Ciuman Pertama Aruna

IV-222. Bertahan Hidup



IV-222. Bertahan Hidup

0Bergerak lambat, sangat lambat, seluruh tubuhnya seolah hampir mati rasa.      

"Hai.. bangun.. aku disini,"      

Namun perempuan itu tidak membuka matanya. Mulutnya di bekap, tangan dan kakinya terikat. Tampaknya, bahkan seseorang yang membawa perempuan berambut hitam panjang nan pekat itu tidak memperdulikan luka memar yang terjadi akibat kecelakaan.      

"Hai.. kihran.." pria ini merangkak, berusaha dengan sekuat tenaga, Thomas berharap dia bisa dengan segera memeriksakan kondisi Kihrani.      

'semoga dia baik-baik saja,' bahkan dia sempat memanjatkan doa yang hampir sepenuhnya hilang dari bibirnya selama setahun terakhir.      

Tempat mereka berada jauh dari kata layak, tidak bisa disamakan dengan ruang putih di bawah tanah yang menurut hemat banyak orang adalah tempat teramat mencekam.      

Di sana minimal kau bisa berbaring di atas ranjang berwarna putih. Sebuah kursi dan meja untuk duduk dan makan. Sedangkan tempat ini mirip dengan gudang. Benda-benda perkantoran yang tak terpakai berserakan, parahnya gadis yang baru saja menerima benturan hebat selepas kecelakaan dibiarkan tergeletak begitu saja.      

Thomas berhasil memegang pergelangan kaki dingin Kihrani. dadanya bergemuruh hebat, menyadari kondisi perempuan ini tidak baik-baik saja. Walaupun dirinya tak ada bedanya.      

Di paksa tubuh kelunya untuk bergerak lebih cepat. Nyatanya ia hanya bergeser beberapa inci saja.      

Memastikan tubuhnya lebih dekat dengan keberadaan kihrani, gadis yang terkapar di lantai dengan pelipis yang membiru akibat benturan, rambut acak-acakan termasuk luka baru yang entah dapat dari mana dia mendapatkannya, ada darah kering pada hidungnya.      

"Hai.. Kihran.. bangun lah.. bangun. Beritahu aku kamu.." kalimat Thomas terputus.      

Suara di pintu terdengar dan demi kebaikan mereka berdua, pria ini sekali lagi pura-pura tak sadarkan diri.      

"Hais! Mengapa kita harus memindahkan tubuh mereka?!" Thomas tak tahu dengan pasti berapa orang yang datang. Dari langkah kaki dan jenis suara yang keluar kemungkinan mereka lebih dari 3 orang.      

Sejalan Kemudian ia merasa tubuhnya di angkat. Bukan lagi diseret seperti sebelumnya.      

"Apa kau tidak tahu apa yang terjadi di luar?" Salah seorang yang membopong Thomas berbicara nada ditekan.      

"Di luar?" Komunikasi mereka tampak serius Sehingga Thomas punya kesempatan untuk melirik keberadaan Kihrani.      

Ternyata tubuh Kirani sama dengan dirinya, diangkat oleh seorang laki-laki.      

"Ada apa di luar?" Ada yang lain bicara dengan nada penasaran.      

"Sekelompok orang misterius sedang mengepung gedung ini," seorang pertama memberi penjelasan.      

"Benarkah? Di depan terlihat sepi," yang lainya menimpali.      

"Tidak sesederhana itu, di atas gedung ini ada pesawat yang mengintai," suara lain turut andil.      

"Gedung ini menerima ancaman dan kalian tahu siapa yang melakukannya," Mereka mengobrol dengan nada berbisik dan Thomas masih bisa mendengarnya. Berharap siapapun yang mengancam gedung ini adalah bala bantuan yang di kirim orang-orang djoyo makmur group.      

Tak lama terdengar suara pintu terbuka, tubuh Thomas di letakkan kasar di atas busa.     

'ini ranjang,' merasa sedikit lebih beruntung Thomas berharap dia berada dalam satu ruangan dengan Kirani.      

Matanya belum benar-benar terbuka namun dia tahu ada langkah kaki dan suara tubuh diletakkan. Giliran langkah kaki itu menghilang, digantikan dengan suara kunci yang diputar.      

Thomas memberanikan diri membuka matanya lebar-lebar. Memeriksa setiap pojok ruangan dan merasa lega selepas ia menyadari tempat ini tanpa CCTV.      

Detik berikutnya mata itu beredar, lalu seutas senyum tampak di bibirnya. Perempuan yang ia khawatirkan berada di ranjang yang serupa dengannya, tepat pada sisi kanan keberadaannya.      

"Kihran.." perempuan itu belum juga bangun. Thomas dengan seluruh tenaga dan upayanya berusaha bangkit.      

'ini tidak menyakitkan ayolah!' Bibirnya meringis ketika dia berusaha untuk duduk. 'ayolah bangun!' rasa remuk di tubuhnya menjadi-jadi. Mencoba memberikan sugesti bahwa apa yang terjadi hari ini belum apa-apa dibanding hari itu. Hari ia terdampar di tepian sungai penuh sampah.      

Tekad sudah bulat, ia harus memastikan perempuan yang terikat pada tangan dan kakinya baik-baik saja.      

Tangannya yang kelu akhirnya berhasil meraba wajah perempuan. Dan itu mengakibatkan mata seseorang bergerak-gerak. Sehingga tak lama kemudian mata itu terbuka lebar.      

"Thomas," Thomas menyadari perempuan rambut hitam panjang bersama mata hitamnya yang layu sedang menyebut namanya. Walaupun bibirnya detik ini masih terbungkus lakban.      

Mata hitam pekat itu perlahan-lahan berubah warna, ada campuran merah di sana.     

"Tak apa-apa.. jangan khawatir, ada aku disini," dua tempurung lutut Thomas menyentuh selasar lantai sebagai penyangga tubuhnya. Dadanya berada di atas ranjang tempat kihrani berada.      

Dia bisa menangis juga, dengan ekspresi wajah ketakutan. entah, intimidasi macam apa yang dia terima.      

Thomas dengan usahanya, menarik lirih lakban yang membungkus bibir Kihrani. Dan baru menyadari bahkan bibir perempuan itu robek.      

Di hatinya yang paling dalam, Dia bersumpah segala yang terjadi malam ini akan ia balas berkali lipat jika nanti ada kesempatan.      

Thomas yang tubuhnya kelu luar biasa mendadak kehilangan rasa sakit itu. Jiwanya sebagai pria berkobar atas rasa marah yang memenuhi seluruh tubuhnya.      

Bersama tangannya yang berusaha membuka ikatan yang memberi bekas luka pada pergelangan tangan Kihrani. Nyatanya ikatan itu tidak mudah untuk dilepas menggunakan jari-jarinya. Nylon cable Tie / tali ikat plastik, sungguh tidak manusiawi di gunakan untuk mengikat kedua belah pergelangan tangan seseorang.      

Borgol lebih kelihatan masuk akal, bahkan tali juga nampak lebih baik di banding dua utas segel nylon yang menjadikan gigi taring Thomas berusaha keras mencabik-cabiknya, akan tetapi sia-sia.      

"Thomas.."      

"Iya.."      

Thomas memindahkan perhatiannya pada wajah kihrani, bibir perempuan itu kering, dan lehernya bergerak seolah tengah menelan air liurnya sendiri.      

"Kamu haus?" Dan perempuan itu mengangguk. anggukan yang mendorong Thomas untuk berdiri.      

Tatkala pria itu berdiri dia hampir roboh, memegangi tepian ranjang Thomas berusaha menemukan sesuatu yang bisa mengeringkan tenggorokan.      

"Wastafel," pria itu menyeret tubuhnya mendekati wastafel. Mencari sebuah benda untuk menampung air sungguh sia-sia dia bahkan tak menemukan apa-apa di tempat ini. Segalanya kosong kecuali empat buah ranjang berbaris di tengah-tengah ruangan.      

Membawanya diantara kedua telapak tangan yang menyatu, sayangnya air menetes dan segera menghilang.      

Sempat frustasi, lelaki ini menatap dirinya di cermin yang berada di atas wastafel. Keadaannya sungguh berantakan. Pantas saja sekarang seluruh tubuhnya terasa nyeri luar bisa tapi ini bukan apa-apa perempuan di pembaringan yang terkulai memunggungi keberadaannya mulai memucat, dia (Thomas) harus cepat.      

Secepat neuron kepalanya bergerak. Lelaki berambut platinum ini memukul sebagian kaca dihadapannya. Dia mengambil kepingan sebesar genggaman. Sejalan dengan keputusannya memasukkan air di dalam bibirnya yang menggembung.      

Tak lama kemudian tubuhnya yang berjalan seperti robot menahan rasa sakit itu telah sampai di hadapan wajah pucat gadis di atas ranjang.      

Thomas duduk di sisinya, telapak tangannya yang meneteskan darah bergerak-gerak membuat gesekan pada 2 helai nylon cable tie, seirama dengan gerakan wajahnya mendekati wajah Kihrani.      

Buru-buru meraih dagu gadis tersebut, ketika kedua tali nylon terlepas. Thomas Menekan rahang Kihran perlahan-lahan. Dan memasukkan air di mulutnya ke dalam bibir gadis tersebut.      

Tidak ada kesan romantis, ini adalah cara 2 orang bertahan hidup dan berusaha meredam rasa sakit di tubuh mereka.      

"Mau lagi?" Perempuan itu mengangguk. Thomas mengusap pelipis lalu bangkit.      

"Kaki.. kakiku," dia bicara lirih untuk memberi tahu kakinya masih terikat dan itu menyakitkan.      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.