Ciuman Pertama Aruna

IV-161. Bukan Tanpa Alasan



IV-161. Bukan Tanpa Alasan

0"ada cara lain, namun ini tak mudah," melihat harapan masih ada, tangisku hilang seketika, menangis tak menyelesaikan masalah, logikaku kembali bekerja.     

"Ini sangat tak mudah, terutama bagi ibu, dan ada syarat yang harus terpenuhi terlebih dahulu," kalimat sang dokter menyita seluruh perhatianku. "jika tak ada pendarahan lagi, sampai dua puluh empat jam ke depan, akan saya tawarkan cara lain selain melahirkan prematur," mataku dan mata Mahendra bertautan.     

'Ada harapan, aku masih belum gagal,' bibirku tak berucap, tapi aku tahu Hendra yang detik ini menatapku dan mengangguk padaku telah memahami bahwa aku menginginkan itu.     

Tubuhku di dorong keluar ruangan dan suster mengatakan padaku bahwa aku tidak diizinkan bangkit. Aku di minta untuk merebah diri di ranjang.     

Di sisi lain aku melihat bagaimana orang Hendra membuntuti ranjangku. Aku menatap Herry yang bibirnya lebam, dia seolah tidak peduli dengan keadaannya. Berjalan mengiringiku dan tetap berdiri di sampingku sampai aku memasuki kamar bahkan hingga aku terlelap.     

***     

"Tolong anda lihat ini," Hendra di minta dokter mendekat, sebuah gambar di tunjukan sang dokter pada lelaki bermata biru. Duduk di kursi di depan sang dokter Hendra mendapati tiga buah gambar bayi berada di dalam rahim ibu. Sebuah gambar dengan keterangan normal bayi plasenta tertelak di langit-langit rahim. Sedangkan untuk rahim tidak normal plasenta turun ke bagian punggung rahim atau bahkan turun sampai pada dinding bawah rahim tepat di kepala sang bayi yang di lukiskan tertidur memeluk dirinya di mana kepala mereka berada pada sisi bawah.     

"Plasenta adalah organ yang terbentuk di rahim pada masa kehamilan. Organ ini berfungsi menyalurkan oksigen dan nutrisi dari ibu kepada janin, serta membuang limbah dari janin. Mungkin anda pernah mendengar istilah Ari-Ari? Plasenta sama dengan Ari-Ari itu sendiri," Hendra mendongakkan wajahnya. Melepas tatapannya dari gambar yang di sajikan sang dokter tepat di hadapannya.     

Mengangguk-angguk ringan lelaki ini telah memahami dengan baik. "Plasenta previa mengakibatkan tertutupnya sebagian atau seluruh jalan lahir. Selain menutupi jalan lahir, plasenta previa dapat menyebabkan perdarahan hebat, baik sebelum maupun saat persalinan, Saya tahu kita berdua melihat seberapa banyak pendarahan istri anda," Walaupun suster tak sempat mengatakan seberapa banyak demi ibu hamil yang tengah menahan rasa sakit..     

Dua lelaki yang berada sini di mana salah satunya adalah Mahendra, melihatnya dengan mata kepala sendiri. Sembari menahan getir yang hampir berhasil mengahantam jiwanya.     

"kabar baiknya, pendarahan istri anda sudah berhenti, mungkin saat ini ia menerima transfusi darah," ujar sang dokter.     

Mengambil gambar di meja menggantinya dengan gambar lain, "jika istri tidak mengalami pendarahan berulang kami mengizinkan istri anda untuk mempertahankan kandungan sampai masa lahirnya, namun sekali lagi, ini tidak mudah,"     

Sang dokter menunjukkan gambar ilustrasi tidur ibu hamil, "Istri anda mau tidak mau bed rest atau istirahat beberapa waktu dan meminimalisir aktivitas, dilarang olah raga, menghindari hubungan intim, bahkan dalam kasus ini saya mau tak mau menyarankan posisi tidur seperti ini yang perlu di upayakan sampai hari di mana bayi anda siap di lahirkan, untuk itu saya menyarankan agar bayi dilahirkan secepatnya melalui operasi caesar."     

Hendra belum menjawab, Pria ini memperhatikan ilustrasi tidur yang sempat di sentuh telunjuk sang dokter, ibu hamil terlentang dengan sebuah bantal penyangga di punggungnya. Apakah Aruna bisa melewati ini selama satu bulan?     

Melihat ekspresi terakhir Aruna yang mengabarkan bahwa ia mengharapkan jalan lain selain melahirkan prematur. Lelaki bermata biru mendesah, menyadari istrinya bakal dengan kekeh memilih bed rest dengan metode ini ketimbang meletakkan bayi dalam inkubator selama satu bulan dengan berbagai macam risiko salah satunya terjadi gagal fungsi organ.     

"Aku harus bicara dulu dengan Aruna," Hendra mendorong gambar ilustrasi di hadapannya. Mengusap wajahnya, pria ini terdiam beberapa saat, sebelum menegakkan punggungnya. "sejauh mana risiko yang akan di hadapi ibu hamil dengan plasenta Previa saat dia memutuskan mempertahankan janinnya hingga masa kelahiran tiba?"     

"Syok, akibat pendarahan hebat, namun sekali lagi andai malam ini tak ada pendarahan kita mungkin bisa lebih yakin istri anda tak akan mengalaminya, tentu dengan syarat berbaring," akan tetapi sang dokter terdiam kembali, "sayangnya terbaring terus menerus, bisa mengakibatkan penggumpalan darah, untuk itu harus ada tenaga medis yang selalu memantau istri anda,"     

"akan kudiskusikan dengan istriku," Hendra meninggalkan meja sang dokter dengan kalut, kalimat-kalimat sang dokter melayang-layang di pikirannya.     

"Asfiksia janin, Kondisi ketika janin tidak mendapat cukup oksigen saat di dalam kandungan. Hal ini juga bisa terjadi,"     

Setiap detail risiko lah yang menjadi poin utama modalnya berbicara dengan Aruna.     

.     

.     

Membuka pintu dan melihat perempuan yang mengandung babynya tertidur pulas, ada rasa sedikit lega di sana.     

Kakinya bergerak melangkah mendekati ranjang, seorang suster tersenyum pada Mahendra. Suster tersebut memegangi sebuah bantal dan mengamati pasiennya dengan saksama.     

"apa kamu ingin meletakkan itu -bantal-, di bawah pinggulnya?" duga Mahendra.     

"Maaf," dia mengangguk, "itu metode terbaik,"     

Spontan Mahendra menyentuh perut besar itu. Selama ini, semenjak Aruna hamil, dia dengan sengaja tidak pergi ke dokter kandungan atau komunitas senam ibu hamil di luar rumah induk. Terlebih dengan semakin besarnya kandungan Aruna.     

Semua itu bukan tanpa alasan, termasuk membawa Aruna untuk menetap di Villa pinggir lautan hingga dia perlu menempuh perjalanan panjang sekedar untuk bekerja, juga bukan tanpa alasan.     

Hendra, tentu saja belajar dari keputusan kakeknya dimasa lalu -yang dengan sengaja menyembunyikan keberadaannya hingga mencapai usia 6 tahun- sekali lagi semua itu bukannya tanpa alasan.     

Pewaris yang lahir meneruskan silsilah keluarga Djoyodiningrat ialah lambang bencana besar bagi sekelompok orang yang menjadi musuh bebuyutan.     

Seorang perempuan yang bernama Clara masih membawa dendam yang sama, sumpah yang sama, yang di tuang dalam tungku panas hubungan rumit yang di ciptakan ayah mereka dan ibu mereka.     

Dia telah membunuh bayi laki-laki yang seharusnya lahir sebagai adik Gayatri. Hal yang sama tentu saja bisa terjadi pada Aruna.     

Mata lelaki berstatus pewaris tunggal Djoyodiningrat mengamati gerakan perlahan suster mengangkat pinggul istrinya perlahan-lahan. Demi menyokong bantal di sana. Demi mempertahannya bayi di perut yang kelahirannya bakal menjadi lambang ancaman bagi musuh utama, keluarga Diningrat.     

"Dia menahan sakit sejak tadi, mungkin karenanya istri anda akan tidur lebih lama," ujar suster, mengira cara Hendra mengusap-usap dan menatap istrinya dengan tujuan membangunkan pasiennya.     

Sang suster yang terlihat canggung dengan adanya para lelaki di seputar ruangan ini, ia izin untuk mundur dan berpesan memanggilnya andaikan pasiennya membutuhkan bantuan.     

Menyisakan Hendra dengan para ajudannya, yang berangsur-angsur memasuki ruangan.     

"Bagaimana pemindahan tubuh Rey?" Hendra melintasi orang-orang yang berdiri di seputarnya. Lelaki bermata biru menjauh dari ranjang rawat istrinya, ke sisi yang menyajikan Sofa, dia duduk di sana dan gerakan tangannya mempersilakan orang-orangnya duduk bersamanya.     

"Juan bersama Tim sedang menghendel perpindahan tubuh Rey, tuan. dia juga yang tadi memberi tahu kami, bahwa kami sedang di intai," Rolland yang detik ini membalas pertanyaan Hendra.     

"Juan hafal orang-orang Rio, itu yang aku butuh kan darinya, panggil dia untukku, sekarang." Pinta Hendra menatap Alvin, "Gantikan tugasnya Rolland, aku punya misi sendiri untuknya dan," mata Hendra berpindah pada Herry, "kamu," Herry mengangguk. Rolland bangkit menyambut perintah.     

'Rio ingin membunuh bayiku? Atau mencari keberadaan Rey?'     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.