Ciuman Pertama Aruna

VI-169. Momo, Hologram Kekasih Pradita



VI-169. Momo, Hologram Kekasih Pradita

0Mendapat kesempatan bercakap-cakap dengan CEO baru Djoyo Makmur membuat lelaki bermata biru terlihat sedikit lebih tenang dibanding sebelum-sebelumnya. Muda dan bersemangat sekaligus totalitas, dia suka tipe orang seperti Thomas. Alih-alih mengingat kesalahannya di masa lalu, hendra merasakan pemuda itu telah menjadi pribadi yang baru.     

Berdiri di ambang pintu lift dan hendak memasukinya, dia yang bermata biru menaiki katrol besi tersebut sampai pada lantai paling dasar. Lantai yang terletak di bawah lantai yang dapat di jelajahi orang umum. Lantai D.     

Tak ada sambutan dan tak banyak penghuni yang tersisa di sana. Divisi-divisi di bawah lantai ini sebagian besar di kirim ke dua kota yang berada di bagian timur negara ini. Pembangunan besar selepas assessment panjang telah dimulai.     

Ruangan yang biasanya berisikan sekelompok orang yang tengah sibuk meningkatkan skill bela diri pun tak tersisa sama sekali. Tim Raka lah yang menjadi pimpinan pengelola di lapangan. Bukan lagi memanfaatkan orang-orang rekrutan baru, semua upaya tersebut guna meminimalisir kegagalan di lapangan selain menjaga terjadi hal-hal di luar rencana.     

Ketika pembangunan menuju kondusif dan siap dilepas, rencananya mereka bakal kembali ke tugas semula.     

"Tuan?" hendra yang tengah melihat-lihat ruangan kosong Raka, mendengar suara seseorang memanggilnya, suaranya sangat familiar. Tak lain adalah Pradita. Dia tak banyak di izinkan meninggalkan ruangan di bawah tanah ini. segala teknologi dan software yang di kembangkan oleh perusahaan Djoyo Makmur Group di bawah pengawasan divisinya, dia lah yang memegang kendali. Server-server utama mega bisnis keluarga konglomerat.     

"anda butuh sesuatu?" pradita mendekati lelaki bermata biru.     

"mungkin," kata 'mungkin' mendorong pradita membawa tuan muda Djoyodiningrat memasuki ruangannya. Ruangan penuh dengan monitor menyala, termasuk sebuah treadmill dengan layar monitor terjulur dari langit-langit, dan dapat diatur posisinya.     

Yang paling unik dari semua tata desain pada ruangan pradita ialah hologram di sudut ruangan. "beb, buatkan kami.." memandang Mahendra sejenak, "anda ingin minum apa?"     

"air putih, cukup bagiku," jawab hendra duduk di tengah-tengah ruangan, sofa nyaman berwarna abu-abu,"     

"beb, dua air putih,"     

Hendra memandai hologram yang diajak bicara pradita, "apakah dia spesial?" ini sekedar hipotesis acak.     

"dia kekasihku, produk terbaru, dikirim langsung dari tokyo, temanku menjadi salah satu bagian dari proyek hologram tersebut, dia meminta saya ikut andil meriview produk mereka," Pradita memandangi hologramnya penuh penghayatan, layaknya seorang yang tengah menatap seorang kekasih.     

Hologram tersebut berada di sebuah tabung kaca setinggi enam puluh centimeter. Dia bergerak-gerak. Gambaran anime kecil empat dimensi serupa gadis muda mungil dengan warna baju putih kebiruan tersenyum menyambut keduanya.     

Hendra tidak bisa menahan rasa tertegunnya, antara miris melihat keunikan salah satu pimpinan divisi di lantai ini termasuk, geli mengamati perilaku pradita.     

"minuman anda sudah siap," entah bagaimana hologram itu bisa tersambung dengan coffee machine yang tersedia beberapa meter dari keberadaan hologram imut itu.     

Pradita membawa dua gelas berisikan air putih segar, "Terima kasih momo,"     

"namanya momo?" ini suara mahendra, menerima gelas dari pradita, pria bermata biru tersebut meneguknya seperempat bagian.     

"iya, momo," Pradita menjawabnya dengan perasaan berbangga.     

"momo," Mahendra mengulangi nama hologram perempuan yang secara mengejutkan melambaikan tangan padanya.     

"momo menyukai kedatangan anda," Mahendra memijat pelipisnya mendengar pernyataan pradita.     

Selepas perkenalan dengan momo-sang gadis hologram- kedua lelaki ini lebih banyak membicarakan perkembangan miracle waves, sebuah marketplace yang merupakan perpanjangan ide startup surat ajaib, start up Aruna yang telah mati suri dan kini di kembangkan kakaknya, Anantha.     

Anantha mendesain idea mentah menjadi bahasa koding, sedangkan sebagian anggota dari divisi Pradita ikut serta dalam mengembangkan jaringan untuk memperkuat sistem.     

Dan sesuatu di dalam kepala pria yang tengah penuh oleh strategi yang tertera pada buku 'Sun-Tzu The Art of Warfare' mengamati dengan penuh penghayatan apa-apa yang paparkan Pradita. Pria yang memamerkan kinerjanya pada lelaki bermata biru.     

"bagaimana kamu bisa mengatakan bahwa apa yang kita miliki lebih baik dari produk digital yang diluncurkan Tarantula Grup?" dan sederet bahasa teknologi informasi menjadi bahasan seru kali ini, di paparkan lelaki yang saat ini rambutnya kembali berubah warna, semi purple.     

"jadi, dikarenakan pembuat produk digital tersebut adalah kakak iparku, dia tahu kelemahannya? Dan kalian menyempurnakannya?" mahendra memastikan pemahaman yang disusun di dalam kepalanya selepas mendengar penjelasan Pardita.     

Pradita mengangguk.     

"apakah kamu bisa meretasnya?"     

"Yang seperti itu butuh waktu dan-"     

"Tidak ada yang diizinkan merentas, merentas tindakan ilegal," hologram momo berbicara, imut, menggoda, dengan suaranya yang melengking kecil.     

"momo, tidur lah," hendra mendengar Pradita membuat kalimat perintah dengan suara tegas. akan tetapi ada nada kasih sayang di sana, dia tersenyum selepas mengetahui hologram itu mengeluh lalu padam.     

"maaf, tuan, dia hologram, hal yang paling ia takutkan tentu saja, diretas," Hendra mengangguk-angguk. Bukan karena penjelasan Pradita, melainkan menahan gundah mengamati gerak-gerik pimpinan divisi teknologi informasi, putra angkat yang paling patuh pada kakeknya.     

.     

.     

"saya akan mencari cara untuk melumpuhkan servernya,"     

"Ya, aku menantikan hari itu," hendra detik ini berjalan seiring caranya mengamati jam di pergelangan tangan, ia merasa waktunya bercakap dengan Pradita telah cukup, "satu lagi," membalik badan sebelum memasuki lift, "bantu kakak iparku menyelesaikan proyeknya,"     

"Anda tidak perlu mengkhawatirkan hal itu, anda bisa mengandalkan saya, Hadiah untuk istri anda saya pastikan sesuai rencana," maksud Pradita tidak akan melewati hari di mana istri tuannya melahirkan, lelaki bermata biru hendak menghadiahkan miracle waves pada istrinya. Perpanjangan startup yang menjadi mimpi besar perempuan yang detik ini memperjuangkan kelahiran simbol penerus generasi keluarga Djoyodiningrat.     

"oke, aku percaya kamu akan memenuhi tanggung jawabmu," Mahendra memasuki lift dan memencet tombol, akan tetapi detik berikutnya tangannya menjeda pintu lift sebelum tertutup rapat.     

"Pradita,"     

"Ya?" terkesiap oleh panggilan Mahendra, Pradita menegakkan punggungnya.     

"lusa, aku memiliki jadwal dengan salah satu dokter, em tim diana," pradita mengerutkan keningnya mendengar pernyataan tuannya yang tiba-tiba di luar konteks komunikasi mereka berdua.     

"aku melihat cincin di jarimu serupa dengan milik Momo, aku tidak tahu apakah aku perlu mengatakan selamat," kesan kecanggungan datang menghantam keduanya, "dia hologram yang spesial, tapi meniduri perempuan secara fisik, em... andai kamu sudah merasakannya, ku yakin kau tidak akan bisa mengabaikan sensasinya," Hendra kembali memencet tombol pintu lift, "gantikan jadwalku," dan lelaki bermata biru mendesah panjang selepas segala sesuatu di kepalanya ia lontarkan.     

Merogoh handphone di sakunya mahendra lekas menelepon Anastasya, dokter muda anak didik diana satu itu di rasa mahendra bisa beradu argumentasi dengan pimpinan divisi gila teknologi tersebut.     

[aku tahu kamu berpengalaman gonta ganti pasangan,] ini suara Mahendra untuk seseorang diujung panggilan telepon pintarnya, [kalau kamu bisa membuatnya jatuh hati pada manusia, aku siapkan bonus setara satu tahun gaji dari klinik dokter Diana]     

[hanya membuatnya jatuh cinta pada manusia?]     

[Ya. Kekasihnya, atau bahkan sudah dia anggap tunangannya, sebuah hologram]     

[Apa?? Oh' oke]      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.