Ciuman Pertama Aruna

IV-213. Tertegun



IV-213. Tertegun

0Cie..." Ricky dan Lala berteriak dari komedi putar. Mengakibatkan sepasang lelaki dan perempuan dewasa buru-buru saling mendorong dan lekas menjauh satu sama lain.     

***     

"Aku tidak mengerti dengan... apa yang kamu pikirkan? Bagaimana bisa, kamu begitu semangat terhadap sesuatu yang mustahil di realisasikan," kalimat ini meluncur dari lelaki berambut platinum. Surai yang dibiarkan tergerai itu terlihat berayun tiap kali sang pria menundukkan kepalanya, menyendok es krim di atas gelas kaca.     

"ada beberapa hal di dunia ini yang berada di luar kendali kita. Salah satunya melawan perintah atasan," gadis berlipstik maroon. Mendorong senyuman lawan bicaranya.     

Gadis tersebut memasukkan es krim ke dalam mulutnya secara hati-hati. Sendoknya tidak sampai menyentuh bibir. Hanya giginya yang menggigit.     

"Apakah dunia akan hancur? Jika kamu menikmati makanan dengan cara seperti ini?" pertanyaan di luar kendali Thomas. sebab dia tidak tahan melihat lawan bicaranya terlalu banyak aturan terhadap dirinya sendiri. Thomas memperagakan cara makan es krim dengan membiarkan hidangan dingin nan lembut itu menggores bibirnya dan menjadikannya sedikit blepotan.     

Bianca sekedar memiringkan bibirnya, "bisakah kita kembali pada fokus utama? Aku sudah menaiki sky swinger. Itu artinya kau harus menepati janjimu?"     

"ya, aku bakal menjual perusahaanku, namun dalam bentuk saham, jadi, silakan kalau anda ingin membeli,"     

"Oh... apa maksudmu!?" mata Bianca berputar, andaikan saja pria di hadapannya bukan teman kakaknya dan bukan seseorang yang diam-diam dia ketahui CEO Djoyo makmur group. Tentu saja ia akan menggebrak meja. Sayang, itu mustahil ia lakukan. Bianca tidak punya nyali untuk melakukannya, ia menyadari seperti apa posisi dirinya.     

"Seperti yang kamu katakan, di dunia ini ada beberapa hal di luar kendali kita. Satunya melawan atasan," siku Thomas bertumpu di atas meja sejalan kemudian ketiga jarinya bergerak meminta Bianca untuk mendekat.     

Bianca sedikit bingung, akan tetapi dia tetap mendekat mencoba mendengarkan bisik lirih Thomas, "mana mungkin aku menjual sesuatu yang sudah dimiliki keluarga Djoyodiningrat," lalu tubuh Thomas menjauh.     

 Spontan ekspresi terbengong-bengong Bianca tersaji begitu saja, menatap lelaki berambut platinum yang tampak santai memasukkan es krim dengan sendok kecil menuju mulutnya.     

"Jadi," ia mengutarakan sesuatu, tapi ia sedikit ragu untuk meyakini sebuah dugaan yang lebih besar daripada taman hiburan ini, "apakah benar departemen store keluarga Salim? kau akuisisi juga..." bibirnya bergetar Bianca tak sanggup melanjutkan apa yang ada di kepalanya.     

Thomas tersenyum lebar, antagonis di mata Bianca, mata seseorang yang berada dalam naungan Tarantula.     

"Boleh aku memberi saran?" Bianca masih tertegun, ia bahkan tak punya kesempatan untuk mengangguk atau menolak.     

"Aku sempat berkomunikasi dengan kakakmu, dan sepertinya, kau harus menuruti saran ayahmu, Paman Adam lebih tahu kenapa dia tidak menginginkan putra-putrinya ikut berkecimpung dalam ruang lingkup Tarantula," Thomas meletakkan sendok di tangannya benda tersebut bergerak di atas meja. Benda yang sebelumnya sempat ia mainkan ketika memberi saran Bianca.     

Kini tangan Thomas naik ke atas meja. Ujung-ujung jarinya saling mencengkeram membentuk sebuah segitiga, "percayalah.. dalam waktu dekat keadaan semakin keruh,"     

Bianca merinding mendengar penjelasan Thomas. Tidak seperti sang kakak yang diberi kesempatan ayah untuk mendengarkan sejarah dari pertarungan dua keluarga tersebut.     

 Bianca sekedar menduga-duga, akan tetapi ia tahu bagaimana papa Adam benar-benar melarangnya untuk bergabung bersama para putra-putri tarantula. Bahkan, sampai sekarang pun tiap Bianca berangkat kerja papa enggan menyapa.     

"aku mengirim surel untuk ayahmu, dan salinan ke alamat emailmu," si rambut platinum lagi-lagi tersenyum, "perusahaan Angga, akan kami beri kesempatan bekerja sama dengan Joyo makmur group, dan syarat ketentuannya ada di dalam surel itu,"     

"apakah kalian bakal melibas milik kakak ku seperti departemen Store keluarga Salim?"     

"tidak," Thomas menggelengkan kepala, "tuan muda kami cukup bijak, dia memahami sejarah dengan baik. Kami tahu seperti apa posisi Paman Adam,"     

"Jujur aku tidak bisa memahami ini," Bianca terlihat memegangi kepalanya menggunakan ujung-ujung jarinya yang lentik dipenuhi tempelan manik-manik kecil.     

"turuti kehendak papamu saja," surel yang dikirimkan Thomas adalah surat resmi yang ditulis Mahendra surat yang berisikan penawaran untuk bergabung kembali dengan Djoyo makmur group.     

"oh ya.. ada satu lagi," lelaki berambut platinum terlihat menanggalkan tangannya yang berada di atas meja. Sejalan kemudian dia menyandarkan punggungnya pada kursi, lalu sebuah gerakan menyibak rambut ke arah belakang terlihat.     

"Aku dengar dari Angga, adiknya sedang mencarikan Ken di dunia nyata?" Thomas mengakhiri ucapannya sambil tertawa geli.     

"Anggaaa..." seluruh wajah Bianca mengerut. Antara malu dan merasa bodoh.     

"Apakah aku sudah cukup mirip? Perlukah aku bergerak seperti ini?" tangan Thomas menirukan gerak boneka Barbie ketika dijalankan oleh pemiliknya, dengan bumbu tawa, tentu saja.     

"Hwaaa.." Bianca menutup wajahnya Menggunakan kedua telapak tangan sembari menyuarakan keluhan, sejalan kemudian wajah yang tertutup telapak tangan itu jatuh di atas meja. Benar-benar disembunyikan cukup rapi memanfaatkan kedua belah lengannya.     

Apa yang dilakukan Bianca diiringi musik tawa Thomas.     

Akan tetapi musik ini tiba-tiba berhenti. Bukan sekedar berhenti, ekspresi pria itu berubah total. Goresan di sudut mata dan di seputar bibirnya, yang tadinya melambangkan ekspresi riang berubah masam.     

Bianca penasaran kenapa Thomas tiba-tiba terdiam.     

Dan tatkala Bianca Mengangkat wajahnya, gadis itu memperhatikan gerak-gerik Thomas sedang memandang sesuatu, di sudut 45 derajat, di ujung kafetaria, Tom menatap titik itu tanpa henti.     

"Bianca, aku akan menemuimu nanti," Thomas menarik ponsel miliknya yang berada di atas meja. Dia berdiri lalu buru-buru berjalan pergi.     

Bianca yang ditinggalkan tiba-tiba, hanya bisa mengangkat tangannya, menoleh ke beberapa sisi mencoba mencari tahu apa yang terjadi pada pria itu, nihil, Bianca tidak menemukan apa pun yang ganjil.     

di sisi lain, Thomas terus melangkahkan kakinya tanpa menoleh ke belakang. Berjalan dan terus berjalan.     

Para bertugas di seluruh wahana ini mengenalnya, seorang pemilik baru yang ramah dan kompeten. Dia disapa beberapa orang tapi sapaan itu tak juga menjadikan Thomas menoleh, apalagi menanggapi.     

Jadi yang terlihat detik ini, adalah pria yang berjalan cepat bahkan setengah berlari menuju ke sebuah tempat. Ternyata adalah mobil yang sendiri.     

'huuh, kenapa aku lari, apa yang terjadi padaku?' nafasnya terasa sesak dan sesuatu yang berada di dalam dadanya nyeri.     

'harusnya itu tempatku,' berbisik lirih pada dirinya sendiri. 'tidak.. ini yang benar.. tidak apa-apa ini yang benar,"     

.     

.     

"kalian mau pesan apa?" gadis berambut hitam panjang yang tergerai hingga menyentuh pinggang sedang memegang sebuah pena dan nota kecil untuk mencatat pesanan adik-adiknya.     

"mango summer," ini suara Ricky.     

"kak, apakah aku boleh tambah burger?" Lala bertanya.     

"boleh," bukan Kihrani yang menjawab, tapi Vian.     

"ada lagi?" kihrani mencoba menegaskan sekali lagi apakah makanan yang diinginkan adik-adiknya sudah cukup.     

"kamu tidak bertanya apa yang aku inginkan?" Vian mengerutkan dahinya.     

"sebab kamu yang berangkat memesan," mendorong kertas tersebut ke arah Vian dan benda itu menempel di dada pria tersebut.     

"sialnya aku.." gerutu lelaki dengan sorot mata sendu, "harusnya kamu memperlakukanku dengan baik, sebelum aku benar-benar pergi,"     

"Ya... Aku temenin," Kihrani bangkit dari duduknya. Membalik tubuhnya, di susul oleh Vian.     

"Hai, kalian berada di sini?"     

Ada yang membatu, tertegun.     

"Kak Thomas..." pekikan ini berasal milik Lala, melompat dari duduknya seraya berlari ke arah Thomas dan serta merta mendapatkan pelukan. Mereka pernah menjadi satu keluarga dalam jangka waktu yang tidak bisa disebut sebentar.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.