari sudut pandang umum. Dosen pasti menjadikannya bahan diskusi, lalu aku terpaksa harus terlibat, dan itu menyebalkan. Aku butuh tidur.     

Di masa sekarang, aku tahu kenapa amanat seelegan ungkapan: seorang istri seharusnya taat terhadap suami, begitupun seorang suami harus memperhatikan istrinya. Membuatku mengerutkan kening, bahkan aku ingin bersikap yang sama seperti sahabatku yang berantakan itu. Aku ingin mencibirnya.     

Mengapa dia tidak menuliskan tentang: beri kesempatan pasanganmu untuk mengutarakan apa yang mereka pikirkan dan rasakan, saat hubungan suami istri menjadi berbeda'.     

Dan, sebuah pesan lain di balik lembaran putih tulisan tangan istrinya, Mahendra menemukan empat kata yang membuat dadanya berdetak hebat.     

Aku takut menjadi Tini.     

Kenapa Tini? Tentang apa buku ini?. Pria bermata biru lekas menanggalkan buku dan mencari situs yang menyajikan resensi novel Belenggu karya Armijn Pane, karya sastra yang diilhami oleh teori psikoanalisis milik Sigmund Freud.      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.