Ciuman Pertama Aruna

IV-214. Pemilik Taman Hiburan



IV-214. Pemilik Taman Hiburan

0"Kak Thomas..." pekikan ini milik Lala, melompat dari duduknya seraya berlari ke arah Thomas dan serta merta mendapatkan pelukan. Mereka pernah menjadi satu keluarga dalam jangka waktu yang tidak bisa disebut sebentar.     

Seperti seorang adik yang baru bertemu dengan kakaknya, Lala menyambut dengan hangat pelukan yang disuguhkan Thomas. Lelaki yang dulu sering kali membantunya menyiapkan PR, menyetrika seragam sekolah, bahkan membersihkan rumah bersama-sama.      

Tampilannya sudah sangat berbeda. Akan tetapi di mata lala kecil, si lelaki rambut platinum ini tetaplah Thomas yang sama. Pria cacat kaki yang sempat mewarnai hidup mereka.     

"Kok, kak Thomas ada di sini?" pertanyaan polos keluar dari bibir gadis kecil.      

"aku yang seharusnya bertanya pada kalian, sebab disinilah aku bekerja," di sudut sana Ricky mengangguk-angguk mendengarkan dengan sesama jawaban Thomas.      

Berbeda dengan sepasang perempuan dan lelaki dewasa yang masih konsisten menyajikan ekspresi tertegun. Thomas, memiliki kantor tersendiri dan itu berada pada salah satu icon tower milik Djoyo makmur group.      

"Taman hiburan ini aset baru milik Djoyo makmur group dan aku sedang bertugas meninjaunya," kalimat yang Thomas susun guna menjawab pertanyaan yang belum terlontar, akan tetapi bisa diprediksi melalui raut wajah dua orang di hadapan Thom.      

Vian mengangguk ringan, sedangkan Kihrani menarik bibirnya. Ada canggung di sana.     

"Oh' apakah kalian ingin memesan sesuatu? Kalau tidak keberatan boleh aku saja yang menjamu?"      

Gadis kecil Memekik senang, sama dengan pemuda seusia SMA yang lekas terlihat bahagia.      

Sedangkan dua yang lainnya menjadi saling memandang, "sebenarnya, kita sudah selesai," ini suara Vian kalimatnya menjadikan yang lain bingung.      

"Ricky, Lala, ada satu tempat yang akan kita tuju, aku yakin kalian pasti suka," tatkala mengatakan ini isi kepala Vian sebenarnya kosong.      

"Kenapa..?" Lala yang masih berdiri di dekat Thomas malah tertangkap memegang tangan lelaki dengan rambut sepanjang bahu yang detik ini sengaja ia ikat ke belakang. "Aku mau di sini saja, kita belum melihat drama teater," salah satu pertunjukan seni dengan harga miring di tengah-tengah pusat taman hiburan ini.     

Sebuah ritual yang tanpa sadar mereka lakukan tiap kali datang ke tempat ini.      

"oh' okay," vian tiba-tiba mengubah keputusannya, mengalihkan pandangannya ke arah Kihrani, "ayo, kita belum memesan makanan," lalu tatapan mata tersebut turun ke arah nota yang dipegang gadis berambut hitam panjang.      

Vian berjalan lebih dahulu, melintasi keberadaan Thomas, yang artinya ia mengabaikan penawaran Thomas.      

Sebab Vian meninggalkan tempatnya, Kihrani pun membuntuti lelaki tersebut. Mereka berdua memang berencana untuk memesan dan menikmati makanan di kafetaria ini.      

.     

.     

"Apakah kamu sering menonton drama teater taman hiburan ini bersama Thomas?" seorang laki-laki yang memiliki sorot mata sendu. Berdiri di samping perempuan yang tengah mengantri di barisan pemesanan makanan.     

Kihrani mengangguk, "hanya pernah," jelasnya, "aku menyukai tema yang diangkat, sangat cocok dengan kehidupan kami, aku dan adik-adikku," melirik sejenak pria yang berdiri tegap di sampingnya. Ternyata lawan bicara Kihrani juga mengamati dirinya.      

"Sepertinya Thomas, sangat dekat dengan kalian," vian terbuai oleh rasa kalut.      

"dia tinggal di rumah kami, bukan sehari dua hari,"      

"Mengapa kamu memberi nama nomor kontaknya, 'suami palsu?'" sangat to the point dan memburu. Siapa lagi kalau bukan Vian.      

"itu.."      

"Apakah anda bernama Kihrani?" pelayan foodcourt yang ada di hadapan Kihrani menyodorkan pesanan yang telah siap untuk diserahkan kepada customer. Sehingga kalimat Kihran terputus. Perempuan tersebut menyambut paper bag yang diserahkan kepadanya.      

"Iya benar," sembari menjawab ia mencoba mengeluarkan uang dari dompetnya, akan tetapi kalah cepat dengan kartu yang disodorkan Vian pada pelayan foodcourt.      

"Tidak perlu, kami menggratiskan semua makanan yang anda pesan," pelayan itu tersenyum mengamati dua pasang lelaki dan perempuan dewasa yang menyajikan ekspresi bingung.      

"pemilik baru kami, tuan Thomas, baru saja memberitahu kepada seluruh wahana dan foodcourt taman hiburan ini untuk memberikan fasilitas free kepada anda," mata sang pelayan menatap Kihrani lamat-lamat. Memberi Tanda bahwa yang terucap dari bibirnya bukan sesuatu yang perlu dikonfirmasi lagi.      

"Selamat menikmati hari anda di taman bermain kami,"      

Kihrani membalik tubuhnya dan berjalan gamang melintasi barisan penjaja makanan.      

Berbeda dengan Vian yang setengah berlari menuju ke arah keberadaan Ricky, Lala dan tentu saja termasuk Thomas.      

"Taman hiburan ini milikmu?" Vian bertanya seiring dengan alisnya menukik, hampir menyatu.      

"aku sekedar nama saja, sudah kujelaskan bukan, tempat ini selebihnya ialah bagian dari aset baru Djoyo makmur group,"      

"Begitu ya," ujar Vian, meletakkan apa yang dia bawa di atas meja dan membaur bersama yang lainnya.      

Kihrani masih tertinggal di belakang. Entah bagaimana ia merasa ragu untuk bergabung dalam satu meja dengan si pemilik surai platinum.      

Langkahnya hampir sampai, kurang dari 5 langkah saja, tatkala tubuhnya yang tersenggol oleh seorang perempuan yang mengenakan sepatu berhak tinggi.      

"ternyata kamu di sini?" Bianca menepuk bahu Thomas, menggeser salah satu kursi dan duduk di antara Thomas serta Vian, "aku pikir kamu sudah pergi, tiba-tiba menghilang begitu saja," gadis itu berbicara sembari mengamati Thomas. Lelaki yang serta-merta memasang wajah canggung.      

"Oh ya, perkenalkan.. aku Bianca teman Thomas, salam kenal semua," Barbie cantik, membuat Lala terbengong menatapnya. Sama seperti kakaknya yang detik ini menarik kursi perlahan-lahan. Meletakkan makanan di atas meja dan mulai membukanya satu persatu untuk disajikan pada yang lain sembari menatap Bianca.      

"Aku Vian, ini Lala, Ricky, calon adik-adik iparku, dan tentu saja calon istriku Kihrani," kalimat yang menjadikan alis kihrani menyatu.      

'jadi Kihrani sudah menerima lamaran vian?' itulah yang terbesit di kepala Tom.      

"Waaah, aku baru tahu?" polos Lala.      

"Jangan bicara sembarangan," Kihrani bicara tanpa menatap siapa pun, "ayo kita makan, aku tidak suka ada yang berisik ketika makan, pergi dari meja ini jika kalian ingin bicara," Jutek khas Kihrani. Dan entah bagaimana, semua penghuni meja makan di sudut kafetaria taman hiburan tersebut terdiam tanpa suara dan hanya sibuk mengunyah makanan mereka. Sekedar memendam setiap pertanyaan yang hadir di balik pemikiran mereka masing-masing.      

.     

.     

"Ayo kak.. kita nonton drama teater?" Lala merengek, Kihrani menggelengkan kepala. Mata seseorang sempat mengamatinya lamat-lamat.      

"belum bisa Lala, kak Vian ada kesibukan," ini suara Kihrani, Vian sempat mengatakan bahwa dia mustahil untuk menemani mereka lebih dari ini.      

"biar Lala bersamaku, aku bisa mengantarnya pulang," ujar Thomas mencoba mereda rengekan Lala.      

"aku juga penasaran, apakah aku boleh ikut melihatnya Tom," Thomas mengangguk menanggapi kalimat Bianca.      

"sejujurnya aku sudah bosan, pasti ceritanya itu lagi itu lagi," Thomas menggeleng untuk Ricky.     

"mereka punya naskah baru, dan hari ini jika kalian mau, mereka bisa tampil perdana untuk kita, aku sengaja memintanya. Sebelum benar-benar di launching pada pembukaan resmi selepas renovasi taman hiburan ini usai total," kalimat Thomas begitu meyakinkan, tentu saja dia pandai untuk bernegosiasi dengan siapa pun.      

"apa ceritanya tentang princess?" tanya Lala.      

"Ceritanya tentang putri cantik sepertimu," Thomas lebih pandai menghibur Lala.      

"kak.. aku pulang sama kak Thomas aja ya?" Lala memohon dengan menarik-narik baju Kihrani.      

"Aku juga," celetuk Ricky, "lanjutkan saja dating kalian, Jangan meminta kami ikut!" keluh Ricky.      

"kalau begitu kita pergi dulu," tangan kanan Vian merengkuh telapak tangan Kihrani.      

Thomas mengangguk ringan.     

 Ricky Lala, lekas pergi dan Bianca yang membuntuti langkah kaki setengah berlari 2 anak tersebut.      

"Sampai jumpa Thom," mata hitam pekat itu akhirnya memberanikan diri menatap pria berambut platinum.     

"ya.. sampai jumpa,"      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.