Ciuman Pertama Aruna

IV-250. Memikirkan Seekor Burung



IV-250. Memikirkan Seekor Burung

0[Konfirmasi kedatanganmu atau kita tidak akan pernah mencapai kesepakatan apa pun] sepetinya pesan yang menyusup di handphone Mahendra bukan sembarang pesan.     

Akan tetapi lelaki bermata biru ini mengabaikannya. Memilih untuk memasukkan handphonenya ke dalam kantong celana.     

Berjalan setengah berlari dia mendekati neneknya.     

Sekali lagi panggilan dari dalam kanton celana meronta-ronta minta di sambut.     

Oma Sukma sudah berada di dekatnya. Perempuan paruh baya tersebut menoleh. Pada Mahendra. Menatap wajah cucunya sebelum penglihatannya tertuju ke arah kantong celana.     

"Jangan di abaikan," pesan Oma Sukma.     

Jadi alih-alih berbicara dengan Oma lelaki bermata biru ini merogoh kantong celananya dan berjalan menuju teras untuk menyambut panggilan dari nomor asing.     

[Dari mana kamu mendapatkan nomorku?] Hanya orang-orang tertentu yang tahu nomor pribadi Mahendra. Selebihnya adalah nomor official yang di pegang oleh sekretaris di kantornya.     

[Tidak penting dari mana aku mendapatkannya. yang terpenting sekarang kita harus bertemu dan bicara] suaranya tidak asing, tapi dia tidak yakin ini suara siapa. Cukup familiar di telinga.     

[Kenapa harus?!]     

[Kamu yang memulai kekacauan. Jika kita tidak bertemu akan banyak kekacauan lain yang akan terjadi di antara dua keluarga!]     

 Hendra mengingatnya, mengingat suara siapa ini. Suara yang mirip dengan warna salah satu ajudannya, Juan.     

[Aku yang memulai?? Yang benar saja! Mereka menyekap CEO DM grup!! Jadi siapa yang memulai]     

[Itu kesalahan paham-an]     

[Kamu bilang kesalahpahaman?! Tubuhnya rusak! Dia di aniaya. Bahkan ajudan istriku ikut di sekap. Apa itu kurang?!]     

[Mereka hanya ingin mencari Rey?! Key memang keterlaluan tapi tindakannya di luar kendali para dewan]     

[Rey? Jika mereka menginginkan Rey. Mengapa harus menyentuh orang-orangku? Tidak ada bukti bahwa Rey ada padaku! Apa pun alasannya menyekap orangku sama dengan membangunkan kemarahanku. Kali ini kalian kelewat batas!!]     

[Kamu pikir tidak ada yang tahu bahwa Rey terakhir kali terlihat bersama istrimu?]     

Hendra terdiam.     

[Andai aku mau bicara. Aku lah saksi kunci bagaimana Rey kembali ke hotel untuk mengamati istrimu. Kemungkinan paling besar putra barga membuntuti istrimu, sebab setelahnya dia memesan kamar privat pada orang-orangnya. Ada suara perempuan mengeluh saat dia terakhir kali berkomunikasi dengan orangnya. Tanpa aku jelaskan sepertinya kamu tahu siapa perempuan itu.]     

Tangan Mahendra mengepal kuat. Pria ini sadar betul perempuan tersebut adalah istrinya, Aruna. Menghilangkan seharian dan di temukan dalam keadaan memprihatinkan. Parahnya Aruna bersembunyi darinya selepas kejadian mengerikan itu.     

Hendra kecewa Aruna takut menghadapinya pada kondisi paling menakutkan yang dia alami.     

Mahendra tak ingin melanjutkan komunikasi ini. Dia tak sanggup mendengarnya.     

Membayangkan bagaimana Aruna berjuang sendirian mempertahankan dirinya dengan bayi yang tumbuh pada tubuh mungilnya. Sampai-sampai ia harus menodongkan senjata api dan menembak lelaki itu.     

Lelaki yang pada akhirnya dia gunakan untuk taruhan, mencoba menenangkan pertarungan dengan musuh bebuyutannya. Para anggota dewan Tarantula.     

Hendra kembali menuju kamar. Dia tak lagi berhasrat menemui Oma Sukma. Pikirannya kini kembali pada Aruna. Pada istrinya yang menjadi sumber kehidupan.     

Orang lain tidak akan mengerti bagaimana perasaannya terhadap perempuan mungil ini. Getaran didadanya dan seluruh jiwa raganya terpusat untuk memikirkan bagaimana istrinya aman dan bahagia.     

Pintu terbuka lebar setelah di dorong. Seorang perempuan dengan berbadan dua tengah duduk di tepian ranjang. Badannya mungil, tapi perutnya besar. Sedikit pucat, tapi dia tampaknya tak mau mengalah dengan dirinya sendiri. Mencoba bangkit dan berusaha berjalan sendiri menuju pintu kamar mandi dengan kakinya yang bengkak.     

Hendra meninggalkan pintu terbuka yang menjadi akses keluar masuk kamar utama keluarga konglomerat ini. Tatkala sang perempuan mulai menghilang di balik lorong kamar mandi mereka. Hendra menyusul dan menemukannya.     

Berdiri di depan Aruna yang sedang berusaha sendiri menemukan keseimbangan. Pria memblokir jalan sang perempuan. Sebelum meraih telapak tangan lalu memeriksanya.     

Telepon dari Gibran tadi menjadikan Mahendra ingin melakukan tindakan ini. Menyadari bagaimana perempuan ini mempertahankan diri.     

Aruna!. Hendra kadang tak habis pikir dengan cara perempuan ini berpikir.     

Lesmana adalah ajudan paling penurut yang pernah di ceritakan kakeknya. Tapi gadis ini. Putri seorang ajudan paling setia. Tidak memiliki ciri-ciri tersebut.     

Dia perempuan paling keras memegang kehendaknya dan sedikit menjengkelkan ketika sudah mencapai titik tertentu yang di sebut keras kepala.     

"Aku ingin mandi! Jangan halangi jalanku!" Hendra terbangun dari penghayatannya. Dia merengkuh istrinya. Dia berjalan membawa perempuan itu ke dalam dekapannya.     

Ketika masuk pada pintu kedua bathroom. Terlihat ratna mempersiapkan bathtub untuk istrinya.     

"Keluarlah!" pinta Hendra. Pria bermata biru ini mendudukkan istrinya pada kursi anti air yang secara mengejutkan serasi dengan interior ruangan.     

Ratna mundur, giliran lelaki ini memeriksa suhu air. Hangat, dan harum. Dia suka kinerja Ratna.     

"aku ingin mandi. Jangan lakukan hal lain selain itu," terlihat Aruna membebaskan diri dari balutan piama yang membungkus dirinya.     

Saat Hendra menoleh mengamatinya. Perempuan ini sudah tak mengenakan apa pun. Dia bangkit sendiri dan berjalan menuju bathtub yang tak jauh dari keberadaannya.     

Di mata Mahendra perempuannya lebih dari seksi bahkan ketika tubuhnya terlihat berbadan dua.     

"kali ini aku ingin membantumu mandi, tidak ada hal lain selain itu," Lelaki bermata biru melengkapi kalimatnya dengan meraih spons busa. Lalu melumurinya dengan sabun cair berbau Blugarian Rose. Sesuatu yang akan melekat pada tubuh istrinya seharian jika Hendra melumuri perempuan ini dengan sabun favoritnya.     

Aruna menatapnya, dia tak tersenyum sedikit pun bahkan detik di mana Hendra kembali memungut telapak tangannya yang terbenam di dalam air selepas lelaki bermata biru ini menekuk kakinya. Merunduk untuk menyentuh dirinya.     

Hal yang paling tidak di mengerti Mahendra adalah bagaimana Aruna bisa kembali bangun setelah kondisinya terlihat lemah, ringkih bahkan kesulitan menemukan kesadaran bersama tubuhnya yang menghangat.     

Bagaimana perempuan ini akhirnya membawa dirinya ke bathtub dan duduk dengan angkuh di dalamnya ketika Mahendra mencoba mengeluarkan seluruh tangannya, naik ke atas permukaan air dan mulai mengusap lembut kulit lengan perempuan ini dengan spon busa.     

"kamu tahu Hendra apa yang aku pikirkan sekarang?" ini pertanyaan Aruna. Dia memejamkan mata saat mengantarkan kalimat tanya.     

"..." Hendra mencoba memikirkan sesuatu. Tapi dia hanya bisa menggelengkan kepala sebab kali ini dirinya belum mampu menemukan sesuatu yang menjadikannya yakin apa yang sedang di pikirkan istrinya. Aruna kian rumit.     

"aku memikirkan seekor burung, Racing Pigeon,"     

Hendra menghentikan gerakan tangannya. Dia yang detik ini menelusuri leher dan dada perempuannya dengan spon busa terdiam bak patung.     

Bingung mengapa istrinya memikirkan seekor burung paling mahal di dunia. Racing Pigeon adalah burung yang terlelang dengan harga US$90.900 (Rp1,2 miliar) di Belgia pada tahun 2013.     

Apakah istrinya sedang mengidam burung yang memiliki nama lain merpati balap tersebut? Burung yang terkenal sebagai burung tercepat di dunia.     

"yang aku tahu kamu paling suka dengan bunyi-bunyian alami, sepeti bambu lonceng atau mungkin suara burung berkicau. Tapi, kalau kamu benar-benar menginginkan Racing Pigeon, aku akan membelikannya untukmu, tak masalah seberapa pun harganya, Akan kulakukan asal istriku bahagia?"     

"bolehkan aku membelinya lalu aku membebaskan begitu saja?"     

Sekali lagi Hendra menyajikan kerutan di dahinya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.