Ciuman Pertama Aruna

Uang Saku



Uang Saku

0_em.. seperti ada??_     

_Ah.. entahlah_ Mengambil baju lain, mulai menyusupkan lengan.     

"Tunggu! Tawa? Siapa yang tertawa?".     

Berbalik.     

"HENDRAAAAA….!!"     

"BRAK". Laki-laki itu terkejut dan berlari sembarangan menabrak meja laci yang berjejer ditengah Lorong tepat Hendra meletakkan perlengkapan aksesorisnya.     

Aruna ikut tangkas menangkap pria bersetatus suaminya.     

"Kau… Kau… Berani-beraninya mengintip ku setelah menjadi penguntit pula!?".     

"Siapa juga yang mengintip mu.. aku hanya sedang berganti baju..".     

"Ih berani mengelak..".     

Pria ini membuka krah kancing bajunya satu persatu.     

_Hehe.. Dia tak akan sanggup melihatnya_     

"Tunggu… tunggu.. kenapa kau membuka baju sembarangan..??".     

"Apa lagi, aku sudah bilang aku akan ganti baju".     

_Hehe_ menahan tawa.     

Lengannya sudah terlepas salah satu. Dada bidang itu terhampar dihadapan Aruna.     

"Argh". Perempuan ini berteriak jengkel menutup matanya dengan kedua tangan.     

"Hendra kau keterlaluan!! Jangan buka baju sembarangan didepan ku". Dia sempat mengintip disela-sela jari. Hendra cukup membuat penasaran dan menggetarkan.     

"Kau juga membuka baju sembarangan, mengapa aku tidak boleh..??".     

_buka baju sembarangan??_ Gadis ini mulai menggunakan otaknya, menangkap kata-kata yang meluncur dari mulut Hendra.     

"Hendra, barusan kau bilang aku buka baju sembarangan??"     

"Oo.. Berarti kau benar-benar mengintip ku". Gadis ini mulai mengepalkan tangannya mendekati mata biru.     

"Ingat! Melihat bagian tubuh lawan jenis tidak di atur dalam MOU.. Kau tak boleh marah hehe". Pria ini pandai mengada-ngada.     

"Yang benar saja.. ini itu dikait-kaitkan MOU, MOU, MOU…!!".     

"Sini kau..!!". Aruna, Gadis kecil ini mengabaikan ke canggungan-nya. Mengepalkan tangan kecil berjalan ke arah Hendra, berniat memukulnya.     

Lelaki bermata biru terlihat santai saja. Makin menjadi, dengan resek-nya mendekati Aruna menunjukan betapa kerennya dia ketika dadanya terbuka. Dia sadar gadis naif ini akan kelabakan.     

Benar dugaan Hendra, istrinya mundur diiringi pipi merah merona, terlihat lucu dan ketakutan.     

"Kau boleh menyentuhnya, tapi tangan mu harus terbuka bukan mengepal.. hehe".     

"Akan lebih terasa..".     

"Hendra kau!!".      

"Argh sial..". Dia berlari keluar ketakutan dan malu.     

"Hahaha..". Tawa Hendra sungguh nyaring merayakan kemenangannya.     

.     

.     

"Hen..". Pria ini sedang merapikan baju-baju yang dia beli untuk Aruna. Duduk pada sofa tempatnya terjatuh beberapa kali di malam kedatangan Aruna ke kamar ini. Mata biru memasang hanger baju, berniat segera menaruhnya pada lorong kiri yang sudah di kosongkan para asisten rumah induk. Sisi kiri lorong bajunya hanya dikosongkan sebagian karena Hendra belum banyak membeli baju untuk Istrinya serta tidak mungkin mengisi penuh dalam satu tahap.     

Pakaian ini terlalu sedikit, tiba-tiba dia berpikir demikian. Menyusun dan menumpuknya sempurna dari warna terang hingga gelap saling bertumpu sangat rapi.     

"Hendra apa kau tidak melihat sesuatu di kamar mandi".     

Menggeleng datar dan pura-pura tidak tahu.     

"Kemana mereka.. aku hanya meninggalkannya berganti pakaian.. dan aku yakin mereka masih disana terakhir kali aku tinggal".     

"Duduk lah dulu, lihat ini!. kau tidak ingin berterimakasih pada ku?".     

"Aku juga membelikan mu..".     

"Sebentar! hehe". Melakukan pengamatan.     

_Ah' aku pernah liat cewek-cewek bule jarang pakai pembungkus berkeliaran di musim panas.. Tapi kenapa.. Punya anak ini.._.     

"Hai!!". Aruna melihat Hendra mengamati dadanya. Terlalu ketara.     

"Duduklah dulu.. Nih.. yang kamu inginkan". Hendra menyerahkan sepatu impian Aruna. Gadis ini tersenyum bahkan mulutnya terbuka saking senangnya.     

"Tapi,. Bentar.. aku harus menemukan benda-benda ku".     

"Kemana ya..".     

"Mungkin dirapikan para pelayan". (Hendra)     

Ungkapan Hendra membuatnya berdiri tangkas, mendekati telephon kamar dan mulai membuat panggilan. Ternyata nihil. Para pelayan tidak merapikannya.     

"Sebenarnya apa sich yang kamu cari.. penting banget ya??".     

_Ah sumpah.. kenapa menarik sekali_ Hem pink milik Hendra membungkus tubuh gadis ini dan pada bagian tertentu ada tonjolan yang membuat mata biru ingin menatapnya lama-lama.     

 _Haduh.. lama-lama label mesum yang dilontarkan Aruna benar-benar melekat pada diri ku_     

_Sabar.. sabar.. aku harus mengambil hatinya supaya bisa memeganginya_ Membayangkan dengan malu-malu.     

Gadis ini duduk disampingnya, tampak gelisah dan terdiam sesaat.     

"Hendra apa ini baju-baju yang kamu belikan untuk ku?"     

 Mengacak-acak bag paper dan sebagian bungkusan yang belum selesai dirapikan Hendra.       

"Tergeletak berserakan segini banyaknya, masak baru sadar sekarang!?".     

Tidak menemukan apa pun yang berarti selain midi dress, midi dress dan midi dress. Lengan panjang, lengan pendek, tanpa lengan, Coat-nya pun bagian dari pelengkap midi dress, aksesoris-aksesorisnya juga pelengkap midi dress.     

"Kenapa kau tergila-gila dengan midi dress.. kenapa tak kau pakai sekalian".     

"Hai.. sudah dibelikan berani marah-marah".     

"Kenapa kau tidak membeli baju lebih variatif, apa aku akan tidur dengan midi dress, olah raga juga pakai midi dress. Kau pikir aku tidak butuh dalaman juga?!".     

"Suami macam apa kamu tidak pengertian sama istrinya!". Aruna ngomel tidak jelas.     

"Oo.. kau butuh dalaman.. ngomong dong".     

_hehe lucunya dia.. ya ampun yang itu lebih lucu_ (-_-)'     

"Oh' Kau membelikan ku dalaman??". Lega dan bersemangat.     

 "Nggak". Dia kempes, lemas dan pasrah.     

"Padahal kamu tinggal bilang kalau mau sesuatu". (Hendra)     

"Aku kan malu.. terakhir membelinya, kau bilang integritas mu terinjak-injak". (Capther 15)     

"Sekarang kan sudah beda.. aku sudah punya istri, nanti kalau mbaknya tanya: 'Istri anda suka yang berbusa atau tanpa busa?' (Chapter 16). Akan ku jawab : 'Ambilkan saja yang berenda supaya malam kami panas'.".     

"Hahaha..". Hendra tertawa puas menatap wajah Aruna yang nyengir terbakar namun imut.     

"Cih!".     

_Duuh.. males banget denger tawanya_       

"Hendra, apa aku akan mendapatkan fasilitas platinum card, atau tabungan atau minimal uang tunai lah".     

"Aku liat didrama-drama, kalau dinikahi orang kaya, perempuannya akan dapat banyak fasilitas. Boro-boro fasilitas, uang tunai untuk membeli dalaman saja aku nggak punya.. gimana mau menyuruh pelayan membelinya, istri pewaris tunggal keluarga ini saja tidak punya uang sepeser pun".     

"Giliran mau beli pakai okeshop.. sungguh menyulitkan, nggak tahu. Rumah induk ini dimana sebenarnya location-nya??".     

"Jangan-jangan aku terjebak dikastil negri dongeng. Apes-apes pangeran yang menikahi ku KIKIR".     

"Buahahaha". Hendra tertawa terpingkal-pingkal melihat Aruna ngomel berapi-api.     

"Siapa suruh menikah ogah-ogahan.. sudah tahu setelah menikah akan langsung tinggal disini. Malah nggak bawa apa-apa. Berangkat aja pakai celana jeans dan kaos oblong".     

"Buat apa persiapan?. Dulu kan ada yang tebar kata-kata manis : 'setelah kita menikah semua kebutuhan mu akan terpenuhi, bahkan ketika kita berpisah nanti, aku jamin kau tak kekurangan apa pun' (Capther 5). Aruna menirukan cara ngomong Hendra.     

"Hello.. siapa yang ngomong dengan lagak sombongnya.. yang spektakuler itu".     

_Dulu sich_ (Aruna)     

"Hehe kamu masih ingat ya..".     

"Baiklah kamu akan mendapatkan uang saku setiap hari setelah ini". (Hendra)     

"Uang saku??".     

"Yach.. uang saku tunai".     

"Kau pikir aku anak sekolahan".     

"Kamu anak kuliahan.. sama aja kan".     

"Kenapa nggak seperti di drama-drama, platinum card begitu.. dulu kamu bilang benda itu tidak penting dan membuangnya pada ku begitu saja".       

_Tentu saja aku tak mungkin membiarkan mu memilikinya.. akan banyak kompensasi menguntungkan yang terlewatkan untuk ku_ Pebisnis yang pandai menghitung untung rugi.     

"Karena di drama-drama itu mereka berperilaku layaknya suami istri, kalau pun di dunia nyata ada, sang suami bisa berkeinginan memiliki bayi-bayi lucu dan menggemaskan".     

"Hai jangan melebar kemana-mana.. sudah ku bilang kan. Dalam pernikahan ini, aku akan menjalani sesuai isi kontrak yang sudah kita sepakati. Hanya itu, tidak kurang dan tidak lebih".     

Pria ini menghentikan gerakannya merapikan baju, mengambil sepatu yang dia siapkan sebagai kejutan untuk istrinya, entah mengapa gerakannya demikian melambat.     

"Coba kau pakai?".     

"Apa aku perlu memberi mu kompensasi untuk benda ini?".      

"Tidak.. tidak perlu aku memang ingin membelikannya untuk mu".     

"Terimakasih". Tersenyum cerah.     

"Em.. Kebesaran ya..?". Hendra mengamatinya seksama.     

"Hehe nggak apa, sekali lagi terimakasih ya.. berikan alamat tokonya.. kalau kamu sibuk, aku bisa menukarnya sendiri.     

"Ah' Sepertinya aku lupa memberi tahu tokonya, mereka masih menggunakan ukuran Tania..".     

Gadis ini terdiam.     

Keduanya mulai merapikan benda-benda di sekitar mereka dengan hening.     

"Em.. Hendra kunci apa ini? Terjatuh dari saku mu".     

Deg!     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.