Ciuman Pertama Aruna

IV-218. Kamulah Yang Diincar



IV-218. Kamulah Yang Diincar

0 "Tolong bantu kami. Di mana titik lokasi tinggal keluarga Diningrat?" kalimat tanya ini berasal dari Alvin, lelaki yang menggunakan teropong bumi untuk mengamati segala sesuatu yang ada di bawah sana.      

Kumpulan hunian mewah terhampar di bawah lokasi terbang helikopter yang dikendalikan para ajudan Djoyodiningrat. Salah satu hal yang tidak diketahui oleh Juan adalah misi terbangnya pesawat ini.      

Hamparan hunian mewah tersebut terkonfirmasi sebagai rumah dari keluarga Diningrat beserta kroni-kroninya. Akan tetapi titik di mana mereka menghabiskan kehidupan sehari-hari belum pernah terkonfirmasi.      

Sejak kepemimpinan tetua Wiryo tidak sekali pun lelaki tua itu memiliki keinginan untuk menggali informasi sampai sejauh ini.      

'apa maksud mereka?'      

Juan berusaha mengumpulkan pemahaman, mengarahkan wajahnya ke bawah. Dia mengamati apa yang tersaji di atas hamparan bumi. Pemuda tersebut serta-merta mendapatkan teropong bumi dari rekannya, Alvin.      

Juan menatap Alvin sekali lagi untuk meyakinkan dirinya sendiri, haruskah dia memberi tahu dimana tempat tinggal keluarga Diningrat. Bagaimanapun juga dia tumbuh di sana, walaupun ibu Mia juga terkurung pada tempat tersebut.      

Pesawat meliuk, memutar arah terbang hingga kemiringannya mencapai 40 derajat. Seperti memberitahu pada Juan bahwa ia diberi kesempatan sekali lagi untuk memberi tahu di mana poin lokasi keberadaan keluarga Djoyodiningrat.      

"Tidak perlu melakukan ini, aku bisa memberitahukannya melalui map," serta merta pesawat meninggalkan wilayah pengintaian mereka.      

***     

"Kamu masih di sini?" perempuan berambut hitam panjang lekas memacu langkah menuju pintu rumahnya setelah ia mendapati sebuah mobil mewah terparkir di halaman.      

Thomas mengangguk, memperhatikan cara Kihrani memasuki rumah lalu melintasnya, meninggalkan pintu rumah, dan dibiarkan terbuka begitu saja. Gadis tersebut berjalan tergesa-gesa, ia berdiri di hadapan almari yang menyajikan cermin.      

Thomas bangkit dari duduknya, "bapak tidak ada di rumah saat aku dan anak-anak tiba, Ricky bilang dia ada keperluan, main sebentar ke rumah temannya, jadi aku menunggu Lala di sini. Lala sudah.." susunan kalimat yang di suguhkan Thomas selaras dengan gerakan Thomas menutup pintu.      

Tatkala ia berbalik, ia mendapati tindakan Kihrani yang berusaha mengeluarkan tisu basah secara frontal sebelum menghapus lipstik di bibirnya.      

Kalau diperhatikan, lipstik itu cenderung tipis tak perlu tenaga untuk menghapusnya. Tapi anehnya perempuan satu ini terlihat marah ketika membersihkan warna merah pada bibirnya.      

"Hah!!" ia melempar belas tisu begitu saja, sejalan berikutnya kembali mencabik pembungkus tisu dan mengeluarkan lebih banyak.     

"ada apa denganmu?" Thomas tak sekalipun menanggalkan perhatiannya dari tiap-tiap tindakan yang ditunjukkan Kihrani.      

Ia kembali pada kursi yang tadi digunakan untuk duduk. Meletakkan sikunya di atas permukaan meja untuk menopang dagunya. Thomas memperhatikan bagaimana Kihrani membersihkan seluruh riasan tipis sekaligus amatir itu.      

"pulanglah!" perintah gadis tersebut setelah menyelesaikan urusannya dengan wajah, menoleh, menatap Thomas.     

Thomas merapikan jas yang membalut tubuhnya, ada desahan yang menguar dari mulut lelaki berambut platinum. Sebelum memutuskan bangkit dari kursi tempatnya duduk.      

Awalnya hendak pergi, tangannya bahkan sudah berhasil meraih handle pintu. Namun tiba-tiba ia berbalik, "kau.. apa benar, kamu akan menikah?"     

"Hais! Kenapa kalian begitu terobsesi dengan pernikahan," gadis tersebut membanting tisu yang ada di telapak tangan kanannya.     

Thomas tersenyum mendengar ucapan yang dilontarkan Kihrani. Tanpa konfirmasi lebih lanjut, Thomas tahu gadis tersebut telah mendapatkan lamaran untuk kesekian kalinya sebelum sang pimpinan divisi penyelidik lantai D pergi dari kota ini menuju ke wilayah timur demi menyambut tugas dan Kihrani menolaknya.      

"Jadi kamu menolak Vian?" Kihrani hendak membuka mulutnya untuk menjawab, sayangnya Ricky datang di antara mereka. Melihat raut muka marah sang kakak, Ricky yang baru saja pulang dari rumah temannya segera berlari menuju kamar lalu buru-buru menutup pintu.      

"Pulanglah!" Kihrani berjalan menuju Thomas, membuka pintu di hadapan keduanya. Dagunya bergerak memberi isyarat supaya Thomas meninggalkan rumahnya.      

Thomas mengangguk ringan, melangkah, melintasi batas antara sisi dalam dan sisi luar rumah yang pernah menjadi tempatnya bertumpu.      

Giliran pintu hendak ditutup rapat, secara mengejutkan telapak tangan pria itu menahannya.      

"tadi aku diberitahu Lala, kamu masih menyimpan barang-barangku di kolong ranjang,"     

"lalu?" celetuk Kihrani mencoba memahami maksud pernyataan Thomas, "oh, kamu ingin membawanya?" imbuh Kihrani, hendak membalik tubuhnya. meninggalkan pintu. Thomas serta-merta menahannya, menjerat pergelangan gadis tersebut.     

"Tidak.. bukan begitu," Thomas menggeleng, buru-buru melepas pergelangan tangan Kihrani kala gadis tersebut menatap telapak tangannya yang bersandar di permukaan kulit gadis tersebut. "Aku hanya ingin bilang... Em.. aku senang kau masih menyimpannya,"      

"Kamu yang memintanya waktu itu,"      

"ya.. aku yang memintanya.." mata laki-laki yang sejak bertemuan mereka kembali selalu menghindari pertautan mata dengan kihrani. Tiba-tiba saja dia dengan sengaja menatap Kihrani lamat-lamat.     

Di sisi lain gadis bersurai panjang tersebut menyadari selama ini pria itu tidak pernah menatapnya dengan benar untuk itu tatkala Thomas benar-benar melihat matanya Kihrani lekas menutup pintu secepat ia bisa.     

'aku tahu ada yang salah di antara kita!' Thomas hanya mengubur pikiran. Ia menyadari tidak bisa berbuat lebih dari pada ini. Untuk itu Thomas sekedar memutuskan berjalan menuju ke arah mobilnya, membuka pintu dan berharap dia segera pergi dari tempat yang entah bagaimana membuatnya sulit bernafas.      

Duduk di kursi pengemudi dan mulai memutar kunci untuk menyalakan mesin mobilnya. Pria tersebut mendengarkan sesuatu jatuh. Genteng rumah dihadapannya melorot dua buah.      

"Sial," Thomas mencari-cari benda yang bisa membantunya mempertahankan diri. Sayangnya benda tersebut tidak ada pada mobilnya.      

Dia mulai resah, terlebih menyadari dia tidak begitu pandai bela diri.     

Yang ada di kepalanya detik ini hanya satu, melarikan diri. Setidaknya ia meyakini prediksinya, bahwa siluet di atas genteng itu mencari seseorang. Tidak mungkin Lala atau Ricky yang mereka incar. Orang-orang ini pasti berurusan dengan ajudan keluarga konglomerat Djoyodiningrat.      

Kihrani satu-satunya ajudan yang tinggal dan hidup di luar lingkaran rumah induk.      

Thomas mendorong pintu mobilnya perlahan-lahan, berjalan mengendap-ngendap, ia kembali mendekati pintu rumah Kihrani. Perlahan pria tersebut mengetuk pintu, dan baru menyadari ternyata gadis itu masih berada dibalik pintu.      

"ikuti aku!" Pinta Thomas.     

"kemana?"      

Thomas menyajikan ekspresi serius yang jarang ia perlihatkan. "tidak.. tidak sesederhana ini," pria itu bergumam, masih bisa Kihrani dengar.      

Mendorong tubuhnya masuk ke dalam. Thomas berjalan tergesa-gesa menuju kamar Ricky dan Lala diikuti oleh Kihrani.      

Thomas lekas menggendong tubuh Lala, "ada apa?" pertanyaan Kihrani belum dijawab. Akan tetapi saat Ricky terbangun dan berada di antara mereka. Diberikan Lala yang masih enggan membuka mata kepada pemuda berusia SMA tersebut.     

"Dengarkan aku baik-baik! Di atas rumah ini ada dua orang yang mengintai," spontan Kihrani dan Ricky mengarahkan pandangannya ke atas.     

"Ricky, berlarilah menuju warung di tengah desa tempat Sasono dan yang lainnya nongkrong, di sana ramai, kurasa itu tempat paling aman buat kalian, tunggu sampai bapak pulang," Thomas mendapatkan anggukan.      

"Dan kau," lelaki berambut platinum itu mengarahkan pandangannya kepada Kihrani, "kau harus sadar, kamulah yang diincar mereka, adikmu akan aman kalau kamu berusaha mengecoh mereka dan memastikan dirimu menjauhi tempat ini,"      

Kihrani mengangguk-angguk, "Ricky berangkat sekarang!" mendorong adik ke arah pintu belakang.      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.