Ciuman Pertama Aruna

IV-180. Juan, Pemimpin Misi



IV-180. Juan, Pemimpin Misi

0Juan menyelinap menuju ruangan berdinding merah. Melintasi punggung para putra tarantula dan ajudan-ajudan mereka yang membuntuti dengan setia. Ia melihat Heru yang mengamuk. Meneriakkan perintah, memberi instruksi pada anak buahnya.      

Para pegawainya dan pengikut putra Atmojo berlarian ke segala arah, sebagian mencoba mengarahkan para pengunjung supaya tenang dan beberapa lekas berusaha menolong MC yang menggantung pada tiang pembatas panggung.     

Panggung tersebut miring sebab penyeimbangnya sengaja di kacau oleh Jav dan Wisnu.      

Sempat membuat Juan dibuat tegang oleh lelaki yang diketahui Juan adalah manajer klub malam ini. diikuti beberapa pegawai sang manajer bergerak menuju ruang pengendali.      

Jav lekas mendapatkan informasi melalui panggilan putra bungsu keluarga diningrat tersebut. Juan berusaha dengan sangat menjaga konsentrasinya. dia memimpin malam ini, semua rekan di bawahnya harus selamat sesuai perintah sang tuan muda Djoyodiningrat.      

Andai pewaris dinilai dari darah yang mengalir seharusnya lelaki berjumper ini punya status yang sama sama, dia juga seorang pewaris urutan kedua layaknya mahendra maupun para putra Tarantula.      

Dimana detik ini mereka berdiri di ambang altar lantai dua yang teramati dari lantai pertama sembari bisa mengamati lautan manusia yang panik di bawah sana. Sambil memerintah ini itu pada setiap anak buah masing-masing. para putra Tarantula tak menyadari ada yang tengah mengendap-endap dalam kegelapan dan kehati-hatian. ia menghindari CCTV bahkan dengan sengaja mencuri baju pelayan dan pengenakan nya demi memasuki ruangan khusus para putra dewan Tarantula.      

Sekali lagi dia hanya lah anak yang terbuang, bahkan lebih dapat dikatakan tak di inginkan, tak ada dalam kartu keluarga, Juan sang simbol dari kesalahan memperjuangkan kesempurnaan pada misinya malam ini. tak ingin dirinya kehilangan kepercayaan yang diberikan secara penuh, menjadikan diri Juan yang detik ini terasa lebih berarti dari status sebelumnya. Ia berjalan dalam kematangan atas tiap-tiap jengkal teori yang bersemayam  di otaknya. Teori untuk mengacaukan kelompok yang dulu adalah lingkungannya.      

Memperhatikan jam tangan, Juan meminta laporan, syukurlah yang di ujung sana mengabarkan bahwa saat ini mereka telah membereskan tempat pengendali panggung. Menghilangkan segala jejak dan menempatkan para pegawai yang terbius di tempatnya semula termasuk sebuah alkohol diletakkan di dekat kedua petugas-untuk mengesankan terjadinya human error. para pegawai yang seharusnya bertanggung jawab menjaga luju panggung ditemukan setengah sadar sebab pengaruh minuman beralkohol.      

[sebentar lagi kami memasuki mobil] jav mengabarkan.      

[tunggu aku di sana] juan berpesan.      

[okey]      

Juan meletakkan baju rey pada tempat sampah terdekat tak jauh dari ruangan merah. Lalu membidik gambarnya. Selanjutnya memasuki dengan hati-hati ruangan merah. Juan yang telah berada di dalam segera menatap susunan laci di bawah layar televisi LCD yang membentang di salah satu kiri ruangan.      

Pada laci tersebut biasanya terdapat benda-benda seperti mic, termasuk remote dan segala peralatan karaoke lainnya.      

Jam  tangan Rey termasuk kunci mobil dan dompet pria yang nyaris mati tersebut diletakkan di sana di tempat yang seolah tersembunyi padahal mudah dijangkau andai mereka hendak bersenang-senang dengan musik yang memenuhi ruangan.      

Juan tinggal mengambil gambar dia membutuhkan hasil bidikan tersebut demi sebuah plan lain yang sengaja disiapkan andai cara pertama gagal total.      

"Apa yang kamu lakukan?" seseorang bertanya dari balik punggung, dengan gerakan samar dan konsisten, juan memunggungi sumber suara.  Dia menundukan kepalanya lirih memastikan nampan di tangan terlihat. Di mana secara implisit ia seolah memberi tahu bahwa ia adalah seorang pelayan yang tengah bertugas di ruangan ini.     

Juan berjalan menuju pintu, sekali lagi memastikan wajahnya tak terlihat. "kenapa kamu pergi begitu saja!" kesal sumber suara, juan tahu ini suara siapa, tak lain dan tak bukan adalah Oliver Abraham, si playboy satu ini tampaknya sedang kesal, dalam hati Juan mengumpat dalam-dalam.     

Pada statusnya sebelum detik ini, ia yang menjadi bayang-bayang kakaknya Gibran tak sekalipun pemuda dengan masa otot yang kokoh itu berani belagu di hadapannya. Dengan sekali pandangan mata dan senyuman yang menunjukan ketidak sepakatan Oliver maupun nakula dua pria yang lebih muda dari yang lainnya ini biasanya tak berkutik.     

Sayangnya detik ini posisinya sungguh membahayakan, Juan perlu memutar otaknya atau sesuatu fatal bisa terjadi, andai wajahnya kelihatan.     

"Saya keluar untuk mengambil peralatan, Ya, saya butuh teman. Tempat ini tidak bisa saya bersihkan sendirian," Juan berkata dengan nada samar dan berusaha mengganti logatnya bicara. Dia masih memunggungi oliver yang tampaknya detik ini lelaki itu sudah duduk pada singgah sananya. Sofa kulit italia hitam pekat dan mengkilat.     

Selang beberapa saat juan mendengar suara sepatu menderu menapaki lantai, menuju ke arah ruangan ini, dan kalimat-kalimat kemarahan yang menggebu, ia perlahan-lahan mendekat.     

"Sial! Bawa petugas pengendali panggung padaku. Akan aku kuliti sekarang juga!!" Heru menuju ruangan.     

Juan bergerak cepat melangkah keluar, tepat di bibir pintu mereka bertabrakan. Rasa-rasanya jantung juan hampir copot, bisa jadi dia yang akan dikuliti para putra Tarantula anda penyamarannya tertangkap mata mereka.     

"maaf-maafkan saya, saya minta maaf," juan membungkukan badan. Mengayunkan tubuhnya 90% berulang, seperti kebiasaan para pegawai heru ketika mereka membuat kesalahan.     

"KAU JUGA! NYAH DARI SINI! SIAL!!" dia membentak. Tampaknya heru tengah mendidih saat ini. tentu saja, klub malamnya kacau balau sebab panggung sebesar itu terjun begitu saja bahkan menciptakan kemiringan yang hampir menyentuh 40 derajat.     

Pada kesempatan tersingkat, layaknya pelayan ketakutan Juan melarikan diri sebisa mungkin.     

.     

.     

Pemuda ini menarik dasi kupu-kupu sebelum memasuki pintu penumpang sisi belakang mobil hitam yang mereka bawa.     

Jav lekas menekan pedal gas, decitan terdengar samar, sebelum mobil ini menuju misi berikutnya.     

"kamu benar membidiknya?"     

"Ya, bagaimanapun kita gagal membuat kegaduhan lebih hebat, mengirim foto-foto ini pada kantor Key adalah tindakan terakhir yang harus kita ambil," malam ini tak ada orang key yang datang ke bar, andai ada tembakan tentu orang-orang key yang berada di gedung sebelah klab malam bakal hadir. Akan tetapi di akhir pergerakan mereka memutuskan tidak melakukannya. Terlalu berbahaya untuk memilih cara itu.     

Sehingga saat ini, dengan berhenti sejenak di depan gedung yang papan namanya memberi tahu bahwa gedung ini ialah perusahaan penyedia keamanan profesional.     

Salah satu dari tiga orang yang memiliki kemampuan menembak jitu, mengeluarkan laras panjang yang mereka bawa. Bukan belati atau senjata api di punggung yang detik ini dikeluarkan oleh Wisnu. Dia mengeluarkan benda yang akrab dengan dirinya.     

Barrett M82, senapan semi-otomatis dan anti-material yang didesain dan dikembangkan oleh perusahaan Barrett Firearms Manufacturing berada di tangan Wisnu.     

Kaca jendela diturunkan sekian inci, tubuhnya naik beberapa senti ke atas. Matanya menyipit mengintip melalui celah sempit. Di balik itu Jav bersiap dengan kaki yang berada pada pedal gas.     

"Sekarang!"     

Peluru melesat dengan tujuan menjatuhkan satu orang di balik bentangan kaca lobi gedung yang dipimpin key Barga. Mulai hari ini perang yang sesungguhnya dimulai.     

Seperti perintah Tuan muda Djoyodiningrat, kelompok berlambang macan tutul hitam ini punya misi menghantui para golongan muda Tarantula dengan tindakan acak, mencemaskan dan tak terprediksi. Layaknya bayang-bayang hitam yang menghantui setiap saat.     

Kini mobil hitam melesat. Bersama senyum si dia yang berhasil mendorong timah menembus kaca, hingga menjatuhkan salah seorang yang menjadi bidikannya.      

Juan yang memimpin misi menghembuskan nafas lega.      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.