Ciuman Pertama Aruna

IV-166. Tao (Jalan)



IV-166. Tao (Jalan)

0"Maaf, kenapa anda memberi saya buku ini?" benar, Thomas nyatanya tak fokus sama sekali.     

Mahendra tersenyum mendengarkan pertanyaan Thomas, pemuda di hadapannya ternyata lebih tertarik dengan apa yang dia beri ketimbang yang lain, "Aku hanya ingin kau mempelajarinya," Ujarnya. Matanya masih mengarah pada ilusi kota melayang akibat sinar matahari membuat perbedaan suhu dan tekanan udara di permukaan bumi dan langit. Sehingga, suhu di dekat daratan lebih dingin ketimbang di langit.     

Perbedaan suhu dan tekanan udara tersebut lantas membuat sinar matahari yang jatuh terbelokkan atau terputar balik. Sehingga, cahaya tersebut akan menghasilkan bayangan di langit yang berasal dari benda-benda di daratan.     

"Kedigdayaan keluargaku seperti fatamorgana, bukan begitu?," Thomas masih sibuk membolak balik lembar demi lembar buku di tangannya, saat lelaki di hadapannya kembali menyusun kalimat tanya.     

Sangat random, apa yang diungkap tuan muda Djoyodiningrat. Demikian Thomas menangkap ucapan Mahendra.     

Mengangkat pandangannya dari memperhatikan buku ke arah sorot mata lelaki bermata biru yang detik ini seolah tenggelam dalam lamunan sendiri, pemuda dengan rambut platinum turut memutar arah pandangnya dan mendapati punuk kota berbaris di bawah sana. Tak ada yang istimewa, tiap hari dia juga disuguhkan dengan pemandangan tersebut.     

"Kenapa anda berkata demikian?," atas ketidak pahaman yang berusaha dia temukan, Thomas memilih bertanya secara langsung pada tuan muda Djoyodiningrat.     

Lelaki itu mendesah dalam, sebelum mengembalikan mata kosongnya, "Apakah kau tak melihatnya?," Thomas hanya bisa mengernyitkan dahinya, "Kita semua tidak bahagia," suaranya bernada rendah selayaknya desahan lirih, seolah ada sebuah fakta penuh kegetiran yang dia ungkap, "Seolah menahan sesuatu, tapi kita tak tahu apa itu. Dan, aku mulai lelah menjalani kesabaran ini," Mahendra melempar sebuah gundah yang mirip gumpalan awan panas yang tengah memenuhi langit dan siap menghujankan abu, bukan air. Abu panas yang dapat melenyapkan tumbuhan di sekitarnya.     

Mungkin saja, rasa yang tertangkap saat ini layaknya gunung api yang tengah menimbun bara di perutnya dan mulai tak sanggup menahan magma. Ingin lekas mendesak keluar, hingga erupsi itu muncul perlahan namun pasti.     

"Ya, saya melihatnya," Thomas menggenggam erat buku di tangan. Untuk memahami pekerjaan barunya, dia sering kali mengunjungi Surya pada villa tepi pantai, dan melihat bagaimana lelaki itu menjalani proses pemulihan. Sebagian rambutnya hilang, sehingga memerlukan Transplantasi rambut [1].     

Dua iris mata berbeda warna itu saling bertemu, "Pelajari apa yang ada di tanganmu dan beri tahu aku, strategi apa yang cocok untuk mengguncang mereka. Kau tahu mereka, maksudku siapa—bukan?," Thomas mengangguk dalam, "Dalam sudut pandang bisnis, aku ingin meratakan mereka satu persatu, jika mengakuisisi mustahil," tambah Mahendra.     

"Ya, saya mengerti," suara ini terdengar mantap.     

"Bagus," dan keheningan sempat melanda, sebelum lelaki bermata biru itu kembali bicara selepas pemuda dengan rambut platinum tersebut terlihat membaca lembar demi lembar buku yang dia berikan, "Yang aku suka dari strategi perang ahli militer China kuno Sun-Tzu, di antaranya adalah cara dia mengawali perang," ujar Mahendra berikutnya, "Dia membuat penilaian di awal, tak tergesah-gesah," Thomas menghentikan kegiatannya membaca, manik matanya naik mengamati tuan muda Djoyodiningrat. "Lima dasar kriteria sebelum maju berperang: tao (jalan), iklim, medan, komando, dan aturan.".     

Apa yang dikatakan lelaki bermata biru tepat, sama dengan lembar yang dipegang Thomas, "tao," lirihnya, melihat tulisan yang ada pada halaman terbuka.     

"Kita bisa menganalogikan itu semua, sebelum segalanya dimulai. Aku mau kesempurnaan dalam segala hal. Dan aku butuh kau, selain orang-orang di bawah komando ku dan teman-temanmu di lantai D," Thomas meletakkan buku di tangannya tepat di atas sebuah meja yang menjadi ruang pemisah jarak antara dirinya dan tuan muda keluarga tempatnya mengabdikan diri.      

Lelaki yang kini menjabat sebagai CEO pengganti tersebut menyadari arah pembicaraan ini menuju ke ranah yang lebih serius, sehingga dia memilih untuk mengabaikan rasa penasarannya pada buku yang harus ia pelajari, "Kau yang paling bisa membuat penilaian, selain kekuatan fisik mereka. Aku bisa mengandalkan yang lain untuk mengukur kemampuan mereka dalam hal jumlah pengawal dan yang lainnya. Sayangnya, aku menginginkan lebih dari itu. Aku ingin menggulingkan satu persatu para dewan dari segala aspek, keruntuhan sempurna yang aku harapkan," kembali, manik mata biru itu kosong, "Kau berhak atas tim khusus, atau apapun yang dulu sempat kau tinggalkan," maksud Mahendra adalah divisi Thomas yang terbengkalai, "Panggil kembali para pekerja yang menjadi mata-mata perusahaan dewan Tarantula,".     

"Baik," mata kosong tersebut, tergugah oleh jawaban tegas Thomas.     

"Sayangnya, waktumu tak lama. Kita sudah sangat lambat dan telat. Bagi kakekku, lahirnya penerus keluarga ini sudah cukup untuk menjamin keberlangsungan kami. Bagiku, itu tidak cukup sama sekali. Panjangnya permusuhan yang diwariskan hanya akan mengakibatkan kerugian," Thomas menyadari, detik ini, dia akan lebih baik berperan sebagai pendengar. Lelaki bermata biru di hadapannya jarang bicara banyak, kecuali orang-orang yang sangat dekat atau orang yang dia inginkan.     

Dapat kesempatan mengetahui isi hati sang pewaris tunggal keluarga tuannya adalah sebuah kebanggangan tersendiri.     

"Dalam perang, aku telah banyak mendengar tentang ketergesa-gesaan yang bodoh, tetapi belum pernah ku lihat permusuhan yang dibiarkan berkepanjangan sebagai pilihan kasus yang cerdik. Tak pernah ada kondisi yang menguntungkan dari perang yang berkepanjangan, itu kalimat Sun-Tzu yang paling Ku ingat," manik mata biru memindai Thomas dari ujung rambut sampai bagian tubuh yang terlihat dari sang CEO pengganti tersebut.     

"Aku ingin mengakhiri ini, di generasiku," untuk kesekian kali, sang pendengar mengangguk lirih, memberikan pengukuhan bahwa dia akan mengabdi layaknya pion dalam permainan catur. Siap menjadi apa saja, bahkan tumbal sekalipun, demi kemenangan sang raja dan ratu di atas papan hitam putih tersebut.     

"Kalau memiliki kekuatan 10 kali kekuatan musuh, kepunglah dia; kalau lima kali, seranglah dia; kalau dua kali, hadapilah dia; kalau sama-sama kuat, pecah belahlah dia; kalau Anda kalah banyak, bertahanlah; kalau Anda bukan tandingan musuh, hindarilah dia," sekali lagi, Mahendra memberi tahu Thomas bahwa ia menyadur kalimat sang legenda strategi perang Sun-Tzu, sebelum menjabarkan hal lain seputar, "Kita sama-sama kuat, untuk itu, memecah belah adalah hal yang paling bisa kita lakukan. Beri aku hasil penilaianmu secepatnya, sembari mengaktifkan kembali mata-mata kita. Apakah kau merasa berat dengan tugas ini?"     

"Tidak, sama sekali tidak. Andai saya punya kendala yang tak mampu saya pecahkan, saya bakal segera menemui anda," Mahendra tersenyum senang melihat gairah muda yang penuh tekad dari kalimat Thomas. Tak ada yang menyangkal, bahkan lelaki bermata biru itu sendiri, terkait kepiawaian pemuda di hadapannya tentang menilai sebuah perusahaan dan seluk-beluk bisnis, "Namun, saya punya syarat?,".     

"Syarat?," sang tuan muda menyajikan tiga buah garis di antara kedua alisnya.     

Thomas mengangguk, "Hanya sebuah syarat,".     

"Apakah ini tentang jabatan tetap?" pertanyaan Mahendra mendapat gelengan kepala dari lawan bicaranya.     

"Sama sekali tidak ada hubungannya dengan itu," jawab Thomas, "Syarat ini di luar yang anda pikirkan,".     

"Sebutkan,"     

.     

.     

[1] Transplantasi rambut juga disebut cangkok rambut dan tanam rambut adalah prosedur yang dilakukan untuk mengembalikan rambut pada area kulit kepala yang mengalami penipisan hingga kebotakan. Operasi rambut yang satu ini tersedia dalam berbagai jenis, yaitu: operasi perluasan jaringan kulit kepala (flap surgery), operasi mengurangi kulit kepala, dan implan rambut.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.