Ciuman Pertama Aruna

IV-266. Perempuan Dan Kebebasan



IV-266. Perempuan Dan Kebebasan

0ketukan pintu mengganggu Aruna, mengganggu perempuan yang asyik berselancar di dunia maya.      

"bilang aku istirahat, ratna," dan asisten tersebut mengangguk mengiyakan.      

Aruna senang Ratna yang biasanya jarang memiliki keberanian melanggar aturan tertulis dari Suaminya hari ini begitu berbeda. Asisten tersebut mendukungnya, alih-alih konsisten meneguhkan kepatuhan pada mahendra.      

Baru saja ratna membuka celah pintu, sempat membuat pengamatan sekilas sebelum asisten itu menutupnya kembali dan buru-buru berlari pada aruna. dia berbisik tak ada yang boleh mendengar suaranya, selain Aruna.      

"Mia datang menemui anda," aruna mengangkat wajahnya menatap ratna. menggali keyakinannya atas ungkapan yang baru dia dengar. Dan perempuan hamil yang rebahan dengan tab di tanganya bergeming, dia mencoba membuat keputusan. memilih ipad untuk menggali informasi atau mendengar kisah mia yang sempat terputus.     

…     

"bagaimana menurutmu?" lama rasanya tidak berjalan beriringan dengan mantan sekretarisnya, Surya. dulu segala keputusan selalu mereka ambil bersama melalui percakapan ringan seperti hari ini.      

hendra mendongakkan kepalanya mengamati ornamen yang terpasang di langit-langit. ballroom termewah di hotel Djoyo ritz sudah di kosongkan beberapa hari terakhir untuk menyiapkan pesta tahunan yang lama tertunda.      

"Kau sangat tahu seleraku," ungkap Hendra, lelaki bermata biru ini kembali melangkah diiringi gerak Surya.      

"baby breath," Surya berujar sembari meraih setangkai bunga yang terangkai pada vas di atas meja, "kau selalu menyukainya,"      

"kamu mendapatkan yang berwarna biru," hendra mengambil tangkai bunga itu dari tangan sahabatnya. baby breath blue bukan perkara mudah. harganya cukup fantastis.      

"kamu ingin yang terbaik, sesuai seleramu, dan ini yang bisa aku upayakan," jelas Surya.      

Pria yang sebelumnya memandangi setangkai bunga di tangan detik ini mengedarkan pandangannya ke segala arah. memperhatikan setiap sudut ballroom.      

"Pastikan, panggung itu memiliki tangga bidang miring," hendra membutuhkannya. Aruna akan naik ke panggung itu. Kursi rodanya membutuhkan papan miring yang kokoh. tentu saja selain tangga yang digunakan pengisi acara naik turun.      

"tentu," tangan surya membuat gerakan. dia memanggil seseorang dan petugas lari mendekati CEO Djoyo makmur group yang sempat vakum lama tersebut. Surya sempat terlihat membisikkan sesuatu pada seseorang yang mendekatinya.      

"ada lagi?" Kalimat Surya menjadikan lelaki bermata biru itu kembali mengedarkan pandangannya.      

"buatkan aku satu buket bunga baby Breath blue," telapak tangan hendra naik, berayun. setangkai bunga ada di tangannya. tapi dia menginginkan lebih dari satu tangkai. permintaannya sesuai dengan konsep pesta. artinya hendra sudah puas dengan segala persiapan yang dipimpin langsung oleh Surya.      

"kamu akan mendapatkannya Bos," ada senyum ringan di bibir Surya.      

"aku akan mengambilnya kembali," tangan Hendra naik ke atas bahu Surya, memberi tepukan ringan sebelum meninggalkan Surya.     

Sesaat tampak Herry dan Juan mengejarnya di belakang.      

Surya masih enggan melepas tatapannya ke arah punggung Mahendra, hingga suara seseorang membangunkannya.      

"Dia terlihat berbeda. bukan begitu?" pria dengan dagu dipenuhi rambut tebal itu berujar, memeluk bahu Surya.      

Suaranya familiar sekali, dan tingkahnya tak akan terlupakan. orang ini pasti Andos.      

Walau surya sudah berhenti menjadi sekretaris pribadi Hendra yang dulunya selalu bersaing dengan sekretaris tetua Wiryo, akan tetapi hawa permusuhan itu masih membekas. Surya spontan memungut tangan andos, tangan tersebut diusir paksa dari bahunya.      

"kamu tahu.. apa yang membuatnya berbeda?" Surya meninggalkan lelaki yang masih berbicara dengan dirinya.      

"Sebab dia akan jadi ayah," Andos mengejar langkah kaki Surya.      

"huuh," ini suara jengkel Surya, "aku menyerah apa yang kamu inginkan?"      

Mustahil lelaki ini jadi kurang 'kerjaan' --mengganggu dirinya dengan sengaja-- kecuali dia menginginkan sesuatu.      

"kamu," Andos kini berkata serius, "pemimpin utama acara ini, bukan?"      

Surya tak memberi jawaban. tapi tatapannya penuh ke arah Andos dan mengisyaratkan jawaban 'iya,'      

"ketika acara berlangsung, tentu saja kamu akan tahu bahwa orang-orang ku bergerak dengan komando khusus di luar keamanan yang disiapkan tuan muda. aku berharap kau tak mengatakan apa pun padanya,"      

'ini pasti permintaan tetua,' batin Surya. "okey," lelaki ini tak punya pilihan selain mengiyakannya. Toh, untuk keamanan bersama.      

"aku senang, walaupun kamu naif, kau selalu realistis," entah ini sanjungan atau ejekan, yang pasti Surya merasa tak nyaman berlama-lama dekat dengan seseorang yang selalu menganggapnya Junior --kurang pengalaman--.     

"siapkan buket baby breath biru," Surya kembali fokus melanjutkan pekerjaannya.     

…     

PEREMPUAN DAN KEBEBASAN: SEBUAH EKSPLORASI ATAS LEGENDA JAKA TARUB     

Dada Aruna berdetak hebat, dia mengangkat kepalanya menanggalkan gawai di tangannya untuk kedatangan Mia. Aruna penasaran, bagaimana Mia terbebas dari masa lalunya dan sekarang berada di rumah ini. Terlebih Mia terlihat bahagia.     

awalnya Aruna butuh mendengar perjuangan perempuan tersebut guna mendamaikan kemelut di jiwanya. namun jiwanya tersentak selepas membaca artikel yang berasal dari skripsi seorang mahasiswa sastra.      

tentu saja artikel ini bukan hal biasa, artikel hadir dari proses penelitian sistem akademik dan seorang pembimbing yang mempertaruhkan reputasinya sebagai dosen guna meluluskan seorang mahasiswa menjadi sarjana.      

"Jaka Tarub dan Tujuh Bidadari." Aruna mulai membacanya.     

Bukan merupakan telaah yang sempurna, tetapi sangat cukup untuk memberi gambaran bahwa Legenda "Jaka Tarub dan Tujuh Bidadari" menjadi kunci untuk membedah konteks masyarakat dulu dan sekarang tentang masifnya masalah perempuan (terutama karena kuatnya budaya patriarki) yang kemudian menyulut aneka bentuk gerakan perempuan untuk merekonstruksi prinsip keseimbangan, karena pada dasarnya, manusia adalah citra Allah. Menggunakan metode analisis teks, artikel ini menyajikan sebuah cara pandang baru bahwa perempuan, sebagaimana halnya laki-laki, berhak mengekspresikan talenta-talenta dalam membangun dunia menjadi lebih baik.     

KATA-KATA KUNCI: legenda, patriarki, perempuan, egaliter, kerja sama.     

Aruna mengambil nafas dalam-dalam dan mengangkat punggungnya lebih tegap setelah membaca ringkasan abstrak analisis teks tersebut.      

'Menafsir Pesan Peristiwa "kejatuhan manusia" dalam legenda Jaka Tarub dan Tujuh Bidadari adalah peristiwa ketidakberdayaan kaum perempuan yang diwakili oleh Nawang Wulan.     

Aruna bergetar.     

Moment Jaka Tarub melihat tujuh bidadari yang sedang mandi di telaga secara tersirat dinyatakan secara simbolik hak penuh Jaka Tarub (laki-laki) untuk menguasai perempuan (tujuh bidadari) sesuka hati. Jaka Tarub dengan mengambil pakaian Nawang Wulan yaitu mengetahui gambaran ketidakberdayaan perempuan yang ter simbolisasi melalui momen pakaian Nawang Wulan yang dicuri oleh Jaka Tarub. "Mengambil" dalam konteks cerita adalah tindakan untuk menguasai, membatasi kebebasan, dan membuat tidak berdaya. Sementara keadaan Nawang Wulan yang telanjang merupakan penggambaran yang sangat jelas tentang rentannya perempuan.      

Kondisi Nawang Wulan yang berada dalam kesendirian akibat ditinggalkan tujuh bidadari lain boleh dibaca sebagai bentuk ketidakpedulian terhadap sesama perempuan.      

Nawang Wulan sebagai seorang bidadari terjebak dalam situasi yang mengharuskan mencari cara untuk bertahan hidup di dunia baru sendirian. mengandung muatan simbolik dari momen ini adalah kekuatan seorang laki-laki yang membatasi kebebasan perempuan dan hak-haknya menentukan jalan hidup secara mandiri.     

Detik ini Aruna lah yang pucat pasi.      

Tawaran tinggal bersama (bisa diinterpretasikan sebagai tawaran menikah) dipandang sebagai suatu cara bertahan hidup di dunia yang asing bagi seorang bidadari (seorang perempuan cantik tapi tak berdaya). Tawaran tinggal bersama menyiratkan makna upaya Jaka Tarub untuk memiliki Nawang Wulan. Hilangnya pakaian kahyangan (atau dalam versi lain, selendang) menandakan pelepasan identitasnya sebagai bidadari. Pakaian yang diberikan Jaka Tarub, menjadi lambang Nawang Wulan sebagai makhluk duniawi, yakni seorang istri dan ibu.     

Sampai sini Aruna sadar betapa cerdasnya para lelaki di rumah induk. para lelaki yang memiliki nama belakang Djoyodiningrat. mereka bisa membawakan percakapan panjang ke atas meja makan dengan sekali ucap.      

"Menurutmu apa yang terjadi, andai nawang wulan tidak menemukan selendangnya?"      

dan ternyata mereka berdua. kakek dan cucunya sedang mengujarkan diskusi panjang tentang perginya identitas diri Aruna sebagai seorang perempuan muda potensial. Lalu kondisi transisi yang sedang dihadapi aruna, identitas baru yakni seorang ibu, bukan sekedar istri.      

Para lelaki rumah induk secara nyata …      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.