Ciuman Pertama Aruna

IV-141. Menemukan Keseimbangan Hidup



IV-141. Menemukan Keseimbangan Hidup

0"Apa yang terjadi pada putriku?" sang ayah bertanya dengan hati-hati. Ekspresi wajah Lesmana yang awalnya terkesan santai berubah sedikit menegang.     

"Aku tidak tahu harus bagaimana menceritakan ini pada ayah," dia kehilangan kata-kata yang sudah sempat terkumpul di kepalanya. Bagaimana merangkai kata terkait putri dari seorang ayah yang membesarkan anaknya dengan kasih sayang, mengetahui bahwa putrinya sudah menembak seseorang dan orang tersebut sekarang dalam kondisi kritis belum sadarkan diri.     

Sepanjang perjalanan dengan kecepatan tinggi menuju rumah ini, Mahendra memberi tugas pertama pada tim Black Pardus yang baru tadi pagi saling terkoneksi kembali. Menggunakan seluruh kemampuan mereka mencari tahu siapa yang mendapatkan tembakan dari istri tuannya. Menelusuri di mana nona mereka ditemukan dan siapa yang paling mungkin dapat mengetahui segalanya.     

Gadis yang baru saja diminta meninggalkan rumah induk bahkan belum sempat menyentuhkan kaki di halaman rumahnya, ketika dia kembali dijemput kumpulan orang-orang tuan-nya. Interogasi terjadi secara sengit. Dia membungkam, kecuali ketika dia diberi tahu bahwa nonanya dalam keadaan yang tidak baik-baik saja andai dia terus terdiam.     

Gadis itu mengaku dengan memberi ciri-ciri, namun dia pun tak bisa menunjukkan kemana dan di mana putra Barga itu diamankan. Walaupun Kihrani tidak bersuara, semua bisa menduga siapa yang ada di balik gerakan serapi ini.     

Vian membawanya ke rumah sakit yang biasa digunakan keluarga Djoyodiningrat. Sebuah lembaga pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara paripurna, yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat, dimana sebagian sahamnya adalah milik keluarga konglomerat tersebut.     

Segalanya terungkap dalam sekejap. Dan, kali ini, tinggal memastikan bagaimana reka kejadian sehingga nona muda itu bisa selamat. Bersiap sedia mengumpulkan bukti untuk menyelamatkan sang nona, terutama secara hukum, andai keberadaan Rey ditemukan oleh Tarantula atau siapapun.     

"Kalau begitu bawa aku pada Aruna!" firasat ini bukan sekedar bagian dari insting seorang ayah yang memiliki pertalian darah. Firasat berdasarkan Profesor Digby Tatum, seorang ahli psikoterapis klinis yang telah melakukan penelitian tentang cara kerja otak dan bagaimana seseorang berkomunikasi. Otak memiliki peran penting untuk menghubungkan kita dengan pikiran orang lain saat berbincang. Dan, firasat yang timbul pada diri Lesmana adalah hasil pria tersebut memindai gerakan tubuh Mahendra.     

"Sebelum aku membawa anda menemui Aruna, aku harus berbicara dengan anda terlebih dahulu," sejujurnya, Mahendra sepat syok dengan permintaan mertuanya. Mana mungkin ayah sanggup melihat wajah lebam atau leher membiru dan telapak tangan yang tercabik, yang didapatkan oleh putrinya dari tragedi semalam?, mengingat bahkan punggung Aruna belum sempat mendapatkan operasi.     

Sekali lagi, kesadaran akan banyaknya luka yang ada di tubuh istrinya, seolah membuat dadanya diiris oleh sebilah pisau.     

"Pertama, beritahu aku saran versi ayah lesmana untuk meciptakan kebahagiaan Aruna," dia yang tengah berbicara sekali lagi mencoba mengulur waktu sepanjang-panjangnya untuk mencari kosakata yang tepat guna menjelaskan keadaan istrinya.     

"Setiap orang memiliki cara bahagia dan tingkatan kebahagiaan berbeda-beda, Hendra," Lesmana meraih tatah, sebuah alat untuk memahat kayu, "Mungkin orang pikir saat ini aku terlihat tak lebih sukses dari diriku yang dulu. Punya jabatan direktur salah satu anak perusahaan baru Djoyo Makmur group, sesuatu yang diincar banyak orang dan membuat terkesima bahkan iri. Namun kenyataannya, bekerja seperti itu membuatku meyakini sebuah pemikiran modern yang banyak benarnya juga, bahwa bekerja adalah sebuah pengabdian sekaligus penyangkalan diri," Mahendra mendengarkan dengan saksama, bahkan gerakan memutar-mutar benda di tangan mertuanya tak luput dari pengamatan matanya. Baginya, suara ayah Lesmana adalah alunan musik dari penyanyi favorit yang sedang mengumandangkan lirik lagu termagis.     

Bagi seseorang yang hidup tanpa seorang ayah sejak kecil, tutur seperti ini adalah bagian yang termahal. Sesuatu yang tidak dapat dibeli, sebuah momen yang langka dan istimewa. Dia sedang menjadi pendengar dan tak membiarkan konsentrasinya buyar barang sekejap. Mahendra yang biasanya terkesan lebih pandai merangkai kalimat, detik ini, dirinya tersabda sebagai pendengar ulung.     

"Kau tahu arti kata 'Karoshi?', kata itu berasal dari bahasa jepang. 'Kematian akibat bekerja berlebihan' telah menjadi fenomena dan diangkat sebagai kosakata internasional, akan tetapi pengabdian buta pada suatu perusahaan menjadi semakin tak dapat diterima. Ideologi itu yang ditanam kakekmu pada jiwa-jiwa kami sebagai orang-orangnya. Kau pasti bertanya-tanya mengapa aku mengatakan ini?" mata pria matang usia dengan tatah di tangannya, melirik lelaki berparas Jawa-England yang kontras sekali saat memahami bahwa dia benar-benar mendengarkan ocehan lawan bicaranya.     

"Kami hidup dan tumbuh dengan hal-hal yang masif yang dijejalkan pada kami secara berangsur-angsur, selama bertahun-tahun, seperti dirimu. Kamu mungkin telah terbiasa dengan pola itu, demikian juga aku. Namun secara intuisi, kita semua menyadari etika tentang tatanan kerja atau apapun yang dituntut oleh sebuah kelompok sosial tidak serta merta membawa kebahagiaan. Sedangkan putriku berasal dari luar lingkaran itu. Budaya yang asing dan cara hidup yang menurut dia tak sesuai dengan dasar-dasar pemikirannya. Dia pasti tersiksa," sang ayah bisa melihat menantunya mengangguk. Mahendra tahu banyak hal secara teori, sayangnya teori tetaplah teori. Segalanya akan berbeda ketika seseorang menjalankannya langsung.     

"Sama seperti Aruna, aku yang telah terlepas dari lingkaran sosial tersebut sempat menemui banyak kesulitan, melamun setiap saat dan merasa tidak berguna. Sampai kutemukan keseimbangan hidup yang baru. Yang menjadikan hidupku lebih berwarna kembali, seperti yang aku pegang saat ini," Lesmana mengangkat tangannya dan menunjukkan tatah pada menantunya. Lelaki bermata biru tertangkap mengerutkan dahinya, mengamati keunikan mertuanya.     

"Aku memulainya dari benda ini. Saat pindahan dari rumah ini dan menyeleksi barang-barang mana yang harus dibawa, serta yang mana harus dibuang ketika mendapati kenyataan kami akan berpindah di rumah yang jauh lebih sempit. Aku menemukannya, benda sederhana ini berhasil membawaku terbang ke masa lalu, mengais kenangan lama tentang kehidupan masa kecilku. Kurunut di titik mana kehidupan sederhanaku tempo dulu terasa bahagia, dari masa anak-anak hingga masa remaja. Kau tak akan percaya bahwa aku pernah menjadi tukang kayu. Setiap hari membantu bapak melanjutkan pekerjaan kakek sebagai buruh ukir di mebel lokal. Dan ternyata pernah mempelajari tehnik kakekku, sampai mengalahkan kemampuan bapakku adalah kenangan manis tak terlupakan, demikian caraku menemukan keseimbangan itu," panjang lebar Lesmana menarasikan keberhasilan dirinya menemukan sesuatu yang menarik dan memuaskan batin.     

"Jika kau bertanya aku lebih bahagia sebagai direktur atau diriku saat ini?, dengan bangga aku bisa mengatakan aku bahagia saat ini," dia yang bicara tengah tersenyum, senyumnya bukan bagian kegetiran akan tetapi senyum mengembang yang berarti ada harapan, "Kau tahu aku dulu penggila kerja, orang yang begitu taat pada aturan yang diciptakan oleh budaya Djoyo Makmur group dan keluargamu. Dulu pun, aku juga mencintai pekerjaanku. Andai ritme kehidupanku dibalik dan di beri pertanyaan tepat ketika aku mengabdi pada pekerjaanku dulu, aku pasti mengatakan 'aku bahagia dengan pekerjaanku',".     

"Apakah anda ingin mengatakan Aruna harus mencari tahu cara bahagia versinya?" akhirnya si pendengar ulung ini memberi komentar.     

"Putriku dari luar lingkaran sosial kalian. Lingkaran keluarga dengan aturan kuat dan semua orang taat. Sayangnya, sebagai orang baru tidak mudah menemukan keseimbangan yang aku maksud. Keseimbangan itu harus dicari. Kalau memang Aruna merasa kesulitan, kau sebagai partnernya perlu membantunya," ujar Lesmana. Mata pria matang usia ini memandang lekat-lekat menantunya.     

Mahendra menelan ludahnya. Selama ini, dirinya bukannya membantu menyelaraskan kehidupan Aruna di tempat barunya yang sangat jauh berbeda. Perempuan hangat itu malah dikekang dengan menjauhkannya dari segala bentuk kesenangan gadis ceria yang kini telah mengandung putrinya. Membatasi geraknya dengan berbagai dalih keamanan keluarganya. Membiarkan istrinya berjalan sendirian memahami lingkungan baru yang bertolak belakang dengan dunianya yang dulu.     

Aruna pastilah kebingungan, sebab usianya yang sangat muda. Terlebih cara pandang bebas sang milenial yang terpapar berbagai informasi, termasuk bagaimana perempuan harus bangkit dari patriarki dan melawan seksisme yang kental di tubuh keluarganya. Keluarga Djoyodiningrat.     

Kegilaan perempuan itu atas rasa frustasinya hidup di tempat asing, membawanya pada pemberontakan yang kadang kala di luar nalar.     

"Ayah, aku akan membawamu pada putrimu. Tapi ada satu syarat yang harus anda pegang sebelum bertemu mata dengannya," ujar Mahendra.     

"Apa itu?"      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.