Ciuman Pertama Aruna

IV-225. Singa Terbangun



IV-225. Singa Terbangun

0"Tuan datang," Herry memberi kabar pada timnya. kabar ini lekas sampai keseluruh telinga ajudan yang bertugas termasuk diam-diam menerbangkan pesawat di atas wilayah target.      

"Juan, katakan! apakah kami perlu bertindak sekarang?" sesuatu di telinga juan berbunyi nyaring, kalimat tanya ini berasal dari Pradita.      

"anda senior, aku yakin anda tahu apa makna kedatangannya," di dalam ruangan khusus pradita di bantu timnya tengah mengawasi monitor-monitor yang menyala. Pria berambut ungu menyala dengan kacamata tebal tersebut menemukan keberadaan mobil Mahendra.      

Hitam pekat terparkir angkuh di tepian jalan tak jauh dari gedung yang menjadi target mereka.      

"Padamkan seluruh lampu di sekitar!" hanya butuh hitungan detik seluruh lampu benar-benar mati total.      

"aku mau Thomas kembali pada kita, menyekap CEO DM grup adalah penghinaan fatal terlebih mengambil ajudan istriku," suara dingin Mahendra memberi tanda pada Juan untuk segera meneruskan perintah.      

belum sempat juan mengabarkan pesan sang Presdir DM grup, seolah terjadi telepati yang nyata, kelompok Herry sudah mengawali pergerakan. bagi mereka lampu padam adalah tanda paling utama.      

Satu persatu mulai bergerak dalam senyap merajai gedung pusat jasa keamanan Tarantula. mereka membawa senapan laras panjang, pistol berpeluru penuh bahkan tubuhnya dilapisi bahan anti peluru.      

Dengan menyusupnya kelompok ini artinya satu persatu orang di dalam gedung yang dipimpin key barga tumbang.      

 mereka yang berpakaian sama pekatnya dengan malam yang gelap memburu satu tujuan utama yakni membebaskan senior mereka Thomas termasuk ajudan perempuan nona yang kabarnya ikut menghilang.      

***     

"jangan bodoh!!" ini suara Rio, pria ini baru saja menghancurkan ruang kerjanya sendiri dengan membanting beberapa benda. Putra tertuanya Gibran berada di ruangan yang sama termasuk putra tertua Braga.      

dia sedang memaki tajam Key atas laporan yang sejam lalu ia terima terkait tindakannya menyekap CEO DM grup. Bagaimana tidak, pemudah bodoh ini sedang membangunkan macan yang tengah tidur.      

Tindakan paling gila yang sembrono, parahnya tahanan di bawa ke gedung miliknya. Key belum cukup pengalaman terkait betapa kuatnya penciuman anak-anak angkat tetua Wiryo.      

selama ini ancaman yang hadir untuk keluarga tersebut dikirim oleh pihak ketiga dengan kerja sama lepas, artinya ketika mereka tertengkap mereka harus lenyap atau mengakui kesalahan secara tunggal. permainan cantik ini sudah berlangsung lama sehingga pihak Djoyo Makmur Group miskin bukti untuk melimpahkan segala kesalahan pada dewan tarantula, padahal permusuhan dua generasi ini ada secara nyata.      

"saya minta maaf. saya mengaku salah," Key berdiri di antara pecahan kaca. pemuda dengan wajah mungil ini buru-buru meninggalkan tahanannya dan menemui pimpinan tertinggi selapas panggilan datang untuknya.      

Rio mengambil sebuah benda dan mengangkatnya tinggi-tinggi.      

"Cukup!" Gibran yang sejak semula hanya berdiri termangu kini melangkah menahan tangan ayahnya. "tidak ada gunanya, semua sudah terjadi," dia datang ke ruangan ini bukan dikarenakan panggilan ayahnya. dia memiliki informasi lain yang seharusnya lebih penting dari tindakan ceroboh salah satu putra Tarantula.      

Adiknya, anak perempuan kesayangan Rio, geraldine menghilang. perempuan dengan mata cemerlang di hiasi bulu mata panjang lentik tersebut tidak membawa apa-apa perginya ditandai dengan surat tertulis pada secarik kertas di atas meja ruang kerja Gibran.      

'kakak terima kasih, aku menjemput bahagiaku, aku lelah harus mematuhi aturan konyol keluarga ini, aku pergi, kusampaikan kepergianku padamu karena aku tahu kamu paling normal, yang masih bisa aku ajak bicara,' hanya tulisan ini yang tersisa tak ada yang lain.      

beberapa detik sebelumnya tulisan tersebut Gibran lipat dan masukan ke dalam sakunya.      

'aku menyayangimu,' hanya kalimat itu yang tersisa di bibir Gibran saat dia pada akhirnya memilih bungkam seiring ngamuknya sang ayah dengan menghancurkan beberapa benda di sekitarnya. Gibran memilih membiarkan Rio -ayahnya- menemukan kenyataan tersebut sendiri.      

Rio menurunkan guci di tangannya lalu meletakkannya di atas meja kayu jati, meja kerjanya pada ruangan yang biasa di gunakan pertemuan para dewan Tarantula.      

"kau membangunkan singa yang sedang tidur," lelah Rio berkata sembari duduk di sebuah kuris kulit italy.      

"ambilkan cerutu!" dia memerintah Gibran, akan tetapi yang sigap berjalan adalah key barga dan pemuda ini buru-buru mendorong kotak mengkilap berisi cerutu ekstra premium yang telah melekat dengan identitasnya.      

Rio mulai menyalakan korek api dan sesaat berikutnya asap mengepul ke udara.      

"mereka akan bertindak di luar batas nalar," ujar Rio, membuat hisapan yang lebih dalam pada tembakau yang terselip di jarinya, "mau tak mau ketegangan ini akan mendidih dan muncul ke permukaan. Dan saat itu terjadi!" dia yang bicara menatap Key barga, "kita semua harus memainkan tipu muslihat. cara paling ampuh menjadikan salah seorang dari kalian, minimal satu putra tarantula dengan sukarela menjadi tumbal," mata rio menatap Key.      

"karena kamu yang membuat kesalahan, kamulah tumbal pertama," hening sempat merajai setelah kalimat ini di utarakan.      

Key dan Gibran saling mencuri pandang. resah. Kata itu yang terlukis.      

Namun ini tak berlangsung lama, sebab detik berikutnya komunikasi ketiganya berubah haluan. Key mendapatkan kabar bahwa beberapa orangnya tumbang pada lingkungan gedung mereka sendiri.     

Rio yang mendengar laporan serta Merta mendekati sesuatu dan itu adalah pintu rahasia yang bahkan Gibran tidak tahu. Saat keluar dia melempar senjata Laras panjang pada Key termasuk yang dia bawa sendiri.      

"Ayah sebaiknya.." Gibran untuk kesekian kali mencoba berpikir rasional. Menghentikan tindakan gegabah. Kenyataannya dada lelaki bersurai pekat tersebut di dorong mundur.      

"Kau anakku, pewaris yang melanjutkan tahta keluarga ini. Tetap berada di rumah ini," pinta Rio. Padahal bukan itu yang hendak Gibran suara kan.      

Sang CEO Tarantula merasa kalimat ayahnya tidak selaras dengan apa yang sempat ia ucapkan untuk key Barga.      

Key baru saja membangunkan singa yang tertidur, singa itu pasti sedang berada dalam mode kemarahan tertinggi. Mereka jelas tak terkendali. Harusnya dua orang ini menahan diri dengan menghindari tempat tersebut.      

Sayangnya peringatan-peringatan yang disusun Gibran diabaikan begitu saja. Untuk itu lelaki ini hanya mencukupkan dirinya mengamati kepergian Rio peserta putra tertua Barga.      

***     

"Apa kau tahu siapa aku?" Perempuan dengan outfit manly akan tetapi menggunakan high heels tinggi berjalan memutari keberadaan perempuan rentan bertubuh ringkih.      

Berat badannya hilang terlalu banyak, sehingga perempuan tersebut lebih mirip tulang belulang hidup dari pada manusia.      

Parahnya, dalam kondisi memprihatinkan tersebut ia masih bertahan.      

Perempuan dengan outfit manly mendekat. Mengurangi jarak antara dia dengan perempuan yang meringkuk di atas ranjang.      

"Haaah! Sial sekali aku! Harus mengendalikan manusia sepertimu," perempuan itu mengeluh.      

Shakila duduk lebih tegap, dan menatapnya tanpa gentar.     

"Aku tidak punya waktu! Aku tahu kau tersiksa. Bagaimana kalau kita berdua kerja sama?" Leona membuat penawaran pada target dari customer nya.      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.