Ciuman Pertama Aruna

IV-179. Ruang Berdinding Merah



IV-179. Ruang Berdinding Merah

0Perilaku Wisnu itu mengundang tatapan dari Juan, pemuda paling serius dari yang lain. Bukan hal pertama bagi putra Rio untuk menjalani misi seperti ini, akan tetapi biasanya dia menjalankannya sendirian tanpa rekan dan tentu, segala hal di putuskan saja atas kehendaknya sendiri.     

Bergabung dalam tim menjadikannya lebih tegang, terlebih sekarang dia mendapat mandat memimpin misi ini dan mengharuskan Juan mematuhi prosedur yang demi anggota timnya.     

Sebagai orang baru yang harus membaur dengan cepat, selain perlu mengatasi sisi antisipasi yang kadang kala disajikan yang lain terhadap dirinya, sebab berdarah Diningrat.     

Menelan kehendaknya menegur Wisnu dengan kata-kata, pemuda itu menjulurkan tangannya dan menepuk ringan lengan rekannya tersebut. Menjadikan si pemegang senjata tajam itu paham, sudah saatnya berhenti memainkan belati. Hal tersebut tak lepas dari manik mata biru yang memperhatikan sepupunya secara cermat.     

"Bisakah aku bicara denganmu?," Mahendra mengarahkan pandangannya pada Juan, sebelum berbalik dan menyingkir ke sebuah ruangan yang merupakan kamar utama mansion ini.     

Kamar yang sangat membekas di benak lelaki bermata biru. Tempatnya mendapati dirinya kembali terseret dalam trauma PSDT, dikarenakan gadis yang sebentar lagi akan melahirkan bayinya dan tentu saja, tempat pertama kalinya dia mendapatkan 'malam pertamanya' dengan Aruna.     

"Duduklah," Mahendra masih dalam posisi berdiri, saat dia meminta Juan duduk.     

Sebab tak ada yang lain, selain tepian busa dari ranjang tidur, pemuda itu duduk di tepi kasur dan memperhatikan punggung lelaki yang saat ini lebih asik mengamati panorama kota yang terhampar di bawah sana, melalui kaca yang membentang.     

"Bar milik Heru adalah pilihan yang tepat untuk menyulut api," dia yang enggan melepas pengamatannya dari punggung kota, berujar, "Sayangnya, tempat itu memiliki pengamanan berlapis-lapis. Kau tahu apa latar belakangnya, bukan," (season II)     

"Aku punya alasan meletakkan barang Rey disana, selain akan lebih mudah memecah mereka—generasi muda Tarantula, melalui permusuhan Key dan Heru yang sempat memanas—,aku mengenal Bar itu dengan baik," suara Juan tanpa keraguan, mengalun tegas di telinga lawan bicaranya. Matanya fokus menatap pria yang berdiri membelakangi keberadaanya.     

"Jangan korbankan siapapun, andai sesuatu terjadi. Utamakan keselamatan, aku tak ingin melihat hal buruk menimpa kalian, terutama dirimu," dia yang memberi mandat, kini membalik tubuhnya.     

"Aku usahakan," pemuda yang duduk di kasur empuk itu seolah mendengar sebuah harapan yang dalam dari cara lelaki bermata biru menatapnya. Sesuatu yang jarang ditunjukkan siapapun dari anggota keluarganya, bahkan kakaknya Gibran yang dulu sering kali terlihat mengasihinya.     

Membawanya bicara empat mata dengan pesan implisit terkait menginginkan keselamatan, membuat putra Diningrat itu merasa dia memiliki seseorang yang benar-benar menganggapnya saudara, 'terutama dirimu,' mengalun ringan di telinganya.     

"Aku tidak menyukai kata usahakan, aku lebih suka 'pastikan'," dia menegaskan, menatap penuh perhatian pada pemuda di hadapannya.      

"Aku pastikan, tuan," pemuda itu menampakkan gummy smilenya di tengah percakapan yang sempat menegangkan uratnya.     

***     

Sekelompok pemuda berpakaian kasual keluar dari mobil hitam legam yang terparkir di tempat paling tersembunyi. Segalanya telah direncanakan si dia yang hafal betul dengan tiap-tiap jengkal tempat ini memimpin yang lain, Juan berjalan keluar dari mobil. Di susul oleh Wisnu dan Jav, keduanya membuntuti seseorang yang detik ini membawa mereka memasuki klub malam Heru melalui pintu belakang. Lorong kecil yang biasanya digunakan oleh para pegawai.      

Kesibukan di malam yang kian larut menjadikan para peramu minuman dan makanan di klub ini tak menaruh curiga apa pun atas kehadiran ke duanya. Siapa yang percaya bahwa mereka yang berjalan santai dan sesekali membuat gerakan dengan sengaja menutupi wajah telah berhasil menghindari sorot CCTV.      

Klub malam Heru Atmodjo adalah tempat yang tak dipungkiri kemasyurannya dalam dunia gemerlap malam. Tempat ini juga merupakan lokasi nongkrong paling sering digunakan para putra Tarantula. Mereka yang bakal menjadi penerus para dewan Tarantula bahkan memiliki ruangan khusus di lantai dua. Ruangan berdinding merah dengan sofa hitam mengkilap dan meja pualam pekat.      

Tempat itulah yang hendak di dekati Juan beserta dua orang lainnya. Jav dan Wisnu berjalan pelan tatkala juan mengacungkan angka satu menggunakan jemari tangan kirinya. Dan berjalan gesit tatkala jempolnya memberi sinya. Tidak butuh waktu lama ketiganya telah sampai di tengah hingar bingar malam. Untuk menghilangkan kecurigaan mereka membaur sekian menit bahkan itu berjingkrak beberapa saat tapi tak menyentuh apa pun yang sekiranya mampu mengurangi konsentrasi.      

Dan ketika DJ paling fenomenal yang telah di perkirakan jadwal kedatangannya oleh juan sudah menaiki podiumnya. Lalu seperti halnya yang telah dinantikan tiga pria ini, podium tersebut tentu saja bakal naik secara perlahan-lahan seolah melayang di udara. Dengan hidrolik yang dirancang dan sebuah tali dengan metode tertentu sehingga panggung persegi panjang tersebut naik ke atas membawa sang DJ, Mc termasuk peralatan sang pemandu hingar bingar malam ini.      

Tepat ketika sang MC berteriak, "Whats up!" dua dari tiga tim yang mengusung misi tersebut menghilang dari pandangan. Mereka akan menciptakan momentum hebat sehingga pemilik bar ini keluar dari sarangnya. Tentu hal lain yang sangat diperlukan adalah memastikan seseorang yang berada di gedung sebelah, gedung para ajudan di bawah naungan Key barga bergerak mencari tahu apa yang terjadi.      

Jav dan Wisnu melipir ke ruangan tersembunyi yang disebut Ruang pengendali, ruang untuk mengendalikan cahaya dan suara (sound system) termasuk volume suara bahkan tempat diletakkannya pengendali naik turunya panggung sang DJ yang detik ini membuncahkan degup jantung tiap-tiap manusia yang lupa akan dunia dan segala ketentuannya.      

Juan menantikan detik turunnya panggung secara tiba-tiba, tak sekalipun ia memejamkan mata. Telinganya selalu memonitor tiap-tiap ungkapan yang diusung dua rekannya. Mereka mengatakan ada dua orang yang bertugas di dalam ruang pengendali panggung. Masalahnya keduanya tak di izinkan mendapatkan penyerangan. Mereka bertiga harus bermain sehalus mungkin sehingga kegaduhan ini tercipta senatural mungkin.      

Meminta seorang Waitress membawakan makanan dan minuman yang telah mengandung obat tidur adalah cara ampuh yang samar. Sehingga dua pria ini memesan minuman dan makanan detik berikutnya mereka memanggil seorang pelayan. Gadis berpakaian hitam putih itu mengantarkan dengan senang hati selepas senyuman dan bisikan Wisnu yang terkesan manis itu mampu mendebarkan hati sang waiters.      

Mereka hanya perlu menunggu. Hingga rasa kantuk menyerang dan bius sengaja dibekapkan pada hidup penghuni ruang pengendalian.      

"Go!!" Jav, berbisik melalui alat. Detik berikutnya teriakan hebat memekik, membuncah seluruh pesta malam klub Heru.      

Hidrolik yang mendorong panggung sang DJ tiba-tiba merosot dengan kecepatan penuh. Musik yang menghentak berubah jadi pekikan mengerikan dan MC terseret ke sisi belakang panggung, dia menggantung pada seutas pembatas. Berteriak meminta tolong dan kerumunan orang menjadi panik berdesak-desakan seperti sekelompok ayam yang baru saja terganggu oleh kedatangan orang asing yang hendak menangkap mereka.      

Di tengah kekacauan tersebut, dia yang memiliki misi naik ke lantai dua perlahan-lahan menyusun gerakan. Selepas menyadari para putra Tarantula keluar dari persembunyiannya untuk melihat apa yang terjadi.     

Juan menyelinap menuju ruangan berdinding merah.      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.