Ciuman Pertama Aruna

IV-263. Hidup Seperti Larry



IV-263. Hidup Seperti Larry

0"Kihran? Pacar Vian??" raka kian tak paham.      

Thomas mengabaikan pertanyaan Raka, lelaki berambut platinum ini memilih bangkit dari duduknya.     

"Apa kalian ingin menjenguknya juga?" Thomas mengalihkan perhatian mereka.     

"Menjenguk siapa?" tujuan raka datang ke tempat ini untuk Thomas. Bukan untuk yang lain.     

"Boleh," Pradita berdiri menyambutnya, menyambut Thomas, pemuda berambut ungu ini mendekat dan sejalan kemudian langkah mereka diburu oleh Raka, "kabarnya dia-" ungkapan Pradita terhenti.     

"Dia tidak seberuntung aku," Thomas menggenapi kalimat Pradita yang terpotong.     

"benar kamu sudah sehat?" raka yang berjalan di belakang kala ketiga lelaki ini menaiki anak tangga menjadiakan dua di antara mereka berhenti melangkah.     

"Apa arti memar dan lebam untuk seorang lelaki?" ujar Thomas, wajahnya memang masih lebam pada sisi kanan, sobek di bibirnya juga belum pulih benar, "Kita dibentuk untuk menerima keadaan ini bukan?"     

Dan ketiganya tak lagi saling melempar pertanyaan. Mereka anak-anak yellow house terbaik yang ditumbuhkan dengan treatment berbeda atas bakat minat yang di observasi dengan baik. Lalu di kembangkan dengan optimal. Semua menyadari kehidupan mereka luar biasa sekaligus memilukan.     

"Masuklah," Thomas membuka pintu, pintu kamarnya sendiri. tak ada yang menduga bahwa gadis itu di tempatkan di kamarnya alih-alih kamar lain. Bukankah Thomas pemuda paling tenang di antara mereka dan paling tinggi dalam menjaga privasi? Pilihannya kali ini sempat menjadikan kedua sahabatnya saling menatap. Pradita dan raka saling melempar tanda tanya yang tak terucap di antara mereka.     

"Sayangnya dia tidur," ujar Thomas menyadari kihrani terkulai dalam kantuk. Pemuda berambut platinum ini dengan spontan meraih selimut berantakan di kaki gadis itu dan merapikannya dengan sempurna. Dia membalut tubuh gadis yang tertidur dalam damai. Meraih remot AC, lalu mengatur suhunya.     

Untuk kedua kalinya Pradita dan Raka saling menatap. Satu hal yang sama-sama diketahui dua lelaki yang tumbuh bersama Thomas. Pria itu punya cara yang layak dikagumi dalam hal mengasihi. Terlebih menaruh hati.     

Kala dirinya menjalin cinta dengan Leona segala hal yang menjadi kebutuhan, keinginan dan apapun yang bisa diberikan pada perempuan itu akan dia lakukan.     

Detik ini ada nuansa itu, nuansa yang membuat dua sahabatnya merasa keadaan ini ialah sesuatu yang membingungkan sekaligus mengkhawatirkan. Lingkaran mereka tahu gadis yang tertidur itu calon istri siapa.     

"Mungkin lain kali saja kita menemuinya," raka keluar ruangan di susul Pradita.     

"aku berharap dia tidak menyukai gadis itu," raka berkata pada Pradita.     

"Sudah terlambat," balas si rambut ungu.     

"Maksudmu?" ini suara raka tak percaya.     

"Aku merasa...," Pradita menampilkan ekspresi berpikir, Pradita mencoba mengingat kejadian yang telah lama terjadi. Hari dimana gadis ini dibawa ke lantai D dan di pertemukan dengan Thomas kala pria berambut platinum itu menjadi tahanan di sana, "Jauh sebelum Vian mengenalnya, aku melihat Thomas," Pradita tak ingin membuat konklusinya sendiri, "kita lihat saja nanti,"     

"aku tak suka teka-tekimu ini,"     

"ini bukan teka-teki, ini adalah keadaan yang bakal menyeret kita pada keadaan membuat kita serba salah, apalagi kalau kita ikut campur urusan mereka," raka setuju dengan ungkapan Pradita.     

"Mungkin keluarga gadis itu spesial bagi thomas, makanya Thomas memperlakukannya dengan baik," raka mencoba membuat persepsi positif.     

"kalau itu tak usah di tanyakan lagi," pradita menegaskan, menunjukan keadaan rumah Thomas yang lebih bernyawa saat ini.     

Bocah kecil memainkan boneka dan sepaket peralatan masak memasak berserakan di ruang tengah, satunya berada di dapur terlihat mempersiapkan makan. Dan baru mereka sadari di luar sana seorang lelaki usia 50 tahun sedang membersihkan taman.     

"Aku benci mengakui, tapi aku ingin klasterku berisi manusia dari pada hologram," ujar Pradita.     

"memangnya kamu pernah ke Klaster? Bukan kah kamu lebih banyak tidur di ruang kerjamu," maksud Raka lantai D.     

"Aku mendatangi seorang psikiater dan perempuan itu memintaku untuk pulang ke klasterku di jam yang terjadwalkan,"     

"Psikiater? Kau mengidap penyakit mental apa??" Raka membelalakkan mata.     

"Menurutmu apa?"     

Mata Pradita menatap Raka, dan hembusan nafas lelah menguar dari bibir Raka, "Pasti gara-gara Momo," Hologram catik pacar Pradita sangat meresahkan.     

"Aku mulai memikirkan nasibku, Anastasya mengatakan aku mirip dengan plankton. Hinaan yang konyol, dia tak menghargai ketertarikan manusia tak terbatas terhadap apa pun,"     

"Plankton? Apa itu? bakteri?"     

"Musuh besar tuan krab!" entah bagaimana nada suara Pradita jengkel.     

"Plankton si kecil hijau di Spongebob. Masak om nggak tahu," lala sibuk mengepang boneka nya tatkala gadis itu menyahut Raka yang tidak tahu karakter unik yang memiliki istri bernama Karen. Karen adalah penghuni Bikini Bottom yang paling cerdas dan memiliki kepribadian analitis. Dia memiliki dua bentuk utama: monitor besar di dinding atau komputer beroda portable. Istilah lain dari Karen ialah  WIFE merupakan singkatan dari Wired Integrated Female Electroencephalograph berupa komputer Plankton yang diciptakan pada 15 Juni 1972 dan bisa menirukan perasaan manusia.     

Selepas menemukan pemahaman, gelegar tawa raka memenuhi ruangan. Dia tertawa terbahak-bahak sampai sudut matanya berair. Betapa menyedihkannya temannya berambut ungu satu ini. Pria paling cerdas dari mereka, kecerdasannya mendongnya menjadi makhluk aneh.     

Raka memahami dengan sangat mangapa Anastasya yang dia duga adalah dokter psikometri Pradita menganalogikan Pradita dengan plankton.     

Tawa raka belum usai bahkan ketika Pradita jengkel dan memilih pergi, keluar dari rumah Thomas. Sepertinya dia memilih pulang ke klasternya.     

.     

.     

"Hai gadis kecil!" ini suara raka menyapa Lala, "Jangan panggil aku om," ujar Raka ketika gadis itu menoleh.     

"jadi aku harus memanggilmu Larry si Lobster? Karena teman kamu plankton?" balas lala.     

"siapa Larry si Lobster?" alis raka mengerut mencoba memahami gadis kecil yang memainkan barbie sejak tadi.     

Ketika dia gabut, dan mulai memainkan handphone nya untuk mengetahui siapa Larry si Lobster, raka berkata: "baiklah aku setuju, panggil aku Larry sebab aku sekeren itu,"     

Detik ini giliran Lala yang menyatukan alisnya. Menggeleng-gelengkan kepalanya, lalu menepuk dahinya sendiri, "orang dewasa aneh," sebelum kembali mengepang rambut barbie.     

Raka, dia setuju atas panggilang Lerry sebab kala dia mengetik kata : Larry si Lobster     

Laman google menampilkan kalimat menakjubkan: "Hiduplah Seperti Larry"     

Kenapa harus hidup seperti Larry?     

Larry adalah salah satu tokoh dalam kartun Spongebob.     

Dia adalah gambaran dari orang sukses dan punya apa saja, badan gagah berotot, uang banyak dan banyak penggemarnya.     

Dia menginspirasi Patrick dan Spongebob untuk memulai #Awal Yang Baru menjalani hidup secara maksimal atau bahasa kerennya all out.     

Di dunia nyata bisa jadi sosok semacam ini adalah sosok yang memberikan motivasi untuk mencapai sukses?     

Sebuah rasa bangga kosong yang aneh sedang di agungkan Raka.     

"nama kamu lala kan?"     

"Ya!"     

"apakah Larry punya istri?"     

"Tidak, tapi dia em... mungkin banyak cewek, dia idola di bikini bottom,"     

"begitu ya??" raka tersenyum, matanya menyipit tertimpa senyuman di wajahnya. Akankah raka bakal terinspirasi sosok lerry, mencoba memiliki banyak cewek? Entahlah. Indonesia Timur menjadikannya terpesona akan ikatan antar kerabat. pemuda bertubuh kekar ini butuh gadis untuk dia nikahi. itu impiannya saat kembali.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.