Ciuman Pertama Aruna

IV-211. Taman Hiburan Di Renovasi



IV-211. Taman Hiburan Di Renovasi

Seorang gadis berdiri di depan cermin. Sesungguhnya dia sedikit malu dengan dirinya sendiri. Mengapa harus melakukan ini.     

Menarik bibirnya untuk tersenyum, kenyataannya dia malah mendesah. Gaun sepanjang lutut membalut tubuhnya, tampak proporsional.     

Gaun tersebut diberikan oleh laki-laki yang kabarnya kurang dari 15 menit lagi akan sampai di rumahnya.     

Si gadis yang jarang tersenyum tersebut tengah mengenakan benda termahal dan tercantik, satu-satunya yang tersimpan di lemari bajunya.      

Baju anggun tersebut tentu saja mustahil dia beli sendiri. Seseorang yang sebentar lagi datang adalah pria yang membelikannya pakaian terebut, gaun ala perempuan dari keluarga terhormat, keluarga kaya yang jauh dari definisi dirinya.     

Vian membelikan gaun selutut tersebut selepas ia sempat ditangkap oleh si lelaki pada pertemuan pertama mereka. Penculikan konyol yang terjadi satu tahun yang lalu.     

Untung saja gaun ini masih cocok dengannya, terlebih ketika rambut pada bagian atas diikat ke belakang dan yang tersisa di bagian bawah dibiarkan tetap tergerai. Hitam lurus, panjang indah, hampir menyentuh pinggul.     

Saat ia berdiri di depan cermin, dia merasa aneh dengan tampilan dirinya. tidak tahu bahwa tampilan itu begitu menarik hati.     

Alis matanya hitam, bulu matanya juga hitam pekat dan warna matanya sama hitamnya, besar cemerlang dengan sorot mata tajam.     

"kalau kakak terus-terusan memandangi cermin itu, aku takut cerminnya retak," Ricky, sang adik memberanikan diri berkomentar.     

sedangkan Laila yang sedang mengerjakan tugas sekolahnya, tak sengaja tertawa kecil.     

Wajah Kihrani otomatis merah padam.     

Melengos meninggalkan cermin, separuh rambutnya berkibar menghantam benda bening tersebut.     

Tapi tiba-tiba ia berhenti berjalan. Dia malah mendekati meja tempat kedua adiknya belajar.     

"Bagaimana kalau.. kalian ikut?" perempuan berambut hitam panjang tersebut baru saja menemukan ide di kepalanya.     

"Bukankah, kakak akan kencan?" datar Ricky.     

"Kata siapaaaa!!" tiba-tiba saja nada suaranya meninggi.     

Saking terkejutnya, Laila sempat melompat ringan. Suara si galak ini sering kali terdengar seperti longlongan serigala.     

Adik laki-lakinya menoleh mengamati kihrani, tanpa perlu penjabaran panjang siapa pun yang melihat polah tingkah asing sang kakak yang berlama-lama berdiri di depan cermin, sudah dapat memastikan bahwa gadis pemarah tersebut tengah merias dirinya. secara tidak langsung memberi tahu bahwa dia memiliki pertemuan spesial.      

"Penampilanmu berbicara," Ricky menutup bukunya sebab ia kehilangan konsentrasi. Giliran hendak memasukkan buku ke dalam tas kakaknya menggebrak tas tersebut.     

"kalian berdua harus ikut! aku tidak peduli," membalik tubuhnya lalu buru-buru mendekati almari dan membuka kotak kayu besar tersebut.     

Kedua adiknya saling menoleh, bahu mereka terangkat.     

'ada apa dengannya?'     

'Entah,'     

'bagaimana kalau kita kabur saja?'     

Percakapan dengan suara rendah digulirkan adik-adik kihran.     

Kenyataannya, ketika dua manusia tengah mendorong kursi yang mereka duduki dan hendak berlari. Salah satu yang kecil malah menabrak sosok lelaki tinggi besar yang baru saja membuka pintu rumah.     

Vian ada di sana, mengenakan pakaian kasual, celana jeans warna navy, balutan sweater warna putih yang ditekuk beberapa inci di atas pergelangan tangannya.     

"hayooo... Kalian mau kemana," lekas menangkap Laila lalu menggendongnya.     

Di sisi lain Ricky, Adik Kihrani yang seusia SMA menepuk jidatnya sendiri.     

"berani-beraninya kalian!" suara bernada tingginya khas sekali. Meletakkan dua pasang baju di atas meja. Dan memaksakan adiknya untuk segera mengganti pakaian mereka.     

Tentu saja kedua adiknya tidak bisa berbuat apa-apa kecuali menuruti sang kakak. Dari pada mereka berdua dihukum seharian dengan membersihkan rumah atau bahkan memasak makanan sendiri.     

"aku putuskan adik-adikku ikut," suaranya tegas, menatap enggan kepada Vian.     

"yaaa.." pria ini santai menarik kursi lalu duduk. Menunggu yang lain berganti pakaian.     

Kihrani hendak menyelinap ke dapur, biasanya perempuan ini akan menyiapkan minuman untuk pria tersebut saat dia datang ke rumah.     

Teh hangat dengan sedikit perasan lemon, adalah favorit Vian.     

Namun langkah kakinya terhenti sebab lelaki yang saat ini duduk memanggil namanya, "Bomb,"     

Mereka kini memiliki status yang lebih dari sekedar dua orang saling mengenal, namun panggilan yang digunakan pria tersebut belum juga berubah.     

"Apa!!" dahi gadis tersebut mengerut, memalingkan wajahnya, menatap si dia yang memiliki sorot mata sendu.     

Si dia yang kalau tersenyum seolah tengah mengejek, "adakah di sekitar sini, sebuah taman hiburan yang sedang direnovasi? dan kabarnya memiliki sekelompok seniman teater?" Pertanyaan ini bukan pertanyaan biasa. Dia telah membuka pertanyaan selidik yang hasilnya akan ditaksir.     

"Mungkin, itu taman hiburan di dekat kampung ini," jawab kihrani seingatnya.     

"apakah kau suka pergi ke sana?"     

"aku dan adikku sering pergi ke sana, ya.. sebelum aku sibuk bekerja dan kuliah, soalnya tiket masuknya sangat murah, suasananya sepi, jadi semua permainan seperti milik pribadi," jawab ringan kihran. sejalan dengan langkah kaki gadis tersebut menyelinap ke dalam dapur di sisi kiri keberadaan ruang ini. Ruang yang detik ini menyajikan lelaki bersorot mata sendu. dia memikirkan sesuatu. entah apa.      

"Baiklah, ayo kita ke sana, aku penasaran dengan penampilan seniman teater yang ada di sana," Vian bangkit dari duduknya berharap gadis itu menganggukkan kepala untuk menyetujui ide yang ada di kepalanya.     

"Tidak perlu membuat sesuatu untukku, kita berangkat sekarang saja," kompor baru saja berbunyi 'klik' lalu mengobarkan api biru. Sebelum Vian membuat penegasan bahwa dia berharap segera berangkat.     

"tapi, Laila sama Ricky boleh dibawa kan?"     

"kapan aku bilang tidak boleh,"     

"Ok, aku ambil tasku dulu,"     

"hai.. matikan dulu kompornya,"     

"Oh' iya,"     

***     

"Anda yakin pembangunan ini bakal berhasil?"     

Seorang lelaki berambut platinum yang dibiarkan tergerai menyentuh bahunya tengah menyipitkan mata. Dia tertawa kecil atas pertanyaan dari perempuan yang detik ini mengoles tebal bibirnya dengan lipstik warna maroon.     

"Apakah anda sedang menghina?" gadis dengan hak setinggi 15,25 cm atau 6 Ince -menopang tubuh padat berisi yang di balut blazer merah-.     

Lelaki berambut platinum tersebut sekedar menoleh, mengangkat bahunya lalu melanjutkan apa yang harus ia selesaikan di jadwalnya pada jam ini.     

Melihat sang pria tidak menanggapinya, malah lebih memilih berjalan dan memastikan tiap tema permainan yang ada di hadapannya sama seperti gambaran yang ada pada berkas yang di bawah tangan kanannya.     

Bianca segera memburu langkah kaki Thomas. Entah bagaimana hak tinggi 15 senti tidak menyusahkannya ketika ia berjalan.     

Terlebih, kuku-kukunya yang lentik ditempel beberapa gliter termasuk benda kecil berbentuk love atau bintang. Sempat membuat Thomas kesulitan menahan diri untuk tidak meliriknya.      

Melirik, sebab penasaran bagaimana putri keluarga Nalendra ini menjalani kehidupannya sehari-hari.     

Dia yang akhir-akhir ini sering menemui Thomas untuk melobi jual beli taman bermain yang sudah diakuisisi atas nama Benjamin Thomas -bahkan telah mengalami perombakan besar-besaran dan kabarnya mendapatkan suntikan dana dari perusahaan adidaya Djoyo makmur group- pantang menyerah demi goals Tarantula mendapatkan kembali taman hiburan yang sempat terbengkalai bertahun-tahun.     

"dengarkan saya!," Bianca berjalan lebih cepat dan berdiri di depan Thomas, menghalangi lelaki berambut platinum itu untuk mengamati Sky Swinger, sebuah ayunan raksasa yang mampu menwarkan getaran adrenalin tingkat tinggi. dengan menjadikan penikmatnya seolah akan dari atas pohon. Menjatuhkan siapapun yang naik di sana.     

"aku mendengarkanmu," lelaki tersebut bergumam, ia menatap bianca sekilas. "kamu mau naik wahana itu bersamaku?" tawar Thomas.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.