Ciuman Pertama Aruna

IV-174. Pemilik Baru Taman Bermain



IV-174. Pemilik Baru Taman Bermain

"Pay, kemarilah, beri tahu tuan muda kita," Key Barga menggerakkan tangan kanannya. Jemarinya menari menarik sang ajudan yang sebelumnya lebih banyak mengabdi pada adiknya tetapi kini selepas Rey tak kunjung di temukan dan meyakini sebuah keyakinan yang sama bahwa semua ini ada kaitannya dengan keluarga musuh bebuyutan mereka- Djoyodiningrat.     
1

Pay seorang tahanan lama di ruang putih berjalan seperti anak kecil patuh memenuhi kehendak Key, "katakan apa yang kamu tahu pada tuan muda kita".     

Nada bicara key masih berisikan olok kan, "aku ingin bicara berdua saja dengannya," menatap Key dan di balas dengan senyum tipis menyebalkan dari pria tersebut.     

Nyatanya key bangkit juga sehingga di dalam ruangan hanya tersisa Pay dan Gibran seorang. Tak banyak basa-basi Gibran seolah wartawan yang membutuhkan berita terkini dari lelaki tersebut, dia melempar berbagai pertanyaan hingga pada sebuah jawaban merunutnya untuk memahami sesuatu.     

"Yang paling mengerikan ialah kamu lupa dengan dirimu sendiri, saya dan seorang bernama.." Pay melupakannya. "Dia di panggil Darko namun aku lupa nama aslinya. Dia bisa selamat sebab melupakan dirinya sendiri bahkan ikut pergi dari ruangan itu selepas seorang yang ahli mencuci otak, perempuan yang kami takuti itu memilihnya sebagai pesuruhnya selepas dia entah mengapa tak terlihat lagi. Perempuan itu pergi dan tak ada lagi eksperimen mengerikan pada kami,"     

Bulu kuduk Gibran merinding detik ini, Syakila tak sejauh itu tapi dia perlu di atasi. Atau perlu di bawa ke seseorang yang disebut Pay sebagai seorang yang ia takuti. Perempuan ahli cuci otak. Bagaimana jika dia bisa membuat Syakila menghilangkan ingatan akan keberadaan adiknya, "mengerikan,"     

"bayangkan, jika anda seolah terlahir kembali sebagai manusia yang benar-benar kosong dan tak ingat apa pun," ungkap Pay.     

Pria bersurai pekat meminta Pay membawa Barga padanya. Dan tatkala Key Barga berada di hadapannya, dia berujar dengan mantap : "aku akan mendukungmu,"     

"Maksudmu?"     

"mendorong para putra Tarantula memihakmu, kamu tahu sejauh mana posisiku," Key menatap awas menaksir apa maksud penerus paman Rio, "kamu salah, ketika kamu menuduhku ada sangkut pautnya atas hilangnya Rey. Aku sama sekali tak tahu apa pun," Gibran terdengar pasrah atas penilaian Barga, di situ Key merasa pria tersebut jujur padanya.     

"dia membawa mobilnya dan meninggalkanku saat aku enggan memenuhi permintaannya. Hari itu Rey berhasrat memata-matai gedung Djoyo Rizt Hotel. kami terpisah berjam-jam sebelum ia hilang. tapi aku tak memungkiri kalau ternyata hilangnya adikmu ada sangkut pautnya dengan keluarga Djoyodiningrat," Gibran menganulir perseteruan yang sempat memuncak di malam itu.     

"lalu apa imbalannya?" Key tahu ke mana arah pembicaraan Gibran. Tak ada yang gratis di dunia ini.     

"aku mau kamu menemukan perempuan yang kabarnya memiliki kemampuan mencuci otak, aku mau dia,"     

"kamu punya sesuatu yang bisa membantuku menemukannya?" ini suara Key.     

"kamu punya Pay yang bisa memberi informasi tentang perempuan itu," keduanya menoleh pada Pay.     

"saya tak yakin apakah ini mungkin, ujar pay jujur. Yang lebih mengenalnya adalah Darko. Ah aku lupa siapa Darko?" Pay memegangi kepalanya.     

"berusahalah mengingatnya," ujar Gibran. Tak ada yang tahu apa tujuan Gibran namun ketiga orang dalam ruangan ini menyadari mereka membutuhkan perempuan itu. Jika dia berasal dari ruang bawah tanah otomatis dia tahu segalanya. Segala-galanya tentang ruang rahasia yang mengerikan itu. Ruangan yang di takuti, senjata utama keluarga musuh bebuyutan klan Tarantula.     

"aku pernah berada di ruangan dan berdiri berdekatan dengannya, sebelum kami di giring memasuki ruang eksperimen, sebelum dia berangsur-angsur kehilangan jati dirinya. Darko bilang dia seorang penari dwi muka dia bisa memanfaatkan kemampuannya itu, dia mengatakan dia sebenarnya pimpinan perserikatan pekerja, taman hiburan di bawah naungan Tarantula, hanya itu yang aku ingat di kesempatan pertama dan terakhir kita bicara, selebihnya tak ada lagi informasi selain dari percakapan yang kadang terdengar dari para pengantar makanan. Bahwa dia di bawa oh... Leo, iya nama perempuan itu Leona," pekik pay di akhir kalimatnya.     

"Dwi muka kamu bilang?" ini suara Gibran matanya mengembara.     

"setahuku Tarantula tidak memiliki taman hiburan," ujar Key.     

"Tidak, ayahku memilikinya, aku bisa mencarinya, aku tahu taman hiburan itu," ujar Gibran, 'dan berkas renovasi taman bermain itu masih ada di laci, tak sempat ku tanda tangani,' lelaki bersurai pekat mengingat-ingatnya.     

Mengingat permintaan ganjil seorang paman dari taman hiburan yang tak menghasilkan apa pun, taman hiburan terbengkalai milik Rio.     

"baguslah," Key berbinar, "kita temukan perempuan itu, mungkin saja adikku bisa ketemu,"     

Gibran meninggalkan gedung yang di pimpin putra tertua Braga. Dia meminta sopir memacu mobil lebih cepat dari biasanya. Dia membutuhkan berkas usang di lacinya.     

Sesampai lobi ia berlari tunggang lalang menuju ruangannya, menarik laci di mejanya dan mengeluarkan sebuah berkas atas nama Darsono. Dia ingat betul bagaimana seseorang yang dia panggil paman, yang kabarnya orang dekat ayah Rio tersebut dengan sikapnya yang begitu percaya diri menyodorkan berkas ini [Volume III].     

Gibran membolak balik berkas dan mulai membuat panggilan, [hubungkan aku pada pimpinan pengelola Taman Hiburan]     

[boleh saya tahu anda siapa?]     

[Oh' saya Gibran, saya CEO grup Tarantula]     

[bapak maaf, bukankah kami telah terputus dari Grup Tarantula?]     

[Maksudnya bagaimana ya?]     

[Sebulan lalu Taman Hiburan ini di jual, bukan?] ada nada kesal di kalimat perempuan penerima telepon Gibran- nomor tertera sebagai nara hubung pada berkas yang berada di tangan Gibran, [Syukurlah pemilik kami yang sekarang sangat baik, kami sedang sibuk-sibuknya renovasi jika anda mau tanya sesuatu, sepertinya bukan kepada pengelola macam kami]     

'tu.. tu..t' telepon di tutup.     

Gibran menghubungi ulang dengan tak sabaran, [aku hanya ingin bicara dengan paman Darsono]     

[Pak Darsono??] dia yang menerima panggilan Gibran tersentak hebat. [Pak Darsono menghilang, entah ke mana dia, kami pikir kalian membuatnya hilang karena terlalu banyak menyuarakan tuntutan kami] ada nada geram dan murka dalam kalimat perempuan penerima panggilan.     

[apa??] Gibran mencoba memahami informasi.     

[maaf ya pak, intinya taman hiburan ini sudah bebas dari Tarantula Grup jadi tolong anda sebaiknya tidak menghubungi kami lagi] sebelum telepon di tutup perempuan itu terdengar bicara dengan seseorang.     

"siapa?" suara pria.     

"dia bilang mencari bapakmu," perempuan yang tadi berbicara dengan Gibran.     

"mungkin teman bapak,"     

"orang Tarantula Grup,"     

"tutup saja, kita tak ada urusan," dan suara menghilang.     

.     

.     

"Bianca bantu aku melacak pemilik baru taman hiburan ini," Gibran sering kali mengandalkan putri paman adam untuk segala hal yang dia inginkan. Bianca begitu cepat dan tak pernah mengecewakan. Perempuan ini menjadi tangan kanannya selepas hilangnya Rey barga.     

Bianca melirik wajah gusar Gibran, menatap berkas yang disodorkan padanya. Tanpa bertanya Bianca mendapatkan alasan kenapa lelaki yang enggan duduk dan berjalan modar mandir tersebut terlihat kesal luar biasa, "bagaimana bisa ayahku menjualnya? Menjual taman hiburan satu-satunya yang kita miliki,"     

Jemari Bianca menari di atas komputernya, "sejak kapan kak Gibran peduli pada aset yang merugi selama tiga tahun berturut-turut, aku minta maaf aku kali ini menyukai keputusan paman Rio,"     

"aku tak memintamu mengomentarinya, aku memintamu mencari siapa pemilik baru taman bermain itu, aku ingin," kalimat Gibran belum usai tatkala mata Bianca membesar mengujarkan sebuah nama.     

"Benjamin Thomas?" dengan ekspresi terheran-heran.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.