Ciuman Pertama Aruna

Sulit Ditebak



Sulit Ditebak

0Termasuk bersama seseorang yang tertangkap kamera sedang menggendongnya.     

Keduanya cerah, bebas dan lepas. Sesuatu yang sederhana tapi sangat mahal untuk saat ini. Memegangnya dengan lambat perlahan ingatan gadis itu kembali di titik dimana foto itu tertangkap.     

Liburan pertama bersama sahabat-sahabatnya di sebuah carnival Park. Hari itu tiga dari lima teman-temannya mabuk dan runtuh setelah menaiki jet coaster.     

Lili, Agus dan Dea memilih untuk stay di foodcourt karna mereka dilanda pusing luar biasa bahkan Agus sempat muntah-muntah.     

Sedangkan dia dan Damar yang merasa biasa-biasa saja dengan sensasi jet coaster berlarian berdua mencoba semua wahana. Pria itu menggendongnya karena si rambut gondrong baru saja kalah dalam taruhan menembak bebek kuning.     

Damar juga pernah menyatakan cinta di tempat itu sebenarnya. Pernyataan cintanya yang pertama. Dan Aruna pura-pura tidak mendengar. Kala itu dia tidak mungkin menjalin hubungan apa lagi dekat dengan laki-laki. Sebab ayah Lesmana akan sangat marah luar biasa tiap kali salah satu dari anak perempuan kesayangannya kelihatan dekat dengan pria. (Chapter 1)     

Kakaknya Aliana begitu kesulitan menjalin hubungan dengan dengan pacarnya yang tersembunyi sejak SMA, Aditya. Dan Aruna memilih menjadi anak penurut. Pikiran sederhana kala itu adalah seandainya pemuda Padang ini tetap menaruh rasa padanya hingga lima tahun mendatang, ketika dia siap menikah. Maka hatinya akan di buka lebar untuk dia, sang bentengterbaik (nama pena Damar). Langsung menikah, toh saat itu dia masih belum lama mengenalnya dan sedang semangat-semangatnya membangun startup Surat Ajaib bersama-sama.     

Gadis ini mengabaikan suara-suara dari teman-temannya bahwa dia payah, dia tidak peka-an. Dia hanya sedang menjadi anak baik. Berusaha menjaga prisipnya : Berdamai dengan keadaan, langkah awal menemukan jalan terbaik (Chapter 8)     

Berdamai dengan ketentuan ayah dan menjadi anak penurut, tidak perlu dekat dulu dengan lawan jenis  sesuai arahan ayah.     

Dia, Aruna. Tidak pernah berfikir bahwa hidupnya akan berakhir demikian. Menjadi jaminan keluarga, dan di belenggu oleh lelaki bermata biru yang pandai memojokkannya.     

Masa mudanya hilang, mimpinya hilang, kebebasannya hilang dan yang paling terburuk senyumnya pudar.     

Kosong, hampa dan terkurung.     

_Oh' bukankah dulu Damar menuliskan sesuatu di balik foto ini_     

*Setiap masa membawa kisahnya     

*Setiap orang membawa kenangannya     

*Kenang tawa dimasa ini     

*Akan kau temukan seseorang dimasa depan     

Temukan?     

Dimana kau sekarang?     

Aku bahkan tidak tahu dimana kamu berada     

Aku masih sangat menyesal dihari terakhir kita berjumpa aku membiarkan mu mengejar ku karena ketakutan ku sendiri, yang lagi-lagi bukan karena mu. Tapi pada orang lain, orang yang saat ini bukan lagi mencium ku dengan paksa. Tapi memaksa ku menciumnya dengan suka rela, dan aku tidak punya cara untuk berlari.     

"Aruna.. oleh-olehnya sudah datang..".     

"Arh". Aruna terkejut, segera menyembunyikan buku agenda kedalam kardus didepannya.     

"Belum banyak yang kau rapikan. Ngapain aja kau?". Hendra mendekat mengamatinya.     

"Kenapa? Kenapa menangis?".     

_Dia pasti bersedih harus berpisah dengan kamarnya, dia bilang tempat ini adalah surganya_     

"Kemarilah..". Pinta Hendra.     

Aruna hanya memandangnya dengan awas. Hendra duduk dilantai sama seperti istrinya. Mengais beberapa benda yang telah dipilah-pilah Aruna.     

"Aku tak ingin kamu bantu!".     

"Tak apa biar cepat selesai kan".     

"Aku bilang. aku mau merapikannya sendiri, Hendra". Suaranya sedikit meninggi.     

"Apa kau benar-benar tersiksa meninggalkan rumah mu?!".     

"Ya. Sangat!".     

"Apa menurutmu akulah yang harus bertanggung jawab atas keadaanmu saat ini?".     

"Tidak, aku tahu kamu juga terpaksa menjalankan pernikahan ini".     

"Maaf, kadang aku tanpa sengaja melampiaskan kemarahan ku padamu". Tambah Aruna.     

_Kau tidak pernah melakukannya_ mata biru sadar dia yang sering menggangu.     

"Kemarilah aku ingin memelukmu". Pria ini benar-benar ingin memeluk istrinya, dia khawatir dengan air mata yang tertangkap di sudut kelopak mata Aruna.     

"Kenapa, kau tak perlu sebaik itu, kalau kamu terlalu baik Aku selalu berpikir kamu sedang memanfaatkanku".     

"Sudah pernah ku katakan pada ada saat Ahad kita, bahwa aku ingin diberi kesempatan. Saat ini aku mencoba untuk mengambil kesempatan itu". (Chapter Sido Asih)     

"Apa aku boleh tidak memberimu kesempatan?".     

"Sebenci itukah Kau padaku".     

_Aku sudah berusaha keras untuk berubah_     

"Aku tidak pernah membencimu sedikitpun. Aku hanya membenci keadaanku jangan merasa bersalah".     

"Sedikitpun kau tak punya keinginan memberiku kesempatann".     

Gadis ini hanya terdiam tanpa kata di dalam otaknya sedang berputar-putar.     

"Kau ingin tahu apa yang aku inginkan?".     

"Apa katakan saja akan ku penuhi apapun yang kau mau".     

"Andai Kau punya kemampuan ini, pasti aku sudah memintanya sejak awal. Sayangnya hal ini mustahil. Tidak mungkin di dunia ini ada alat yang bisa memutar masa. Jadi 2 tahun ini serasa hanya sekejap".     

D e g'     

_Dia mendengar pernyataan cinta ku dan saat ini aku sedang ditolak mentah-mentah_ Hendra seseorang yang pandai memprediksi ungkapan orang lain.     

Mulai ada rasa kacau pada dirinya, tangan pria ini sedikit bergetar. Dia sudah susah payah merubah dirinya. Menanggalkan banyak hal termasuk sikapnya tak bisa mengalah.     

Sebelum amarahnya tak bisa dikendalikan, Hendra pergi menjauh, tapi dia lupa sesuatu, dia tidak membawa obatnya.     

Mencoba menghubungi tim Diana untuk mengantar amitriptyline kepadanya.     

Hendra perlu menata fokusnya atau dia benar-benar akan meledak dan menyergap Aruna. Seperti yang dia lakukan ketika di kamar rumah sakit kala itu.     

***     

Pria ini berakhir di dapur setelah mondar-mandir menunggu tim Diana yang belum juga datang.     

Dia tertarik dengan bau-bauan yang berasal dari pantry rumah keluarga Aruna.     

Ternyata Ibu dan asisten rumah sedang masak :  "Boleh aku membantu? aku punya sedikit keahlian di bidang ini".     

Bunda sangat terkejut, namun karena senyum manis dari pewaris Djoyodiningrat menyapanya. Perempuan ini luluh dan membiarkan menantunya ikut andil dan membantu.     

Ternyata dia sangat ahli dan terlihat begitu menikmati.     

Bunda tidak tahu bahwa cucu keluarga Djoyodiningrat yang dia kira dingin dan kasar itu, ternyata punya sikap yang ramah dan menyenangkan.     

Bunda sempat bertanya kemana Aruna     

pria ini hanya tersenyum dan menyampaikan Aruna sedang sibuk menata kamarnya,  menata beberapa benda yang perlu dibawa ke rumah induk.     

"Oh begitu ya". Bunda mulai menerima keberadaannya, bahkan mereka lebih banyak ngobrol, seiring aktivitas memasak.     

Perempuan ini perlahan bercerita tentang putrinya Aruna. Kadang diselingi kalimat permintaan maaf. Hendra mendengarnya dengan seksama, pria ini juga sempat pertanyaan beberapa hal.     

"Kenapa dia suka mengenakan baju yang santai?".     

"Dari kecil putriku punya banyak teman, sampai 1 komplek mengenalnya. Ketika hari Minggu tiba, teman-temannya akan datang. Mau laki-laki atau perempuan putriku sangat pandai membaur. Dia bahkan ikut bermain bola dan kelereng. Jadi maaf kalau Aruna terkesan tomboy.     

"Mungkin itu yang membuatnya tidak suka mengenakan hal-hal yang ribet. Tidak bisa make up kecuali bedakan dan lipstik, itu pun kalau ingat. Tapi tenang.. Putri ku suka sekali bau-bauan harum, dia harum setiap saat itu membuatku tidak bisa memarahinya".     

"Oh anda benar".     

_Jadi Aruna sangat berbeda denganku_     

_Aku bahkan tidak punya teman kecuali Surya_     

"Bagaimana dengan masa belianya?".     

"Dia.. Ah' aku tidak ingin bercerita, anak itu suka sekali membuat berantakan kamarnya. dia bilang sedang berkarya, menjadikan kamarnya bengkel manik-manik dan kertas berserakan di mana-mana".     

"Sayangnya nilai sain dan matematika selalu buruk, ya.. sebagai ibu Aku khawatir dan aku sering memarahinya".     

"Tak tahunya benda-benda berantakan itu yang membawanya jadi bersinar sekarang".     

"Jadi dia tidak pandai di pelajaran tertentu?". Hendra mulai menikmati kisah masa kecil Aruna.     

"Anda pernah mendapatkan nilai Matematika 5?. Aruna paling jago merayu ku, agar tidak marah. Karena nilai matematikanya selalu 5 hahaha". Bunda tertawa mengingat betapa dirinya sering marah.     

"Apa dia juga banyak teman semasa remajanya?". Hendra sungguh penasaran.     

"Ya tentu! anak itu suka sekali dengan komunitas, kalau akhir minggu tak pernah dia berada di rumah. Dia bilang aku sedang jadi relawan kebaikan Bunda. Lalu berjalannya waktu, dia benar-benar aktif di berbagai komunitas".     

"Apa ya namanya?? kayaknya semacam relawan anak-anak, ibu-ibu, Entahlah terlalu banyak yang dilakukan di luar sana".     

"Ya. Aku sedikit tahu tentang itu".     

"Oh ya.. Ada sesuatu dari putriku yang buat kami selalu terenyuh".     

Hendra memasang telinganya lekat-lekat.     

"Aruna jarang menunjukkan keinginannya, dia juga jarang meminta sesuatu dibanding kakak-kakaknya. Putriku yang satu ini selalu menuruti apapun yang kami inginkan. Itu sebabnya sangat berat bagiku apalagi bagi ayahnya termasuk kakak-kakaknya, ketika harus melepasnya untukmu. Aku harap kau bisa menjaganya dengan baik.     

"Tentu". Hanya itu yang bisa Hendra katakan.     

"Jika anda sudah begitu dekat dengannya. Anda akan menemukan hal lain yang membuat Anda kesulitan".     

Hendra mengerutkan keningnya. Menerka ucapan Ibu mertuanya     

"Aruna anak yang sulit ditebak. Jadi anda harus bersabar supaya bisa memahami putriku, aku saja sebagai ibunya kadang kesulitan memahami dia".     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.