Ciuman Pertama Aruna

IV-193. Spesies Gajah



IV-193. Spesies Gajah

0"Aku dengar istriku menungguku?" Dia menguarkan senyuman dengan lesung pipi mahalnya. Menapaki lantai yang saat ini sebagian besar terlapisi karpet Anatolia, atau lebih dikenal dengan permadani Turki.     

Semua hal tentang perubahan di kamar ini adalah sambutan meriah tanpa kata dari para perempuan yang setia menunggu kedatangan anggota baru mereka.     

"apa punggung istriku masih ingin di gosok?" Perempuan yang di ajak bicara memainkan remote televisi. Hendra tahu dia tidak menonton apa pun selain mengalihkan kekesalannya.     

Duduk di tepian tempat tidur dan mencoba menyelipkan sesuatu tangan ke belakang punggung Hendra tak menemukan permukaan yang tak halus, tentu saja semua tahu kenapa. Dia menelan pahitnya dan mulai menjalankan tugasnya.     

Tugas membuat si dia yang bahkan tak bisa beranjak dari kamar untuk menemukan sedikit kesenangan dengan memerintah dirinya, Hendra itu sendiri.     

"aku tidak tahu mengapa, tapi aku sangat tak terima kamu pergi terlalu lama,"     

"itu namanya dendam perempuan hamil,"     

"ada dendam macam begitu?"     

"Ada, aku membacanya,"     

"Lagi-lagi kau sangat pandai menguasai teori dari pada kejadian nyata,"     

"hahaha," pria bermata biru terkekeh mendengar nada kesal istrinya, "hanya satu hal yang aku belum mengetahui secara pasti teorinya,"     

"Apa?" tampaknya Aruna tertarik dengan percakapan ini, dia lekas menanggalkan remote televisi.     

"Jatuh cinta padamu, tidak ada teorinya,"     

"Basi!!" dan tawa Mahendra menggelegar sejalan dengan ungkapan tak terima istrinya.     

"Aku bicara kenyataan, kau harus bisa memahami bagaimana seorang lelaki sepertiku bisa jatuh cinta pada mahasiswa yang bahkan tak mengetahui cara menggunakan lipstik?"     

Mata sewot Aruna tak bisa di hentikan lagi. "kau sangat pandai membual. Aku mengingat seseorang karena ucapanmu itu,"     

"Harusnya aku pandai melakukannya dari dulu, jadi aku bisa lebih cepat menaklukkan mu," sepertinya mereka berdua mengingat seseorang yang sama. Pemuda yang membuat CEO DM Grup kala itu kewalahan.     

Aruna memungut tangan Mahendra dari balik punggungnya. "apa yang perlu aku lalukan untuk istriku sekarang?" dia menawarkan sesuatu. Namun sang perempuan menggeleng. Kenyataannya lelaki ini memegang kaki perempuannya. Dia menggeser duduknya dan mulai memijatnya.     

"Hendra biar Ratna atau Kihran yang melakukannya, hentikan tanganmu!" protes Aruna.     

"apa kau tak tahu aku sering memijat mu saat kamu tidur?" mata biru itu melebar, "pilih saja saluran Tv yang benar. Jangan memintaku berhenti,"     

"Aruna memindahkan saluran televisi beberapa kali dan dia malah berhenti di stasiun televisi nasional geografi, bayi-bayi hewan sedang di tayangkan di sana.     

"Kamu tahu bayi hewan apa yang di rawat paling lama oleh Induknya?"     

"em... Simpanse mungkin, dia kan mirip manusia," mata Aruna berpindah pada suaminya.     

"bukan, gajahlah yang paling lama," ada tanda tanya di mata Aruna, " dia mengandung anaknya 22 bulan, dia akan dirawat dan di besarkan sampai usia 5 hingga 6 tahun, termasuk tinggal bersama keluarga sampai usia 16 hingga 17 tahun,"     

"Mirip manusia kecuali jumlah bulan mengandungnya," sela Aruna.     

"mereka bahkan bisa mati saat sangat sedih oleh sesuatu, seperti kehilangan anggota keluarga, gajah-gajah besar itu bisa memiliki sindrom frustrasi akut saat terlalu sedih atau terlalu marah, mungkin, jika benar di masa lalu ada kehidupan sebelum kehidupan saat ini, bisa jadi aku adalah,"     

"spesies gajah maksud mu??" mata Aruna melebar memotong kalimat suaminya. Dia terkekeh-kekeh atas pengakuan tidak masuk akal lelaki bermata biru.     

"Jiwa ku mirip dengan gajah, aku hanya menduganya," Aruna sekali lagi terpingkal.     

"Itu adalah dugaan khayalan tapi lumayan selaras juga," Hendra mendorong tawa berikutnya dari bibir mungil perempuan yang jadi lawan bicaranya. Sama sekali tak ada yang meleset. Itu sangat benar, Hendra seorang yang sangat manis di balik kemarahannya yang mengerikan bagai moster dari kegelapan yang di liputan kabut hitam, tak terkendali, dan sebaliknya dia tak sanggup melihat orang-orang di sekitarnya terluka. Mungkin benar gajah adalah kehidupannya di masa lalu.     

Dan tawa pemilik mata sewarna dengan daun maple yang berjatuhan di tanah pada musim gugur tengah menggetarkan tiap sudut ruangan.     

Dan tiba-tiba saja dia menepuk lengan suaminya. "aduuuh aku jadi kebelet pipis karena kebanyakan tertawa.. bagaimana ini?? Panggilan kan siapa saja yang bisa membantu ku," keluh Aruna.     

"Aku suamimu, tak ada yang bisa membantumu, lebih baik dari pada kamu," ujar Hendra lekas berdiri.     

"Seperti apa biasanya kamu pipis?" dia sudah menyelipkan kedua belah tangannya di bawah tubuh istrinya,     

"aku di bantu jalan ke kamar mandi," Dan Hendra mengangkat tubuh perempuan yang sesungguhnya orang sekaligus.     

.     

"sudah?" perempuan tersebut sudah duduk di toilet.     

"Pergi sana! Aku malu..." keluhan Aruna terdengar sekali lagi. Mendorong paha suaminya yang menunggu terlalu dekat.     

"kamu ini, kamu pikir aku siapa?" mengambil shower dan menyerahkan pada Aruna.     

"aku rasa ini sebabnya orang mengatakan aku terlihat manja,"     

"buat apa kamu memedulikan itu,"     

"bayangkan mereka bisa mengatakan aku manja hanya dengan melihat wajahku, dan sepertinya Aura mu itu yang mengakibatkan semua orang menuduhku yang tidak-tidak," gerutu hadir sejalan dengan celoteh tak henti dari perempuan bermata coklat.     

"Sejak kapan istriku peduli pada pemikiran dan ucapan orang lain," Aruna terdiam detik ini selepas Hendra membuat pernyataan tentang dirinya yang mengalami perubahan dalam bersikap.     

"aku jadi sensitif, seperti para ibu-ibu pada umumnya, atau jangan-jangan aku sedang mengandung anak berjiwa gajah,"     

Dan Hendra lah yang terkekeh-kekeh berikutnya. "kau harus siap menghadapi dua jiwa gajah,"     

"kamu benar," dia yang di gendong dan pria yang mendekap tak bisa mengendalikan ungkapan-ungkapan absurd berikutnya.     

***     

"Aku senang kamu kembali ke rumah ini," gadis berambut hitam panjang yang terikat rendah berjingkat mendapati suara seseorang pada garasi rumah induk —tempat di lantai dasar tersebut sebelumnya tampak sunyi—.     

"Oh'," gadis ini menoleh. Seseorang tak jauh dari keberadaannya sedang berdiri di dekat salah satu mobil. Bisa jadi si silver tersebut adalah mobilnya.     

"Kamu mau pulang?" tanya Thomas terlihat gerakan tangannya menyentuh permukaan pintu mobil silver.     

Gadis yang detik ini sedang mengaitkan helm dan berdiri di dekat motor matic menggelengkan kepala. "Masih ada satu tugas yang harus aku selesaikan," di membalik badannya. Berusaha merapikan rambutnya yang bersisa di balik helm.     

"tugas?" Kihran mengangguk.     

"Ke Djoyo Rizt hotel," lengkap kihran pada Thomas.     

"Ikutlah denganku, saat ini aku tinggal di hotel itu,"     

"Sepertinya aku akan menaiki motor.." kata 'ku' di belakang 'motor-ku' menghilang menyadari pria yang detik ini rambutnya terikat sekenanya lah yang menghadiahkan benda tersebut padanya.     

"Apa adikmu tak bilang aku pernah ke rumah, dan kau sepertinya terlalu sibuk bekerja," ini kalimat Thomas.     

"Kesibukan apa yang aku miliki di banding kamu," bahu terangkat di balik mata yang menatap. Dia menanggalkan helmnya. Menyambut permintaan seseorang yang detik ini lekas membuka pintu kursi penumpang.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.