Ciuman Pertama Aruna

IV-228. Pulanglah



IV-228. Pulanglah

0"Adakah yang bisa membantuku," perempuan hamil mencoba meraba nakas. Akhirnya dia berhasil meraih telepon rumah yang dapat menghubungkannya pada asisten rumah induk, berharap ada yang berjaga malam ini.      

"Anda butuh sesuatu nona?"      

"Tidak aku hanya merasa kesepian, tolong temani aku," pinta Aruna pada suara di ujung sana.      

"Perlukah saya meminta nyonya Gayatri atau Oma Sukma untuk menemani anda?"      

"Jangan bangunkan mereka, aku yakin mereka sudah tidur, aku sekedar butuh teman," Aruna menutup telepon, tubuhnya seolah disergap hawa dingin, hawa tersebut merasuk ke tulang-tulang padahal suhu badannya detik ini meningkat di atas rata-rata.      

.     

"aku ingin tidur, tidak menyusahkan siapa pun tapi bayiku terus bergerak, dia tidak mau diam, aku tidak tahu lagi, dengan cara apa menenangkannya," keluh Aruna.      

"biasanya baby akan tenang ketika mendapatkan usapan telapak tangan daddy-nya," Susi duduk di sisi ranjang Aruna. Dia yang bertugas malam ini.      

"Hendra.." perempuan hamil mendesahkan nama suaminya, "tolong, mengambilkan handphone ku,"     

' kenapa Hendra belum juga kembali,'     

Susi menarik bibirnya tersenyum canggung, ia bangkit dari duduknya, "nona, perlukah saya memencet nomor tuan untuk anda?"      

"Aku cuma mengirim pesan,"      

["Lost time is never found again". Pulanglah]      

***     

"Syakila?" lelaki bersurai pekat sedang berjalan dengan langkah hati-hati selepas menyuguhkan gerakan menutup pintu perlahan-lahan.     

Memanggil nama seorang perempuan yang beberapa minggu terakhir tinggal di dalam ruangan tertinggi di rumah keluarga Diningrat.      

Kenyataannya kalimat panggilannya tidak membuahkan sambutan.      

Namun, tak lama sebuah senyum menggantung di bibirnya, perempuan yang dia panggil tertidur pulas di atas ranjang.      

Gibran naik keranjang tersebut, mencoba menggoyang tubuh kurus dan ringkih dengan telapak tangan kanannya. Syakila tidak membuka mata.      

'apakah Leona sudah berhasil?' tanda tanya berikut ini berkecamuk di kepalanya.      

Entah, disebabkan terlalu ambisi, ataukah terlalu mudah untuk dimanipulasi. Gibran cukup naif jika ia menganggap seseorang bisa berubah dalam waktu semalam saja. Walaupun treatment yang dijalankan Leona sudah memakan waktu beberapa hari, akan tetapi di hari kemarin gadis di atas ranjang itu sama sekali belum menunjukkan perubahan sikap. sedikit pun!     

Sebab Gibran menjejalkan sudut pandang tersendiri, terkait —mungkin perempuannya yang beberapa hari ini diberi makan kurang dari porsi wajar bahkan minum tak seberapa tentunya ia sedang lelah, letih tak berdaya.      

Cara yang tidak manusiawi guna menyajikan titik paling kritis sehingga pemahaman baru mudah ditangkap dan masuk ke dalam pikirannya seperti baju bernoda yang dicuci bersih hingga warna asli baju tersebut memudar.      

"Kakak.." Gibran telah membaringkan tubuhnya di atas ranjang tepat di depan keberadaan syakila yang meringkuk.      

Memanggil dengan suara lembut, dan senyum hangat, disertai mata berbinar. Ini ialah cara syakila memanggilnya kala Gibran yang dulu menggantikan Gesang untuk menjaga gadis bertubuh kurus tersebut.      

Spontan mata Gibran ikut berbinar. Bagaimana tidak, perempuan tersebut mendekatinya kemudian meraih telapak tangan kanannya, memeluknya seperti kucing kecil yang tengah merindu dan memeluk hangat jemari-jemari tuannya.      

"Temani aku.." syakila kembali menutup matanya.      

Ekspresi manis ini mendorong telapak tangan kanan Gibran merapa separuh wajah Perempuan tersebut lalu membelai rambutnya.      

Alangkah naifnya cara Gibran terbius.      

lelaki ini bisa jadi tengah mengimani sebuah ungkapan tentang kenaifan.      

Naif tetaplah hal terindah bagi pecinta, Naif pun akan menjadi sisi terbaik, bahkan ketika segala sesuatu yang disuguhkan lawan dari pencinta sekedar fatamorgana, yang ketika didekati tak ada apa pun di sana. Khayalan kosong yang dielu-elukan. renungan panjang penuh simpati tak berarti. Sayangnya bagi seorang pencinta, naif tetaplah keindahan.      

Gibran adalah korban dari hasrat yang sendiri.      

***     

[Tuan anda di mana?]     

[aku berada di tempat yang ku sebutkan, aku menemukan Thomas]      

[kenapa anda keluar!!]     

[ada apa?]      

[Rio dan kawanan personilnya datang!]      

Hendra hening sesaat. Lelaki bermata biru ini sedang berupaya menggerakkan seluruh neuron yang ada di kepalanya.      

[Lakukan apa yang aku perintahkan!] Hanya ini yang keluar dari mulut Mahendra guna membalas pernyataan berapi-api Pradita.     

Mahendra hendak memasuki handphone ke dalam saku, sayangnya benda itu keburu menerima notifikasi.      

Pesan sang istri muncul pada beranda. Membaca sejenak. Ia terdapati menggenggam erat benda berlayar sentuh tersebut sebelum benar-benar masuk ke kantong baju.      

"bawa keluar ajudan istriku," ini peringatan atasan kepada anak buahnya, "ketika tali evakuasi datang kuharap kalian bisa meloloskan diri dari tempat ini hanya dengan sekali angkut,"      

"Ya! Tuan," Thomas ditinggalkan, lelaki bermata biru ini mendorong pintu di hadapannya. Sejenak ia terlihat membungkuk. Menyerobot salah satu senjata api yang berada di tangan tubuh kawanan Tarantula yang tergeletak tepat di depan pintu tempat Thomas di sekap.      

Hendra mendekati dua siluet di ujung lorong.      

"Tuan?" Jav yang pertama kali menyadari kedatangan Mahendra. Si penembak jitu ini tak lagi bisa memanfaatkan tangan kanannya. Lengan sisi atas menyajikan noda merah basah.      

Wisnu sempat menoleh ke belakang sejenak. Terenyak sesaat tatkala matanya mendapati Mahendra.      

"Aku akan menahannya!" lirih Mahendra.      

"tapi tuan?" Wisnu menjadi bingung.      

"Gunakan rencana tambahan,"      

"maksudnya?"      

'lima menit dari sekarang tempat ini akan terbakar,' kalimat ini mengiringi lari Wisnu turun ke lantai 3 mencari beberapa saklar listrik dan mengoyaknya. Ajudan yang menjadi bagian dari misi malam ini membuat percikan percikan api dengan memanfaatkan percikan arus pendek yang ia usahakan.      

Dalam waktu sesingkat-singkatnya Wisnu kembali naik ke lantai 4. Mencoba menemukan Jav, mendorong pria yang detik ini menyajikan berwajah pucat pasi akibat tembakan di lengan. Mereka berdua sebaiknya segera mencapai atap gedung seperti instruksi tuan muda Djoyodiningrat.      

.     

Di sisi lain Mahendra baru menyadari ajudannya, Herry berada pada posisi penuh berisiko.      

Pria ini meninggalkan sudut tempatnya bertahan, ia memasuki ruangan terdekat. Mencari sesuatu, dengan sigap lekas menarik kursi, Mendorongnya, sebelum para tarantula menyadari ia meninggalkan tempatnya bertahan. Lelaki bermata biru buru-buru kembali kepada posisinya tapi bukan untuk menembak melainkan mendorong kursi-roda ke arah lorong yang menjadi titik konsentrasi pergulatan dua kubu.      

Benda tersebut melesat di tengah-tengah lorong, selepas didorong Mahendra kuat-kuat menggunakan kakinya, spontan benda tersebut dihujani tembakan.      

Belum usai terkejut atas kedatangan benda yang tiba-tiba melintas. Mahendra kembali mendorong kursi kedua. Dia mengecoh dan ajudannya Herry memahami trik yang digunakan tuanya.      

Ia bangkit dari tempatnya bersembunyi. Tempat gelap pada lantai lorong, di bawah jendela kaca. Setelah membungkuk ia berlari secepatnya. Punggungnya sempat tertembak kembali. Dan jatuh lagi. Tapi tidak jauh dari keberadaan tuannya.      

"Bangkit!!" gertak Mahendra. Kalimatnya terdengar layaknya amukan. Sebenarnya ini ialah pecut supaya Herry lekas membebaskan diri.      

Sesuai dengan instruksi yang tak pernah diabaikan. Herry bangkit sekali lagi.      

Giliran Mahendra bisa menarik tangan ajudannya, Lelaki bermata biru menyentakkan tangannya sehingga Herry lekas berada di posisi bertahan yang lebih aman.      

Kebebasan Herry yang diiringi ritme kilatan-kilatan cahaya — terlihat dari jendela kaca— memberi pemahaman lelaki cermat satu ini bahwa hal tersebut adalah lambang kedatangan helikopter yang di tunggu-tunggu. Kilatan ber-ritme merupakan efek baling-baling, maka dari itu detik ini salah satu detik krusial ia perlu mengirim sinyal kode teruntuk seseorang di bawah sana.      

.     

Juan menyalakan mesin mobil. Pedal gas ditekan kuat-kuat. dengan kecepatan tinggi ia mengendalikan kuda besi ke arah... ....      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.