Ciuman Pertama Aruna

IV-184. Tolong Ibuku



IV-184. Tolong Ibuku

0"Tolong ibuku!!" pinta Juan, pria itu sekali lagi menembak asal ke arah Rio yang kini bergerak Lincah merundukan tubuhnya, mengais pistol bodyguard nya yang sempat jatuh di lantai lalu sebuah meja di hentak oleh pimpinan dewan untuk mengecoh Gesang alias Juan, sang putra. Ia tak menyangka putranya punya keberanian melawan.      

"Jangan Gila kau!!" ini suara Rio memekik sejalan dengan terangkatnya senjata api ke arah Juan.      

Awalnya memang ke arah Juan, tapi detik berikutnya setelah senyuman mengembang yang menjadikan guratan pada wajah yang memiliki rambut di dagu tersebut berpindah pada perempuan tengah berusaha bangun dari kesadaran.      

"aku tahu kamu takut ibunya mati, kita punya cinta segitiga yang unik? Bukan begitu putraku?"      

'cinta segitiga??' batin juan yang detik ini dadanya terasa sesak, bagaimana tidak sebuah rasa terancam sedang mengujinya. Rio tahu putranya lebih takut ibunya tidak ada di banding nyawanya sendiri. sedangkan di mata Juan, Rio bisa melakukan apa saja. Perempuan yang menajadi budaknya telah di kurung bertahun-tahun sampai bayi yang di lahirkan perempuan tersebut telah meyakini ibunya sudah tidak ada.      

Sejujurnya Wisnu hampir sampai pada tempat keberadaan Ibu juan, dia hendak membawa perempuan itu lari. Sayangkan ke dahuluan Rio yang dalam jarak dekat bisa menjadikan perempuan terbangun dengan tatapan penuh kebencian itu mati.      

Wisnu menggerakkan tangannya, dia bisa menembak dengan tepat jika dia punya kesempatan, dia bisa menjatukan pistol di tangan sang ketua dewan Tarantula.      

Saat sang penembak jitu mau pun Juan tengah berkonsentrasi pada fokus mereka masing-masing. Dari arah belakang Jav -yang juga berfokus memastikan dua bodyguard Rio tak berkutik- merasa sebuah benda menyentuh kepalanya.      

Sejalan kemudian saat jav mencoba melirik ke arah juan, hal yang sama juga terjadi.      

"hahh!! Hahaha," Rio tertawa, "sudah aku bilang kamu tak ada pandai-pandainya," Rio menurunkan tangannya. Lelaki tinggi besar dengan pahatan rahang kaku, bahkan suaranya kadang serupa dengan suara tetua Wiryo, detik ini ia menatap putranya sembari tersenyum.      

Juan mau tak mau menurunkan senapan di tangannya, tak apa dia mati namun bagaimana dengan Jav? Dia tak bisa egois. Dia tahu salah satu temannya yang juga rekannya ini adalah pria baik yang menampung dirinya dan ibunya.      

Dalam keadaan tak berdaya juan hanya bisa melihat Rio berjalan menuju ibunya. Kalut, sesak dan rasanya sebilah samurai perlahan-lahan mengiris jantungnya. Tepat ketika pria yang bengis itu menangkap ibu dari anak yang baru saja menjatuhkan senjata laras panjang.      

Seperti mimpi buruk yang enggan dia hadapi juan menutup matanya ketika ibunya di tarik Rio, dan prempuan ini mempertahankan diri tak mau mengikuti kehendak lelaki yang sebenarnya seorang ayah dari putra terkasihnya.      

"jangan pikir kamu bisa melawanku!" perempuan itu terseret, dia memegang kaki kursi. Mengakibatkan suara deritan memikikkan antara lantai dan kursi, menggangu setiap telinga orang-orang di dalam ruangan.      

"Lepas!" yang menghentak detik ini bukan seorang perempuan, ibu juan tetap terdiam dan tak bersuara walaupun perlawanannya bukan main.      

"Aku bilang lepaskan" yang memekin berulang kali adalah Rio. Dia akhirnya menyerah meminta prempuan tersebut melepaskan kaki kusri sehingga menyusahkannya untuk membawanya.      

Di sisi lain juan tak sanggup membuka matanya, tangannya tergenggam kuat-kuat. Jika tak ada rio mungkin pemuda ini sudah melelehkan air pada sudut matanya.      

Rio mendekati tangan yang menjerat kaki kursi kayu, hendak melepas tangan sang perempuan. Di detik kursial sang ibu menatap teman putra, sejalan kemudian mengamati pistol pada tangan pemuda tersebut.      

"Kumohon!" matanya mengedarkan permohonan dalam seiring dengan gerakan bibir samar.      

Wisnu yang mendapatkan permohonan. Tak bisa mengelak kecuali melempar benda di tangannya kepada ibu Juan. Senjata api tersebut berhasil di raih ibu Juan.      

Semua mata mengamati jatuhnya benda mematikan tersebut. Termasuk Rio. Yang pada akhirnya meninggalkan usahanya mencoba melepaskan genggaman tangan perempuan dari kaki kursi kayu.      

Ibu Juan yang telah mendapatkan senjata api kini ia bangkit berdiri mundur beberapa langkah menghindari Rio lalu mengarahkan ujung benda tersebut tepat di kepalanya.      

"Kau mengincarku?!" dia tertawa sambil menangis. Usianya dengan bio terpaut cukup jauh. Tapi bukan berarti perempuan ini adalah perempuan muda.      

Dia cukup berumur. Lebih dari 40 tahun. Punya seorang putra yang usianya akan menginjak 23 tahun. Harusnya pria ini melepasnya. Dia tak mengerti kenapa Rio putra Clara yang detik ini berjalan mendekatinya menjadi segila ini.      

Tapi bukan Rio kalau dia tak gila. Untuk itu perempuan telah memutuskan. Ia memejamkan matanya. Mengambil nafas. Dan...      

"Mama.. hentikanku mohon.. ma.."      

"Gesang.. putraku.." ada mata memerah, detik berikutnya bulir-bulir air itu menetes merambat di pipi.      

"Semua akan selesai kalau aku benar-benar mati, maaf,"      

Awalnya Rio tampak tenang sekedar memperhatikan sambil samar mendekat berusaha merebut senjata api di tangan sang perempuan.      

Namun selepas ia menyadari perempuan tersebut menyuarakan kata: 'maaf'      

Gerakan Rio terhenti. Perempuan di hadapannya sedang tidak bercanda.      

"berikan padaku?" desah Rio.      

"Tidak,"      

"Ayolah.. ayo.. kemari.. jalan padaku," Tangan Rio mengulur ke arah ibu Juan.      

"Tidak!"      

"Aku tahu.. kau penurut.. berikan sayang.. bukan kita saling mencintai," dia mendekat perlahan dan ibu Juan sudah tak ada ruang untuk mundur.      

"Ceklek,"      

"Argh!"      

"Dor!!"      

"Dor!!"      

Dua buah tembakan.      

"Huuuh... Huuh.."      

Semua berubah dalam sekejap. Gerakan gesit dan cermat hadir dari tangan JAV. Orang Rio di belakang punggung jav kehilangan konsentrasinya.      

Untuk itu jav, membalik tubuhnya mengunci pergelangan tangan bodyguard Rio yang kemudian diarahkan kepada bodyguard lain di belakang punggung Juan.      

Untuk itu seseorang bersimbah darah kini tergeletak tepat di belakang keberadaan Juan. Dan sejalan kemudian jav yang masih menguasai tangan Si bodyguard, ditekuk kuat-kuat sehingga arah senjata api mengarah kepada pemiliknya sendiri.      

Maka dari itu yang jatuh pada tembakan kedua adalah bodyguard Rio yang tadinya menodong kepala jav.      

Dalam Juan lekas memungut senjatanya lalu mengarahkan tembakan kepada Rio yang ada di ujung sana. Sayang nya ia terganggu.      

Tembakannya meleset. Sebab berani membahayakan tuannya, Juan kini diterjang oleh para bodyguard Rio. Dua bodyguard yang lain– yang datang lebih awal– tadinya tak bisa berbuat apa-apa sebab arah senjata api jav menuju pada salah satu dari mereka.      

Sebab di terjang Juan yang sempat meleset, dan akhirnya terpaksa memilih menembak bodyguard Rio. Dia menjatuhkan satu orang dan yang lainya di jatuhkan JAV. Kini dua orang berhasil mengarahkan tembakan kepada Rio untuk itu Wisnu yang berada tak jauh dari ibunda Juan. Berjalan mengambil perempuan yang terdesak detik berikutnya di tuntun mendekati Juan dan JAV.      

"Bawa ibuku keluar lebih dahulu," Juan meminta kepada ke dua temannya.      

JAV dan Wisnu membawa ibu pria itu ke arah pintu. Mereka menuju mobil. Dan terkejut bukan main saat menyadari di luar rumah ini ada ... ...      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.