Ciuman Pertama Aruna

IV-275. Merak Betina Jinak



IV-275. Merak Betina Jinak

0Aruna belum mampu mempercayai akan hadirnya hari ini. Dia istri yang tak terlihat. Kecuali pada pesta Blue Oceans. pesta pernikahan yang penuh aturan. Para tamu undangan tidak di izinkan mendokumentasikan siapa pun dan apa pun yang terjadi pada pesta.     

Dokumentasi berpusat pada fotografer yang dibayar mahal konglomerat Jayadiningrat.     

Pesta itu sudah berlangsung hampir 3 tahun yang lalu. Selain pesta tersebut liputan tentang dirinya tidak lebih dari kasus perceraian yang sempat mencuat.     

Selebihnya ialah liputan yang sengaja di buat guna menyelamatkan tuduhan terkait hilangnya putra kedua keluarga Barga.     

Wawancara yang banyak dipotong di sana-sini sehingga dia muncul beberapa menit saja pada tiap sesi.     

Praktis pesta Akbar hari ini adalah momen yang sangat di tunggu-tunggu.     

Hadir di antara karyawan Djoyo makmur grup dan para pemimpin anak perusahaan dan anak cabang DM grup yang menyebar bak rumput yang tumbuh subur di musim hujan di tiap-tiap kota pada seluruh Nusantara merupakan harapannya. Mereka belum pernah melihat Aruna.     

"Apalagi yang anda butuhkan nona?" Ratna membantu Aruna sejak pagi, asisten rumah induk itu mengemas sebuah koper berukuran besar khusus untuk mempersiapkan kebutuhan istri tuan muda keluarga tempatnya mengabdi.     

"Ratna, apa menurutmu bajuku akan muat,"     

Aruna mengkhawatirkan berat badan yang beberapa hari ini.     

Ratna tersenyum menanggapi keluhan nonanya.     

"Tuan membelinya sesuai ukuran Anda, jangan khawatir,"     

"Aku merasa," Aruna menurunkan pandangannya, perempuan tersebut menangkap salah satu benda di depan dadanya. Memegangi benda tersebut silih berganti menggunakan tangan kanan, "agak nyeri,"     

Sekali lagi Ratna terlihat menarik bibirnya, "wajar, sebentar lagi Anda melahirkan, rasa nyeri yang Anda rasakan tanda bahwa anda siap memberi Asi,"     

"jangan khawatir," seorang ajudan membuka pintu ukir Jepara, "ada dokter yang disiagakan untuk menjaga anda,"     

Susi datang itu artinya waktunya bagi Aruna meninggalkan kamar yang menjadi tempatnya mengurung diri beberapa bulan terakhir.     

"aku tidak melihat Mahendra?" perempuan hamil ini bangkit dari duduknya.     

"tuan muda menunggu anda di sana, satu lagi dia menitipkan ini pada saya,"     

Aruna mendapati anting crystal kecil yang cantik. "Anda diminta memakainya,"     

Tak salah Aruna di bawah pilih hitam pekat melingkari air terjun yang menari pada tengah-tengah halaman rumah induk, dua orang perempuan penghuni rumah induk memberinya tatapan resah.     

Aruna masih belum mengerti, bagaimana Oma Sukma dan momy Gayatri tidak turut serta. Dua perempuan itu seperti merak betina jinak yang hidup pada sebuah penangkaran. Walaupun teralis besi penangkaran tersebut sudah terbuka lebar untuk keduanya. Sang merak betina jinak merasa nyaman dan baik-baik saja berada di dalam penakaran selama-lamanya.     

Atau bisa jadi mereka lupa cara hidup di alam bebas lepas.     

***     

Bentley melaju sempurna dengan kecepatan konstan, Aruna duduk nyaman di belakang. Matanya berbinar-binar menatap suasana jalanan. Dulu dia gadis dari keluarga biasa. Menaiki motor dan melaju di antara hiruk pikuk kota merupakan makanan sehari-hari.     

Detik ini melihat hiruk pikuk kota saja telah mampu mendorong adrenalin optimis di jiwanya.     

Untuk itu perempuan ini tidak sekalipun berniat memejamkan mata.     

Dia bahkan enggan mengedipkan mata kala mobilnya memasuki pelataran djoyo ritz hotel. Tempat ini lebih ramai dari ingatannya dulu.     

Ataukah pesta Akbar yang membuatnya riuh padat?     

Aruna baru tahu, bahwa pesta tersebut lah yang mendatangkan gelombang keriuhan yang ia amati. setelah seorang petugas penjaga pintu hotel membuka mobilnya dan pemandangan membingungkan membuatnya terperanjat.     

Secara magis individu yang berkeliaran pada lobi hotel berbintang ini menghentikan aktivitas mereka.     

Menoleh pada Aruna. Mengamati penasaran dia yang pada akhirnya berusaha berjalan meninggalkan kursi yang biasa membantunya menopang kehamilan pertama yang kurang sehat ini.     

Aruna melangkah hati-hati berpegangan tangan kanan Susi yang disodorkan untuknya. Dua ajudan perempuan lain selain Susi ikut membuntuti langkahnya.     

Mungkin para perempuan berbaju serupa dan ikatan rambut yang diseragamkan ini yang membuat mereka tertarik. Bukan dirinya.     

Aruna tak yakin perempuan hamil yang ditumpuk lemak bisa menyihir lobi riuh padat menjadi sunyi.     

Ia baru melangkah beberapa langkah memasuki lobi. Ketika sejumlah pemuda yang Aruna tahu siapa mereka, berjalan cepat ke arahnya.     

Herry ada di sini. Suaminya tak akan jauh dari si pragmatis satu ini.     

"nona," dia yang memanggil menundukkan kepala ringan. Seperti sebuah komando kedatangan Herry diiringi kedatangan yang lain, Jav, Alvin dan Wisnu.     

Ingin rasanya bertanya pada salah satu dari mereka yang kabarnya baru menjalani transplantasi jari tangan ke mana. Tapi rasanya tak wajar menanyakan ini di tengah mereka yang sedang serius bekerja.     

Kedatangan pengawal yang paling di percaya suaminya seperti memberi instruksi bahwa tugas para ajudan perempuan telah usai. Mereka harus kembali ke rumah induk. Tempat mereka biasanya berada. Berkumpul dengan merak betina seperti pawang yang siap sedia mengawasi dua puluh empat jam.     

"Di mana Mahendra?"     

"tuan akan menemui anda di tempat istirahat anda," Herry memberi jawaban.     

Bersama dengan empat orang pengawal, Aruna memasuki lift khusus. Dan dibawa menuju tempat tertinggi di gedung ini.     

Cermin pada lift yang membawanya memberinya sebuah ingatan unik. Dulu di berlari menghindari orang-orang dengan Bluetooth Earphones warna hitam di telinga. Sekarang orang-orang ini malah mengitarinya dan Aruna dengan senang hati membiarkan anak buah lelaki bermata biru menunaikan tugas.     

"nona, silakan di baca," smartphone 14 inci di serahkan pada Aruna ketika perempuan bermata coklat ini berjibaku dengan eyeliner yang di aplikasikan seseorang make over bernama Tya.     

"Ya letakkan di situ aku akan membacanya," jawab Aruna.     

"maaf nyonya, sudah waktunya Anda makan," suster yang kabarnya bertugas menjaga ibu hamil menyerahkan sepaket makanan yang harus di konsumsi ketika rambut Aruna di sanggul hair stylist.     

"jangan lupa minum vitamin mu, anda butuh menelan lebih banyak hari ini, supaya bayi anda baik-baik saja dan terlihat segar," dokter kandungan yang berjaga menyapa dengan wajah ramah. Ketika butiran pil di letakkan di telapak tangan Aruna satu persatu. Tepat di mana gaun, sepatu dan beberapa benda aksesoris keluar dari persembunyiannya. Siap di kenakan Aruna.     

Aruna masih bisa tahan dengan semua itu, tapi tidak pada detik dimana gaun jubah berwarna pink gading telah melengkapi penampilannya. Baju yang menjulur hingga di bawah lutut tersebut menjadikan Aruna terlihat segar. Kristal menghiasi kerah di dadanya dan sepasang anting menjepit ujung telinga, termasuk jam tangan emas putih melilit indah pergelangan.     

Tidak ketinggalan sepatu senada.     

Dia berdiri di depan cermin. Berdiri mengagumi dirinya yang tersihir oleh penampilan sendiri. Ia jarang berdandan maka dari itu Aruna merasa tengah mengamati sosok berbeda.     

Dia bahkan menyukai keputusannya memotong rambut sehari sebelumnya. Rambut berponi yang di sanggul ringan ke belakang mengukuhkan wajah gadis muda yang belum sirna.     

Walaupun perutnya jelas tak sinkron dengan perawakannya. Dia tahu dirinya di poles luar biasa hari ini.     

"Kemana Hendra? Mengapa dia belum datang padaku?"     

Ibu muda manis ini mengerutkan dahinya wajah masam dan keluhannya mengakibatkan ajudan sang suami mundur meninggalkannya. Herry menyingkir cepat mencari tempat yang lenggang, dia membuat panggilan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.