Ciuman Pertama Aruna

IV-232. Pararaton



IV-232. Pararaton

0Lalu membisikkan kalimat yang mewakili perasaannya: "selamat istirahat Hartaku.. mimpi yang indah kalian berdua.. Lega rasanya, hari ini aku masih ada untuk mencintai kalian,"      

Aruna spontan membuka matanya. Menolehkan wajahnya ke arah Mahendra dan otomatis membuat lelaki bermata biru tersebut tersentak.      

"Belum tidur ternyata?" Ini pertanyaan Mahendra. Lelaki yang diamati secara penuh wajahnya oleh Aruna. lelaki yang memasang plester kecil tepat di bawah sudut mata bagian kanan.      

Biasanya Mahendra lebih suka mengenakan selembar piyama tali ketika tidur. Tapi yang terjadi hari ini dia menggunakan setelan piyama lengan panjang. Aruna tahu lelaki itu menyembunyikan sesuatu walaupun bibirnya tersenyum.      

"Apakah aku pergi terlalu lama?" Aruna mengangguk.      

"ini.." jemari tangan perempuan hamil tersebut terlihat naik menyentuh sudut di bawah netra biru.      

"oh' aku tak sengaja terkena.." kulit di antara kedua alisnya mengerut, tanda Mahendra berpikir. Dan entah bagaimana Aruna tahu pria itu sedang menyusun kebohongan untuk dirinya, "Herry terlalu, Ah' bukan Herry, Juan! Juan melempar sesuatu dan mengenai ini," dia menunjuk tempat plester kecil diletakkan.      

Aruna mengangguk saja, sekedar mengiyakan walaupun secara nyata dia tahu kalimat Mahendra sangat jelas hanya permainan kata-kata.      

"mata istriku terbuka sangat lebar," Mahendra mengangkat bahunya. Dia bangkit sedikit, meraih remote TV, "apakah sebaiknya kita nonton film?" Aruna menggelengkan kepalanya ringan, Tidak ada yang diinginkan selain mengetahui hal apa yang sebenarnya terjadi pada suaminya.      

"Bagaimana dengan main game? Aku tahu kau menyukainya waktu muda?"      

"Tidak, aku selalu kalah darimu," Mahendra bahkan tertawa. Seolah-olah tidak terjadi apa pun sebelumnya. Dia pasti mengira Aruna tak mendengar segala sesuatu yang terjadi di luar ruangan ini.      

"Heeemm..." ada nafas yang ditarik kemudian dihembuskan, senyum lebar sampai sebuah lesung pipi terlihat, "hey baby," dia menyentuh perut Aruna lalu mengusap-usapnya, "mommy-mu sangat sulit ditaklukkan, apa yang dia inginkan? Tolong beritahu aku," Mahendra berbicara pada bayi di perut dengan menundukkan kepalanya.      

Tak berapa lama, lelaki setengah terduduk tersebut melengkungkan tubuhnya lebih dekat dengan perut besar ibu hamil lalu membuat kecupan sebelum menempelkan telinganya.      

"Dia bergerak samar," ucap Mahendra. Aruna sama sekali tidak bisa fokus dengan tindakan lelaki ini sebab memperhatikan hal lain yaitu bagian kulit di atas pergelangan tangan yang tersingkap. Bagian tersebut memperlihatkan warna merah yang asing.      

"bisakah kamu bercerita padaku tentang sesuatu?"      

"hmm??" Mahendra menanggalkan perut Aruna. Menatap lekat mata coklat, lalu tersenyum senang.      

Bukannya bercerita Mahendra malah melompat menapaki lantai dingin, berjalan ke arah lemari buku yang tersusun tak jauh dari ranjang. Sudut di mana meja kerja Mahendra juga disusun di sana.      

Jemarinya menjelajahi buku-buku yang berbaris rapi pada rak. Seolah memilihnya dengan konsentrasi tinggi pria itu menarik satu buku. Lalu mengangkatnya supaya ia diperhatikan istrinya.      

Aruna tidak mengangguk ataupun menggeleng, dia bergeming, matanya menatap kosong. Bukan itu yang diinginkan Aruna, bukan tentang cerita yang berada di dalam buku tebal. Dia butuh kisah nyata yang mengakibatkan para lelaki Djoyodiningrat bersitegang.      

"aku rasa buku ini cocok untuk segala sesuatu yang terjadi di malam ini," lalu Mahendra tersenyum, senyum yang membuat Aruna bingung, orang-orang di sekitarnya terlalu misterius. Mengirim sinyal-sinyal implisit yang menyebalkan.      

"seorang villain," Mahendra menekan kata-katanya.      

"Penjahat?"      

"Villain yang menjadi pemeran utama bahkan dalam sejarah dan legenda," dia melengkapi kata-katanya. Pria yang setiap kalimatnya menjadi begitu penting di telinga Aruna sebab perempuan ini perlu usaha ekstra memahami hal-hal yang membuat burung kecil di dalam sangkar tidak bisa menggapai segala informasi secara bebas, sebebas Lepas Cakalang terbang di angkasa samudra.      

"asal kamu tahu sayang, pria ini adalah penjahat yang asli," Mahendra terkekeh kecil ketika separuh tubuhnya bersandar pada bantal yang ditumpuk pada kepala ranjang.      

Sebelum lelaki bermata biru membuat dirinya nyaman, sebuah bantal sempat diselipkan di bawah tumpuan kepala istrinya. Hingga lelaki dan perempuan ini terlihat dekat.      

Jemari tangan kiri Mahendra memegang buku bergambar seorang laki-laki yang mengenakan pakaian khas Kesatria tempo dulu. Telunjuknya mengarah pada wajah pria di sampul buku, "penjahat utama yang tidak disadari oleh siapapun, perjuangannya menjelma menjadi kisah penuh makna bahkan bisa dikategorikan adidaya,"      

'Pararaton??' itu yang Aruna baca di sudut sampul. Kata-kata yang asing, menggunakan bahasa lama. Bahasa puluhan bahkan ratusan tahun yang lalu.      

"kamu penasaran?" Mahendra menduga dari raut wajah Aruna.      

Akhirnya perempuan yang sejak tadi lebih banyak menggelengkan kepala dan diam detik ini mengangguk.      

Tangan Mahendra lekas menjulur membasuh perut besar yang menumbuhkan buah cinta antara dia dan istrinya.      

Dia yang mengundang rasa penasaran pada setiap tindakannya membuka buku di tangannya, tapi anehnya, buku tersebut kemudian ditutup selepas membaca sekilas, "aku akan menceritakan kesimpulannya," ujar Mahendra.      

"Tidak! Aku tidak mau yang seperti itu,"      

"baiklah," lelaki tersebut mengangguk, "di sekitar tahun 1182, seorang bayi laki-laki dilahirkan. Sayangnya ibu bayi itu meletakkannya di atas pemakaman lalu pergi begitu saja, dia tidak memiliki asal usul yang jelas, tidak dituliskan siapa ibunya, bayi itu akhirnya ditumbuhkan oleh seorang pencuri di kadipaten tersebut."      

"Pencuri?"      

"Iya," Mahendra mengangguk-angguk mengiyakan wajah penasaran istrinya, "karena ditumbuhkan oleh seorang pencuri, masa muda bayi ini dipenuhi dengan kehidupan kelam, berjudi, mabuk-mabukan dan tentu saja mencuri, pencuri handal," Mahendra bisa melihat wajah Aruna cemberut.      

"Jangan bersedih dulu sayang, ini masih prolog, pada masanya nanti dia akan jadi raja,"      

"hah? Bisa seperti itu?"      

"bisa, entah kisahnya berbalut antara sejarah dan legenda, nyatanya seluruh raja di bagian timur pulau ini berawal dari keturunan lelaki yang dibuang ibunya di atas pusara," Wajah Aruna berbinar, perempuan itu mendekat. Menarik-narik Mahendra yang sedang memegangi buku.      

"ada apa?"      

"lanjutkan aku sudah tidak sabar,"      

Mendengar kalimat istrinya Mahendra tertawa lepas, lupa segala pelik yang bertumpu di pundaknya.      

"pemuda itu akhirnya tumbuh menjadi bandit hebat. Sampai dia bertemu dengan seorang cendekiawan, seseorang yang sudah muak dengan kepemimpinan kejam kerajaan tempat mereka berada. Pemimpin yang semena-mena kepada rakyatnya. Melalui koneksi yang dimiliki seorang cendekiawan, akhirnya bandit itu menjadi pengawal pribadi seorang pemimpin di kadipaten yang cukup terkenal, di bawah naungan kerajaan."      

"Dari bandit menjadi pengawal?"      

"ya, pengawal yang paling mencuri perhatian karena, yah.. tentu saja dia sangat lihai," ada udara yang dihembuskan Mahendra dari bibirnya, "Cerita utama baru dimulai, Villains yang luar biasa," lelaki ini mendorong rasa penasaran istrinya untuk kesekian kali.      

Jari kecil naik ke atas, memukul bahu Hendra. Lelaki bermata biru terkejut, berjingkat seolah titik yang dipukul Aruna menghadirkan rasa sakit luar biasa. Keluhan bibirnya sempat lolos. Sejalan kemudian suasana berubah canggung.      

"Hendra? Kenapa? bahumu?" Hendra tidak menjawab.      

"Bandit yang menjelma sebagai pengawal diminta tuannya untuk mengawal perjalanan seorang perempuan. Istri sang Adipati. Sebab lelah sang permaisuri cantik ini meminta istirahat sejenak, kereta tandu berhenti, Permaisuri menyingkap tabir tandu dan pengawal itu tanpa sengaja melihat betis permaisuri. terlebih ketika permaisuri benar-benar keluar dari tandu, ternyata dia adalah perempuan tercantik yang pernah dilihat oleh siapa pun di masa itu, bandit seketika jatuh cinta,"      

"Lalu,"      

"setelahnya, dia yang berstatus seorang pengawal makin tak bisa mengabaikan kecantikan dan rasa cinta terhadap permaisuri. Dorongan kuat atas rasa ingin memiliki mencetuskan sebuah rencana. Apa lagi Cendekiawan yang muak pada kadipaten turut memberi dukungan. Sang pengawal kian teguh hati mendapatkan permaisuri, ini bukan sekedar perjuangan mendapatkan cinta perempuan dan merebut hatinya,"      

Mata Aruna tidak berkedip, membulat lebar, ketika Hendra merendahkan suaranya, "Ini tentang mengembalikan harga diri seorang perempuan dan menggulingkan Tahta kepemimpinan,"      

"kok bisa? Dia kan ingin merebut istri orang, pengawal itu pebinor," jengkel Aruna.      

"Apa itu pebinor?" Hendra tak paham.      

"lupakan! Lanjutkan saja kisahnya!"      

 ''Sebab, dulunya permaisuri ayu ini dinikahi oleh adipati dengan jalan menculiknya secara paksa. Sang permaisuri pun tidak mencintai suaminya walaupun kala itu dia sudah mengandung putra Adipati,"      

"Terus.. Apa rencana pengawal bekas bandit?"      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.