Ciuman Pertama Aruna

IV-132. Menancapkan Pecahan Kaca



IV-132. Menancapkan Pecahan Kaca

0"Jangan melawan!," ujar Rey. Menoleh ke beberapa sisi, tampaknya pemuda itu mengamati dasi di lehernya sendiri dan berupaya kembali ke tempat duduknya—kursi kemudi—saat ia berusaha melepas benda yang tertaut pada kerah bajunya itu. Putra Barga sepertinya berniat mengikat perempuan hamil yang tengah menunggu momen hilangnya konsentrasi laki-laki tersebut.     

Aruna solah bergerak mendekati Rey, nyatanya, tangannya menjulur dan memencet sebuah tombol yang berfungsi sebagai pengunci otomatis semua pintu dan jendela mobil mewah putra bungsu keluarga Barga tersebut.     

Menyadari tindakan tersebut, pemuda—yang masih berusaha melepas dasinya—itu lekas menodongkan senjata apinya, tatkala perempuan hamil itu sudah berhasil membuka pintu dan siap untuk turun.     

"Lakukan saja, kalau perlu tepat di kepalaku," tantang Aruna, menatap dengan berani Rey Barga yang terlihat jengkel dengan ungkapan tersebut.     

Pemuda dengan bau alkohol menguar itu lekas merebut tangan perempuan yang sebagian kakinya sudah menggapai pasir pantai. Spontan Aruna—yang kini merosot, menuruni mobil—menarik kuat-kuat lengannya, lalu berbalik untuk menggigit lengan Rey.     

Lelaki tersebut berusaha keras melepas gigitan yang dilakukan Aruna dengan cara menarik lengannya, namun tak berhasil. Ingin melukai, tapi sepertinya pria bau alkohol ini bahkan tak punya kesadaran untuk melakukannya. Hingga sebuah cara di luar kendali dia jalankan. Rey menjambak rambut perempuan hamil tersebut.     

Ikatan cantik di mana separuh rambut bagian atas terikat sempurna dan sebagian yang lain dibiarkan tergerai, kini sudah koyak dalam genggaman Rey.     

Aruna tak peduli rambutnya yang berada di tangan lelaki tersebut, tatkala manik mata coklatnya menatap tanpa rasa takut sedikitpun pada putra Barga. Detik berikutnya, ikut meraup telapak tangan lelaki yang ada di kepalanya dan berusaha sekuat tenaga menancapkan kukunya, lalu membuat cakaran.     

Rey terkejut dengan tindakan tersebut, terlebih lagi ketika dia mendapati mata coklat itu menghujam tajam penuh keberanian. Hingga akhirnya, dia melepas perempuan hamil itu dengan sengaja. Sebab, dia sadar bahwa Aruna tak akan banyak memiliki kemampuan berlari dan menghindar darinya.     

"Apa kau benar Aruna?" Rey bertanya dengan nada timbul tenggelam. Dia keheranan terhadap apa yang dia lihat. Gadis yang merebut hatinya jauh-jauh hari itu adalah seseorang yang halus dengan perangai lembut. Dulu dia begitu polos, bahkan tidak menyadari bahaya yang mengancam saat pria tersebut sempat membawanya kabur. Putra Barga pikir, hari ini hal yang sama akan berulang. Namun sepertinya, kali ini bukan perempuan yang sama, yang ia temukan.     

"Ya. Kenapa?" pelipis dan seluruh wajah Aruna dipenuhi peluh karena pergulatan sengit keduanya. Nafas ibu hamil itu timbul tenggelam. Masih berusaha memeluk dan mengelus perutnya, dia membuat Rey terkejut saat perempuan itu tak kunjung berlari seperti dugaanya.     

Mendapati hal tersebut, Rey berusaha menggapainya, namun Aruna menghindar mundur dan masih tidak berlari.     

Kini, pemuda yang kesadarannya timbul tenggelam itu menjadi semakin bingung. Dia turut serta menuruni mobilnya, saat Aruna memilih menghindari Rey dengan mengambil jarak melalui caranya mengelilingi mobil tersebut.     

"Kemarilah, Aruna. Aku tidak akan menyakitimu. Aku minta maaf. Kau bakal kelelahan kalau terus menghidariku," bujuk rayunya sembari melangkah mendekati Aruna. Mengelilingi mobilnya, sedangkan perempuan tersebut konsisten menghindar dengan cara yang sama.     

"Bagaimana kau bisa kehilangan rasa takutmu? Kau membuatku terkejut, tapi aku kian terpesona dengan tindakanmu itu." Rey melangkah dan sempat berlari sesaat, dimana hal yang sama juga dilakukan Aruna.     

Aruna hanya terdiam dan fokus dengan perkiraan-perkiraannya sendiri. Hingga sampai pada pintu di dekat kemudi, perempuan itu berusaha membukanya, menyajikan sedikit celah dengan gerakan samar. Kemudian lekas berjalan mengambil jarak antara dia dan pemuda berbau alkohol itu dengan cara yang sama. Mengelilingi mobil tersebut.     

Sekali lagi, kala ia sampai pada pintu penumpang sisi depan—tempatnya duduk tadi—pintu tersebut segera dia tutup rapat-rapat. Sehingga hanya menyisakan satu buah pintu yang terbuka sekian inci.      

"Aku pernah nyaris kehilangan nyawaku sebelumnya. Jadi saat aku terpaksa dihadapkan pada situasi yang sama, rasa mencekam itu sudah tidak ada artinya," Rey berhenti melangkah dan Aruna pun segera menghentikan langkahnya. Perempuan ini sejujurnya sangat lelah dan kehausan.     

Berusaha berjalan lambat mendekati pintu pengemudi diam-diam, Aruna mengalihkan konsentrasi Rey dengan menerbitkan kalimat tanya. "Apa tujuanmu melakukan tindakan ini?!"     

"Aku tidak tahu, aku terus membuntutimu selepas melihatmu. Aku ingin kau ikut dengan ku," jawab Rey, yang kembali berjalan.     

"Kemana?" Aruna masih terus mengecoh pria tersebut dengan pertanyaan-pertanyaannya. Disaat dia memiliki kesempatan, perempuan itu berhasil membuka pintu dan segera menutup pintu mobil tersebut rapat-rapat.     

Rey yang menyadari tindakan Aruna, terkejut bukan main. Dia mencoba membuka pintu lain. Kenyataannya, perempuan hamil itu telah berhasil memencet kunci otomatis pada deretan tombol di sekitar setir mobil.     

Menyalakan mobil dan berusaha keras menginjak secara bergantian gas dan pedal rem. Aruna berhasil membuat mobil bergerak maju mundur, sayangnya sudah terlalu dalam terjebak pasir.     

Sedanhkan di luar mobil, tampaknya Rey yang menyadari kesialannya, kini berbuah manis. Berusaha dengan elegan membujuk Aruna mengeluarkan dirinya, atau minimal membuka pintu.     

Merasa diabaikan, pemuda itu memanfaatkan senjatanya. Menembak sebanyak dua kali pada kaca jendela bagian depan kursi penumpang, Rey berhasil memecahnya.     

Sedangkan Aruna yang menyadari dirinya bisa jadi bakal terjebak kedua kali dengan Rey—sebagai penyandera—menolehkan wajahnya ke sekeliling. Ia menemukan dua botol bekas alkohol tak jauh dari jangkauannya.     

Tak ingin membuang waktu, Aruna lekas membuat pukulan kuat-kuat, sehingga botol tersebut pecah. Dan kedua botol kaca tersebut ia jadikan senjata. Aruna menggenggamnya kuat-kuat pada telapak tangan kanan dan kiri secara bersamaan. Tepat ketika kaca mobil di depan berhasil di bobol Rey dan pria itu berusaha masuk.     

_Kalau aku tak bisa menghadapi kejadian ini, aku akan berakhir sebagai tahanan seumur hidup_ benak Aruna membaca situasi.     

Ketika—saat ini—dia kalah terhadap Rey, perempuan hamil itu meyakini pria tersebut bakal menyanderanya. Walaupun suaminya akan bertindak untuk menyelamatkan dirinya, namun semua sama saja. Sebab, dia dapat di pastikan sama bakal berakhir sebagai tahanan dalam sangkar emas. Rumah megah di lereng bukit milik keluarga Djoyodiningrat.     

Usai membaca situasi, perempuan ini perlahan terdorong oleh keberaniannya yang terpendam. Di hadapannya ada seorang laki-laki yang berusaha memasuki kendaraan beroda empat, tempatnya berada saat ini. Rey menaikan sebagian tubuhnya pada kap mobil bagian depan dengan memegang senjata api di tangannya—bagian kanan—dan masuk melalui celah kaca pecah sebesar satu badan.     

Aruna berusaha menghirup nafas dalam-dalam, kala tangan kanan pria itu berusaha meraih kemudi dengan sebagian tubuhnya menjulur masuk. Rey berniat memencet pengunci otomatis sehingga mobil bisa dibuka. Sayangnya, kini sebuah tangan yang memegang botol pecah itu sempat bergetar hebat sebelum terangkat.     

Dengan air mata dan pekikan frustasi, pada akhirnya Aruna menancapkan sebuah botol pecah pada telapak tangan kanan Rey. Membuat pemuda itu menjatuhkan senjata api yang ada dalam genggamannya, hingga masuk di kolong mobil dan mustahil teraih kembali.     

Detik ini, dia yang tangannya dipenuhi pecahan kaca mentap tetesan darah di tangan. Rey yang setengah linglung berusaha mengais pemahaman.     

Menatap Aruna tajam berbedan dengan Rey yang tampak aneh, pria itu menyeringai, bau alkohol menguar kuat membuat Aruna perlu usaha ekstra untuk menahan mual.     

Mengangkat tangan kirinya setinggi mungkin. Tampaknya Rey berencana meraih kepala perempuan tersebut.     

Dengan rasa tertekan yang begitu besar, Aruna kembali memanfaatkan sebuah botol pecah di tangannya untuk memukul kepala Rey sekuat mungkin. Satu pukulan terakhir selepas beberapa pukulan yang diusahakan perempuan hamil berhasil membuat pria—yang tubuhnya menjulur masuk kedalam mobil—itu spontan oleng dan tidak sadarkan diri.      

tangan Rey—berusaha menariknya, kemudian berhasil mengapit lehernya dengan memanfaatkan kekuatan siku.     

Aruna terbatuk-batuk dan berusaha menepuk, mencakar sekuat dan sekeras ia bisa supaya terlepas dari Rey. Kenyataannya itu tidak mudah. Hingga perempuan ini menyadari kaca mobil yang hancur di sampingnya masih menyisakan lempengan kaca menggantung. Aruna berusaha meraihnya, memanfaatkan tangannya yang mungil dan halus.     

Mengabaikan telapak tangan tertancam serpihan kaca ...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.