Ciuman Pertama Aruna

IV-192. Menerima Tugas



IV-192. Menerima Tugas

0"hutang permintaanmu sudah aku penuhi, apakah kau siap menjalankan strategi perang kita?" Hendra mengunggah Thomas.      

      

Terhenyak sesaat, "tentu saja tuan," balas Thomas.      

Ada perasaan lega di hati Mahendra mendengar jawaban Thomas, lelaki bermata biru tersebut kini membuat jeda dalam diskusi mereka, ia mengambil sesuatu di hadapannya, di meja makan yang menyajikan berbagai jenis hidangan.      

"Apa pendapatmu tentang Bianca?" Mendengar kalimat tanya yang disajikan tuannya, Thomas menanggalkan pandangannya pada gadis yang sempat mencuri konsentrasinya. Gadis itu kini pergi, berjalan ke arah yang semakin lama semakin menjauh.      

"dia serupa dengan kakaknya, Angga. apakah Anda masih ingat Angga pernah bekerja di bawah naungan Joyo makmur grup?" kembali Thomas mengingatkan Mahendra.      

"aku mengenal Angga, ah itu sudah lama sekali," Mahendra menuntut ingatannya kembali pada tahun-tahun awal menjadi CEO Joyo makmur grup.      

Dan Angga adalah salah seorang yang berada di bawah kendalinya.      

"aku mengatakan dua kakak adik tersebut serupa sebab mereka sama-sama punya rasa ingin tahu yang tinggi," ada senyum yang terlukis di bibir lelaki berambut platinum.      

"jika benar informasi yang aku dapatkan," Hendra menanggapi, kentang yang di potong memanjang masuk ke sela giginya, "saat ini tangan kanan Gibran ialah salah satu dari penerus Adam, itu artinya Bianca. Apakah dugaanku benar?" lelaki bermata biru menggigit Kentang goreng yang ada di tangannya, sembari mengarahkan pandangannya kepada Thomas. Sebelum meraih gelas dan meneguknya.      

Thomas mengangguk ringan, "dia juga terlihat cerdas, dan sedikit lucu,"      

"Hehh," terkekeh ringan, "apakah dia cantik?" Hendra meletakkan lemon tea.      

"make up nya lumayan tebal," Thomas pun tak bisa menghentikan gejolak di perutnya saat ia menyadari bahwa dirinya tengah menggosipkan seorang gadis.      

"baguslah," entah apa yang bagus, Thomas tidak mengerti . tapi dia bisa melihat presdir di sampingnya terlihat lebih santai, menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi.      

Mengamati raut muka Mahendra yang masih tersita dalam perenungannya sendiri, Thomas mengambil berkas di dalam tasnya kemudian meletakkannya tepat di depan lelaki bermata biru.      

"Aku tidak tahu, apakah permintaanku ini layak aku sampaikan padamu?" Hendra berkata sambil meraba kertas di hadapannya jarinya bermain membuka satu persatu laporan tentang pembangunan Dream city di wilayah timur, "aku ingin kau," ucapannya terhenti. Kini wajahnya menoleh menatap Thomas yang juga mengamatinya.      

"apa kau masih ingat salah satu prinsip Sun-Tzu?" Ada keraguan dalam ucapannya. "kalau kita sama-sama kuat maka pecah belahlah dia," nuansa di antara mereka hening sesaat. Sebelum Mahendra mengatakan sesuatu yang di sadari Thomas bahwa ia bakal mengutarakan permintaan yang tak mudah, "pecah belah sampai ke akar, dekati Bianca,"      

Lelaki berambut platinum belum berkata-kata, "hari ini aku meminta Pradita membebaskan Timi, mereka akan menemuiku dalam waktu dekat, tugasnya sama, dia akan mengawalimu dalam segala pertemuan dan mengambil hati salah seorang di antara putri para dewan Tarantula. aku tahu apa yang kita lakukan di luar tradisi sebelumnya. Maafkan aku, aku sudah putuskan segala permusuhan bakal berakhir di generasiku, apa pun caranya dan risikonya,"      

Thomas meraih gelas dan meneguk air, tenggorokannya terasa kering sejenak dia tak menginginkan apa pun dalam hidup kecuali membalas semua kesalahannya di masa lalu dan mengabdi pada keluarga ini. Mengingat kembali tujuannya kembali ke negara ini, di hendak berkata : "saya.. "      

Kalimat Thomas terpotong Mahendra, "kuliahmu akan terbengkalai, dan kehidupan pribadimu tergadaikan,"      

"saya menerima tugas ini, akan saya jalankan sebaik mungkin,"      

"apa kau yakin?"      

"Saya tidak punya kehidupan pribadi, masalah kuliah, kita pernah membicarakan ini sebelumnya,"      

"Oke.." ada secercah kelegaan dalam raut wajah Mahendra.      

"Tuan, nona Aruna??" ini suara ajudan perempuan yang biasa menemani istrinya.      

"Ya, aku akan ke sana," Hendra menepuk bahu Thomas sebelum pria itu meninggalkan di meja dengan piring yang masih terisi penuh, lelaki ini kehilangan selera makan.      

***      

Mansion Sky tower.      

Herry di temani Alvin serta Rolland membuat sebuah kesepakatan dengan sekelompok orang yang sempat mereka tahan.      

Pimpinan mereka telah datang, pria yang memenuhi hampir seluruh tubuhnya dengan tato masuk ke dalam Mansion dan duduk pada sebuah kursi yang di siapkan. Ia menandatangani sebuah perjanjian. Perjanjian tertulis yang menyatakan mereka kini mengabdi pada Djoyo Makmur Grup. Menyatakan diri bahwa mereka juga -lah yang bertanggungjawab atas penembakan pada  Close protection officer, executive protection agent, personal protection specialist yang di pimpin key.      

Anak perusahaan terbaru Tarantula selepas produk digital yang mereka luncurkan beberapa waktu sebelumnya.      

Tinta telah di gores pada selembar kertas, diiringi kebebasan anak buah dari kelompok pimpinan gangster jalanan. Mereka siap menjalin hubungan saling menguntungkan semeng untungkan dia yang kini mendapatkan dua tas berisikan lembaran dollar termasuk keselamatan anak buahnya.      

"kalian kembali dulu," peritah pria bertato naga yang melingkari hampir separuh badannya. Pimpinan itu mendorong anak buahnya kembali, sebab dia harus menerima konsekuensi kesepakatan bernilai ribuan dollar tersebut,      

"Bos?" salah satu anak buahnya memanggil tapi dia yang di panggil malah mengusir mereka.      

"jadi apa yang harus aku akui?"      

Herry duduk lebih dahulu, di mana Rolland tampak berjalan menghindar, ia mengambil sesuatu yang tak lain adalah note book. Sejalan kemudian dia yang duduk menawarkan pimpinan gangster sebuah tumpukan kertas yang harus di baca.      

Dari sisi lain Alvin mengusung sebuah senjata laras panjang Barrett M82, sayangnya bukan seri yang sama, seri yang seharusnya detik ini di serahkan pada pimpinan gangster tak lagi dapat kembali ke markas Black Pardus. Benda itu berada di tangan Rio, yang bahkan pimpinan mereka, Mahendra belum mengetahui dengan detail apa yang sedang terjadi.      

***      

"Boleh saya tahu anda siapa?" pintu terbuka lebar, namun yang membuka pintu tersebut tak sesuai dengan foto yang sempat mereka identifikasi.      

"benar ini rumah Leona?" ucapan ini berasal dari Gibran. Pria yang seharusnya tak memencet tombol rumah salah satu anak angkat 'dia yang tak di sebutkan namanya oleh para dewan Tarantula'.      

"Oh' anda mencari Leo?" Gibran mengangguk.      

"Boleh tahu siapa?" lelaki yang mendapatkan pertanyaan tak dapat membuat jawaban. ia terhenyak, "akan aku sampaikan padanya kalau dia pulang nanti,"      

"Oh, Leona tidak ada di rumah?" dan perempuan yang memegangi pintu gerbang mengangguk.      

"maaf, boleh aku tahu ke mana dia?" pertanyaan Gibran tidak mendapatkan jawaban, dia yang di tanya sekedar tersenyum sebagai balasan, "apakah aku bisa mendapatkan nomornya?"      

Ada keraguan di wajah perempuan yang menerima kedatangan Gibran. "aku temannya, aku teman lamanya dan kehilangan kontaknya, kamu sekolah di tempat yang sama saat di Milan. Aku bahkan mengenal madam Grabiella," Gibran membuat ungkapan palsu yang serta merta mampu mendorong kepercayaan seseorang di ambang pintu rumah Leona. Dia menyerahkan nomor perempuan yang di buru Gibran beberapa hari terakhir.      

.     

.      

__________        

Syarat jadi reader sejati CPA: \(^_^)/        

1. Tolong hadiahkan Aruna & Hendra 'Golden Tiket'      

2. Lempar Power Stone terbaik ^^          

3. Jejak komentar ialah kebahagiaan        

Cinta tulus kalian yang membuat novel ini semakin menanjak :-D      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.