Ciuman Pertama Aruna

IV-273. Kenapa Kau Ikut Campur?!



IV-273. Kenapa Kau Ikut Campur?!

0"Cantik," ini suara Mahendra berjalan mendekati istrinya, 'bagaimana aku bisa mengabaikan apa yang kucintai? Pemikiran tetua terlalu kolot!'     

Aruna melirik ratna dan yang lain, secara sempurna meminta asistennya untuk keluar.      

Tepat ketika lelaki bermata biru duduk di dekatnya, Aruna tahu dia akan dapat sesapan pada pipinya.      

"apa yang menjadikan perempuan malasku satu ini memutuskan memotong rambut?" tangan mahendra naik membelai rambut baru Aruna.      

"kamu," ada yang berbisik tepat di telinga Mahendra.      

"andai setiap hari suasana hatimu sebaik ini," hendra bangkit dari duduknya, "aku akan lebih jenak," tangan kanannya terbuka di dorong ke arah Aruna.      

"kemana?" Aruna menyambut tangan lelaki bermata biru.     

"sepertinya hujan baru reda, udara segar cocok untuk ibu hamil,"     

mata aruna menyipit tertimpa senyumannya.      

"berjalan kaki baik untukmu," mahendra membopong istrinya alih-alih menggunakan kursi beroda, "aku ingin kamu terlihat sehat besok,"      

Aruna mengangguk berulang kali. menyenangkan membayangkan ada di tengah-tengah keramaian dan tentu saja audience sebuah acara besar. bukan kah dulu dia berpindah dari satu seminar start up ke seminar yang lain. Nostalgia tentang masa lalunya bakal mengurangi penatnya terkurung di rumah induk selama berbulan-bulan.      

***     

"jangan buat sopir menunggu," lelaki berambut platinum baru saja membuka pintu, kepalanya masuk ke dalam celah kamar yang sebelumnya adalah kamar pribadinya dan kini di tempati orang lain.      

terlihat lala dan Ricky bangkit dari duduknya, merebut tangan kakaknya lalu berlarian keluar melintasi Thomas.      

"sopir?" alis kihran menyatu sempurna, "jangan terlalu memanjakan mereka, ricky bisa menggunakan motorku, bukan?" perempuan berambut hitam lebat yang terurai panjang tersebut mengais pita di nakas. sayang, salah satu kakinya yang nyeri mengurangi banyak kecepatan. sehingga gerakan gesit thomas mendahului kihrani. lelaki ini menggenggam pita sebelum membuka nya tepat di hadapan perempuan yang duduk di atas ranjang, padahal beberapa detik lalu thomas masih di ambang pintu.      

"aku sengaja, meminta sopir mengantar mereka, demi keamanan ricky dan lala," kilah thomas.      

"kamu terlalu berlebihan, ricky dan lala aku rasa aman-aman saja,"      

"kamu hidup di dunia baru yang kamu tak mengerti seperti apa seluk-beluk di dalamnya, jadi ikuti saja aturannya," tubuh  Thomas sedikit condong ke arah kihran merebut perhatian gadis yang sedang menyisir rambutnya.     

ada pipi yang perlahan semburat merah, segera di tundukkan wajahnya dan pura-pura sibuk mengikat rambut. rasa canggung menyeruak menjadikan keduanya merasakan ada yang aneh pada atmosfer bumi kali ini. mengapa gerimis yang baru hilang mendorong rasa hangat alih-alih dingin.      

"Apa kamu sudah makan?" jelas sekali kalimat ini sekedar cara memecahkan kecanggungan.      

"oh'," ada anggukan kecil dari rambut platinum guna mengembalikan fokusnya, "aku sudah sarapan. apa kamu ingin makan? lagi?"      

"Tidak," kihrani menggelengkan kepalanya, "camilan, mungkin bisa menolongku dari rasa bosan," 'menolongku dari rasa canggung ini,' kihrani merasa bodoh sendiri. apa yang terjadi padanya.      

bagaimanapun juga dia lega melihat thomas beranjak dari sudut ranjang. berjalan menuju pintu kamar hendak keluar. giliran dia menghilang di balik pintu, kihran membanting ringan tubuhnya ke atas ranjang dua buah telapak tangan menutupi wajahnya.      

"duuuh, bodohnya aku, apa yang sebenarnya terjadi padaku," gadis ini sangat yakin Thomas pastilah bisa menangkap gerakan bodohnya yang tiba-tiba menunduk selepas lelaki itu menatapnya lekat dari jarak pandang sangat dekat.      

untuk itu ketika gadis ini kembali mendengarkan langkah kaki, dia memutuskan pura-pura tidur dari pada harus berperang melawan rasa canggung yang ia yakin hanya menggerogoti dirinya sendiri.      

sayangnya hal aneh terjadi, bagaimana bisa lelaki yang baru datang dengan enteng duduk terlalu dekat pada tubuhnya. membelai rambutnya dan… 'kenapa dia melepas pitaku??'      

'dia memainkan rambutku?'      

'tidak, tidak, thomas tidak mungkin begini?'      

sejalan kemudian kihran merasa lelaki yang duduk terlalu dekat dengannya merundukkan tubuhnya.      

ini sangat jelas, lengan pria ini merengkuh tubuhnya dan hendak… 'tidak, tidak. ini mustahil!'      

Mustahil seseorang mendekati wajahnya, tapi gerakan ini? nafas ini? haruskah dia pura-pura tidur dan membiarkannya…, atau?      

sesuatu menyentuh pelipisnya membuat kihran berjingkat, membuka mata dan gadis tersebut bergerak, menolehkan wajahnya sehingga bibir itu bergeser tepat di hadapan bibirnya.      

"kau?!" alis kihrani mengerut sempurna.      

"PRANG!!" di ujung pintu sesuatu terjatuh. sebuah suara membumbung tinggi. kalau bukan karena suara itu, tentu kihrani sudah membenturkan dahinya keras-keras ke kepala Vian. supaya pria gila ini sadar dia melampaui batas di antara mereka.      

bibir Vian hampir memungut bibirnya.      

"maaf, aku mengganggu kalian," thomas termangu di depan pintu sekian detik sebelum mengatakan kalimat ini.      

"Tidak, Thomas, tak ada-," kalimat Kihrani terpotong.      

"Sayang sekali kamu datang," celetukan Vian memotong ungkapan kihrani.      

"kamu bicara apa??" kihrani bangkit melempar suara bernada terkejut.      

vian santai mengangkat bahunya tanpa dosa.      

"lanjutkan," Thomas menarik bibirnya menggantung senyuman, "akan aku," Thomas menatap potongan buah yang baru dia kupas, berserakan di lantai, "bereskan ini nanti,"      

"Thomas aku minta maaf, apa yang kamu lihat tak seperti yang kamu pikirkan," kihrani tidak tahu mengapa dirinya perlu memberi Thomas penjelasan atas situasi ini.      

"hehe," vian malah terkekeh, kihrani sudah mengepalkan tangannya, rasa-rasanya gadis ini siap meluncurkan sebuah bogem tepat di wajah Vian.     

"ada apa denganmu? Tidak masalah baginya kita ciuman," Vian membela dirinya.      

"pergilah dari sini!" kihrani melebarkan matanya dia tak sanggup menghadapi Vian atau dia benar-benar tak bisa mengendalikan kemarahannya.      

"kau mengusirku?" vian tak bisa mencerna isi perintah pacarnya.      

"Ya!" tegas kihrani.      

"kamu mengusirku karena aku sedikit saja menggodaku?" Vian masih tak yakin atas kehendak kihrani.      

"Sedikit kamu bilang? Kau kelewatan!" Entah mengapa nada bicara kihrani membumbung tinggi.     

"Di mana letak kelewatannya?!" Mata sendu Vian menyala, "kita pacaran dan ini bukan ciuman pertama kita,"      

"Kamu juga memaksakan yang pertama, dan aku belum mengkonfirmasi bahwa aku menyukainya," kihrani konsisten menekan kalimatnya.      

"Kita akan menikah, dan kau menganggap perlu mengkonfirmasi apa kah kamu suka ciuman ku atau tidak,"      

"Aku setuju dengan hubungan pacaran tapi belum ada pembicaraan ke arah pernikahan,"      

Keduanya bernada tinggi. Konfrontasi di Antara mereka terdengar sampai lantai pertama. Mengingat pintu kamar terbuka.      

"Ada apa di atas?" Bapak bertanya pada Thomas.      

"Mereka bertengkar," lirih Thomas.      

"Pergi dari sini aku sedang tak ingin memikirkan hal-hal tak masuk akal, jadi ku mohon jangan menganggu ku," kembali suara kihrani terdengar.      

"Kami bilang aku mengganggumu?" Ada Nanda kecewa pada kata-kata Vian. "Aku melarikan diri dari pekerjaanku yang sangat padat demi bertemu denganmu, bisakah kamu mengerti sedikit saja?"      

"Aku tidak ingin bertengkar, ini bukan rumah ku, jadi berhentilah," suara kihrani lebih mereka.      

Bapak tampaknya hendak naik ke lantai atas kaki lelaki itu sudah menaikkan Beberapa anak tangga.      

"Baguslah kamu sadar! sejak awal sangat aneh! Kenapa kamu berada di rumah Thomas dari pada rumahku. Calon suamimu!" Suara Vian yang meninggi detik ini.      

Dan entah mengapa dari dasar lantai langkah bapak kihrani di dahului Thomas.      

"Sejak kapan statusmu. jadi calon suami? Vian pergilah kepalaku pusing mendengar kata-kata mu?!" Pinta kihrani.      

"Tidak ada yang aneh! Dia dan keluarganya berhak tinggal di rumah ini! Jangan bicara sembarangan!"      

"Thomas? Kenapa kau ikut campur??" Vian menoleh ke arah Thomas yang berjalan menuju dirinya.      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.