Ciuman Pertama Aruna

IV-189. Tak Perlu Merasa Tertinggal



IV-189. Tak Perlu Merasa Tertinggal

0Dalam kondisi seperti detik ini, seseorang diam-diam menyelipkan tangannya. Meraih telapak tangan terluka dan mendekapnya, berharap bisa menghibur Aruna. Mereka bertautan mata sesaat sebelum pertanyaan Tania kembali hadir untuk sang istri.     

"Jadi, kalau boleh tahu, apa kegiatan anda selama ini?" Aruna secara spontan menunjukkan ekspresi kosong. Anak muda potensial, membangun start up di usia kurang dari 20 tahun. Memiliki nilai yang bagus di kampus, wira-wiri mengisi seminar entrepreneurship khusus anak muda.     

Tapi apa yang terjadi, dirinya bukan siapa-siapa detik ini. Aruna bahkan tak tahu dirinya menghabiskan waktu begitu panjang, hampir satu tahun.     

Untuk apa?     

Aruna tidak mampu membuat jawaban dari pertanyaan simpel tersebut. Bibir mungil itu mengatup, dia tak biasa membuat pernyataan: bahwa dirinya tidak melakukan apa pun dan tidak mempunyai pencapaian sejak satu tahun ke belakang. Ini menyakitkan bagi seorang perempuan potensial, gadis yang dulunya terkategorikan produktif.     

Independen adalah impiannya dua tahun lalu, sekarang bahkan dia tak yakin dirinya bisa menghasilkan satu sen pun. Suaminya memenuhi segala-galanya. Di tambah perempuan muda ini belum menemukan makna dari hamil, melahirkan dan membesarkan bayi kecil.     

Hendra bangkit dari duduknya. "kamu ingin tahu apa yang istriku kerjakan?" dia menoleh sejenak melihat raut muka Aruna.     

"Pemirsa di rumah pasti penasaran seperti apa ruangan lain di kamar ini, dan aku rasa kamu ingin tahu harta karun yang di ciptakan istriku," Hendra hanya mengizinkan Tania mengekspos ruang utama kamar mereka, lelaki bermata biru tersebut sebelumnya menandai hal-hal pribadi yang tidak di perkenankan untuk tersorot kamera.     

Akan tetapi aturan tersebut lenyap sudah dalam waktu singkat. Hanya karena raut wajah istrinya, Mahendra membawa Tania memasuki ruangan lain di kamar utama. Ruangan berisikan susunan baju yang tertata sedemikian rapi, baik milik sang tuan muda Djoyodiningrat maupun istrinya. Serta sebuah etalase yang berisikan susunan sepatu, baju, serta pernak-pernik cantik untuk calon baby.     

"Kamu tak akan percaya," Hendra berdiri di depan kaca etalase, menatap lurus sepasang sepatu rajut warna biru, "dia yang menyiapkan semuanya," Tania mengikuti cara Hendra menatap benda-benda kecil tersebut.     

"Woow, merajutnya?" ujar Tania mendekati kaca.     

"bukan hanya rajutan, Bandana, baju dan yang lainnya, istriku yang merangkainya dengan tangannya sendiri," mata yang jatuh pada etalase kaca kini perlahan pindah menatap ke arah Tania.     

Kameramen mengikuti mereka berdua, membuat pengamatan pada tiap-tiap benda sedetail mungkin.     

"Orang lain pasti berpikir, istriku perempuan yang beruntung mendapatkanku, kenyataannya sebaliknya, akulah yang beruntung. Aku yang paling di untungkan dalam pernikahan ini. Aku tumbuh sebagai anak dan cucu tunggal. Aku harus mengambil tanggung jawab secepatnya tentang memiliki keturunan. Dan Aruna menjalankannya, di usia yang bahkan dia tahu teman-temannya belum punya keinginan menikah," pria ini berbicara sembari mengambil sebuah bandana kecil buatan Aruna di perlihatkan pada Tania. Kepada seluruh pemirsa.     

"cantik sekali," ujar Tania mendekatkan benda tersebut ke kamera.     

"oh' sekalian saya ingin mengabarkan tentang sebuah market place kami terbaru, sebentar lagi proyek ini segera di launching, miracle waves,"     

"Seperti apa itu?"     

"Market Place untuk segala produk handmade, jadi UMKM kecil, semacam.. em apakah kami ingat dulu istriku memiliki outlet bernama surat ajaib?"     

"aku belum bisa melupakan scandal fake kita, artinya semua tentangmu dan istrimu masih ada di kepalaku," Hendra tertawa mendengarkan ungkapan penuh keterbukaan Tania.     

"Miracle Waves sebuah market place yang menjadi kepanjangan ide start up dari outlet kecil dekat kampus Tripusaka," Tania mengangguk mengikuti tiap gerakan Hendra, lelaki tersebut berjalan menuntun Tania dan krunya untuk berjelajah ke tempat lain.     

"umkm kecil yang tidak memiliki modal besar, bisa bergabung dengan kami. Konsepnya sangat sederhana, ketika konsumen menginginkan sesuatu dari jasa maupun produk, di mana pun mereka dan seperti apapun kondisi keuangan mereka, konsumen bisa membantu menyiapkan DP 50% dengan target pengerjaan yang di tawarkan, kemudian pesanan di eksekusi, selebihnya ketika sesuai dengan apa yang diinginkan, baik konsumen maupun penyedia produk dan layanan jasa, keduanya tinggal menyelesaikan 50% sisanya," Imbuh Mahendra.     

"Konsep ini sangat klasik sebenarnya," Tania larut dalam kalimat-kalimat seorang Presdir perusahaan ternama yang memiliki kemampuan berkomunikasi di atas rata-rata. Dia punya suara yang terdengar konstan dengan intonasi yang membuat pendengarnya nyaman. Mahendra menyihir pemandu acara, sehingga Tania bahkan tak sadar, ia sudah dibawa keluar dari kamar utama milik rumah mewah tersebut.     

"Ya, memang sederhana, tapi belum ada yang bisa mengaturnya untuk disajikan dalam bentuk produk digital di era 4.0," Mahendra membimbing seluruh kru menuju pintu keluar rumah tersebut. "sesederhana itu pula, seorang freelance commissioning art, content writer, video maker, web desainer, masih banyak lagi.. segala hal yang berhubungan tentang Jasa maupun keahlian via handmade, atau istilahnya 'bekerja sesuai permintaan pemesanan' bisa menjadi bagian dari miracle wives,"     

"aku tidak sabar ingin melihat market place ini dilaunching," ucap Tania. Setelah sampai di salah satu balkon, sebuah teras yang menawarkan danau, taman, serta pepohonan rindang yang menakjubkan mata memandang.     

Hendra mempersilahkan Tania duduk, "aku akan mengundangmu,"     

"Oh, benarkah?"     

"Ya, aku hanya tinggal menunggu istriku siap secara medis untuk bangkit dan bergabung meresmikan wajah baru start up nya,"     

"aku tahu kau bisa melakukan segalanya, tapi aku tak menyangka kamu bisa semanis ini,"     

"Ah' ini bukan tentang manis," pembicaraan keduanya mengalir ke segala arah. Bahkan seorang asisten rumah induk kini datang dengan nampan, Keduanya menikmati nuansa minum teh di sore hari. "ini tentang menaiki pesawat untuk mencapai puncak tertinggi," Hendra tersenyum penuh makna.     

Sebuah ungkapan yang mendorong Tania untuk mengejar 'apa maksudnya,' akan tetapi Mahendra selalu berakhir dengan tertawa ringan.     

Wawancara hari ini di luar konsep semula, akan tetapi hasilnya lebih luar biasa. Berdasarkan evaluasi Tania beserta krunya. Sebab, lelaki bermata biru, sang pimpinan perusahaan tersohor di negeri ini. Pria yang cukup tertutup dan sulit untuk ditemui. Berkenan membuka diri bahkan membagi beberapa pandangannya tentang bisnis, keluarga termasuk sudut pandangnya terkait perempuan, sesuai konsep utama talk show yang mana Tania adalah produsernya.     

"Bagiku, terutama selepas aku menikah dan hidupku begitu bergantung pada istriku. Aku tak bisa menganggap remeh peran perempuan," ini adalah jawaban terakhir Mahendra dari pertanyaan penutup sang Host, "Di titik mana pun kamu berada, dan siapa pun kamu, selama anda sebagai seorang perempuan tahu bahwa anda sedang memperjuangkan sesuatu untuk masa depan yang lebih baik, lebih Indah, itu artinya kamu sempurna, tak perlu merasa tertinggal, " Hendra sejujurnya menyadari kalimat yang ia rangkai detik ini adalah konklusinya selepas melihat berbagai hal yang di lalui istrinya.     

"Woow, penutup yang sangat indah untuk di dengar," Tania menutup wawancaranya dengan ekspresi berkali-kali lipat lebih cerah.     

.     

.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.