Ciuman Pertama Aruna

Segel Ambigu



Segel Ambigu

"Kak Damar?? kok datang sekarang?!". Gadis ini terkejut harusnya dia datang besok lusa. Damar, kakak tingkatnya yang 3 hari lalu dia temui. Untuk dibujuk dan dirayu agar berkenan bergabung bersama startup Surat Ajaib. Tiba-tiba sudah berdiri di pintu outlet yang masih berantakan. Outlet ini baru dia sewa dengan tabungannya.     

Beberapa benda seperti rak display, meja, kursi bahkan dindingnya saja belum sempat dicat dengan benar. Saat itu karena takut pria berpotensi ini mengurungkan niatnya. Sebab tahu tempat yang dia tawarkan masih hancur hancuran. Aruna sempat mengusirnya, dia keberatan.     

"Kau akan menata ini sendirian??". Gadis itu terlihat berusaha merapikan beberapa hal, bahkan mendorong meja besar.     

"Em.. sebenarnya ada temanku sih.. namanya Dea, tapi dia barusan keluar memberi minum".     

"Dea perempuan atau laki-laki??".     

"Namanya aja Dea, pastinya dia perempuan".     

"Dan kau hanya berdua saja membersihkan ini semua??".     

"Hehehe sepertinya begitu".     

"Tapi kak Damar, tak perlu khawatir lusa pasti semuanya beres". Damar memperhatikan gadis kuncir kuda yang terkesan terlalu bersemangat.     

"Kau lupa ya.. kau perempuan.. Baiklah karena aku akan menjadi bagian dari tim ini, biarkan aku membantu".     

"Jadi Kak Damar benar-benar menerima tawaran kami?".     

"Ya.. karena kamu menyedihkan, aku jadi iba".     

Dia, di kuncir kuda cemberut, mukanya manyun.     

Tak lama pria itu menelpon beberapa orang, sepertinya teman-temannya. Entah darimana makhluk-makhluk itu berdatangan. Damar membawa segerombolan anak laki-laki lainnya yang berpenampilan santai sama seperti dirinya .     

Kumpulan laki-laki yang ternyata berasal dari berbagai kampus, sekitar 10 sampai 12 orang. Mulai membersihkan outlet baru Surat Ajaib dari komando si rambut gondrong.     

"Baiklah kita nyalakan musik reggae kita". Seru mereka, Dan  mereka benar-benar membantu dengan senang hati.     

"Namamu Aruna kan?". Gadis ini mengangguk.     

"Baiklah Aruna, berikan kami catnya dan segala kebutuhan untuk membereskan tempat ini".     

"Kak Damar kira-kira teman-teman kakak harus aku bayar berapa?".     

"Ah' tenang saja.. mereka sukarela membantu. Belikan saja makanan yang banyak itu sudah cukup".     

"Apa tak masalah??".     

"Ya.. dari pada kami nongkrong  main game atau ngopi nggak jelas. Aku rasa ini akan jadi sesuatu yang menyenangkan buat kami".     

"Oh baiklah.. aku akan beli catnya".     

"Kau yang beli??".     

"Ya. siapa lagi?".     

"Kau bawa dengan apa??"     

"Motor itu"     

"Kau tak tahu ya.. satu ruangan ini butuh cat banyak, berikan uangnya biar teman-teman ku yang membeli. Mereka ada yg bawa mobil".     

"Apa mereka tidak keberatan".     

"Sudah ku bilang hidup kami santai.. jadi kau tidak perlu banyak berpikir".     

Hari itu diiringi musik unik, kumpulan teman Damar layaknya para pelukis yang menggambar di atas kanvas. Mereka mengubah lantai 1 menjadi galeri dan display produk yang layak dinikmati.     

Bekerja hingga larut bergantian satu sama lain. Entah bagaimana dan dari mana si rambut gondrong ini mampu menghadirkan teman-temannya, satu pergi yang lain datang begitu terus.     

Dea sempat tercengang, apalagi Aruna.     

Hal yang begitu Aruna kenang adalah ketika mereka bersantai lalu makan bersama     

Mereka akan sangat ribut bahkan cara bicaranya juga abstrak kadang terkesan aneh.     

*Jangan merokok disini gue timpuk kau?!     

*Besok aku boleh dapat makan gratis lagi nggak??     

*Bagaimana kalau besok kita bolos dan main di sini saja?!     

*Gila makanannya hilang!!, ada yang mencuri makanan ku!!. (sudah masuk dimulutnya sendiri)     

*Apa sudah habis?! perutku masih kosong!? (Kekenyangan)     

*Eh' mantan pacarku melihat story ku. Dia pikir aku sedang bekerja part time. hahaha.. dia WA aku 'fighting' (memukuli orang disebelah, girang nggak jelas)     

*Apa kamu sudah punya pacar? Bagaimana kalau aku jadi pacarmu? aku rasa Aku cukup keren.      

"Jangan dengarkan mereka, mereka memang sering ngomong sembarangan dan berperilaku  tidak penting. Kau tahu laki-laki jika berkumpul?? Hehehe.. anggap saja sedang halu". Damar menenangkan wajah syok Aruna dan Dea. (Tim awal Surat Ajaib)     

Dan teman-teman Damar secara berangsur-angsur menjadikan Surat Ajaib sebagai markas mereka.     

Keberadaan Damar dan teman-temannya seperti sekelompok relawan.     

Mereka bisa jadi delivery, pesuruh ini itu, bahkan ketika Surat Ajaib membutuhkan orang untuk mendisplay produk saat bazar, termasuk menjaga standnya. Mereka andalan terbaik.     

Resikonya hanya satu, ketika mereka sudah berkumpul dan main game. Lantai 2 Surat Ajaib akan transformasi layaknya kapal pecah.     

Dan jika hal semacam itu sudah terjadi, Aruna tahu cara mengendalikan mereka.Belikan mereka Okefood. Dan setelah kenyang suruh mereka bersih-bersih lalu pulang.     

Sesimpel itu dan sesederhana itu cara berpikir untuk menikmati hidup.     

Terlalu banyak kenangan manis dan berkesan, tim inti surat ajaib, teman-teman Damar. Apalagi dia. seseorang yang konsisten dengan ungkapan ambigu khas dirinya.     

"Kalian boleh merayu cewek, tapi jangan dia". (Damar)     

"Memang kenapa?? kau juga bukan pacarnya". (teman Damar)     

"Tapi aku sudah menyegelnya".     

"Segel Apa yang kau gunakan?, segel rantai Uzumaki Kushina? atau segel piramid teknik Gaara?".     

"Tidak aku menggunakan yang paling ampuh, fuinjutsu shiki fujin! segel pemanggil dewa kematian".     

"Jangan sampai kau gunakan itu gaess.. Sang pengguna bakal mati bersama korbannya dan mereka bakal bertarung di perut dewa kematian selamanya. Segel yang berbahaya! kau bisa mati bersama cintamu bhahahah..". (segel anime Naruto)     

"Bisa tidak anak-anak sastra ini menghilang dari tempat kita?!". Kalau sudah sehalu ini yang terdengar, Dea mulai keberatan. Sedangkan Aruna selalu memasang ekspresi yang sama, pura-pura tidak dengar.     

Mereka datang dan hadir dengan segala kehaluan. ucapan dan perbuatannya cenderung abstrak. Ternyata kini setelah semuanya menghilang serasa mereka begitu berharga. Dulu Surat Ajaib tidak pernah kekurangan apapun. Apalagi tenaga, dan kemarin Aruna dikabari dia dan teman-temannya harus merekrut beberapa orang secara resmi. Salah satunya desain project, administrasi termasuk admin sosial media.     

Padahal dulu ketika admin pemesanan mulai kewalahan anak-anak itu akan membuka whatsapp web dan turut serta membalas dengan cuap-cuap mereka yang bikin baper dan ketagihan beberapa customer Surat Ajaib.     

Surat Ajaib adalah mimpi terindah gadis pembawa Rona kemerahan, mimpi yang dibangun dari dasar. Dan anak sastra itu, secara tidak langsung banyak berperan.     

Sebelum Surat Ajaib dikenal seperti sekarang Aruna pernah hampir menutupnya, konsepnya waktu itu hanya desain project benda-benda unik yang dibumbui oleh kalimat custom, termasuk kalimat unik yang dikerjakan Damar.     

Karena tidak semua orang bisa menikmatinya dan punya ketertarikan terhadap barang-barang yang unik, perjalanan surat ajaib sepat melambat. Aruna bahkan kesulitan membayar teman-temannya.     

Hari itu seseorang membawanya dengan motor Vespa buntut, lalu berhenti di depan ATM.     

"Walaupun aku tidak terlihat keren tapi aku punya tabungan".     

Dia keluar dengan satu tas penuh sesak berjejal lembaran kertas persegi panjang, setelah keduanya melipir ke empat Mesin ATM.     

"Ini jarang aku gunakan, anggap saja aku menanam modal tapi syaratnya kau tidak boleh menutup markas ku". Cuma itu kata-kata yang diucapkan Damar, santai tanpa beban.     

"Jangan menatap ku aneh, si gondrong ini seorang penulis. Hehe aku sering lupa mengambil profit yang aku terima. Karena keseringan kau kasih makan gratis".     

"Kamu aneh. Karena tiba-tiba begini".     

"Kau mau menangis". Gadis itu mengangguk dan mulai menitikan air mata.     

"Aku tidak punya tisu. Tapi aku punya jaket hoodie yang belum ku cuci satu minggu. Kau boleh menggunakannya untuk mengusap ingus mu". Menawarkan jaket yang dia gunakan. Aruna menariknya dan benar-benar mengusap-usap wajahnya di hoodie Damar.     

"Damar bau tahu?!".     

"Kalau ini bersih. Aku tak akan menawarkannya... Ingusmu menjijikan".     

"Siapa suruh kau tiba-tiba mengharukan seperti ini!".     

"Kau mau mendengar yang lebih harum lagi?!".     

"Apa?".     

"Aku lapar".     

"Belikan aku cilok!! tuch di depan. Aku tak punya uang sepeserpun. Sudah kau serahkan jiwa ragaku untukmu".     

Aruna memukulinya karena ucapan dan perbuatannya selalu ambigu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.