Ciuman Pertama Aruna

Tangan Kecil



Tangan Kecil

0"Ah' lepas! lepaskan aku..!!  akhir-akhir ini kau suka seenaknya sendiri.     

Jangan peluk peluk aku sembarangan!".     

"Arh.. Telinga ku kemasukan air nih...".     

"Duh.. mulai sakit". Aruna terlihat sibuk memiringkan kepalanya. Sepertinya jatuhnya ke dasar kolam membuat telinga gadis ini dimasuki air.     

"Kau tak dengar aku bicara apa".     

"Hah apa??".     

Hendra kembali tersenyum menertawakan dirinya sendiri. Selalu saja berantakan dan tak tepat sasaran. Memejamkan mata sesaat merasa usahanya bertarung antara hati dan pikiran sia-sia begitu saja.     

Tidak ada yang tahu apakah ungkapan Putri Lesmana semacam penolakan yang disamarkan atau telinganya benar-benar tidak bisa mendengar. Aruna adalah anak yang paling pandai menyembunyikan keinginannya.      

.     

.     

Mereka basah kuyup dan bergantian menggunakan kamar mandi. Ketika Gadis itu keluar dari kamar mandinya, tertangkap selembar handuk dimanfaatkan untuk mengusap-ngusap rambut. Sebuah pemandangan yang menarik perhatian. Hendra masih terbenam menggigil di dalam handuk lebar yang dia dapatkan dengan cara dilempar oleh Putri Lesmana.      

"Hem.. kamu sangat harum.. biasanya tak seharum ini". Hendra memujinya, suatu yang memang kenyataan.     

"Ini sabun favoritku.. sabun homemade buatan temanku, produk start up anak-anak muda. Setara Surat Ajaib".     

.     

.     

"Aruna sabunnya batangan ya?". Tak lama setelah masuk kamar mandi pria itu  teriak nyaring.     

"Iya kenapa?".     

"Ah' aku tak bisa memakainya ambilkan sabun ku di koper".     

"Huuuh.. manusia ini sungguh ribet".     

"Buka pintunya". Aruna mengetuk pintu, malas.     

"Kenapa kau buka baju sembarangan". Dada Hendra tak menggunakan apapun kecuali handuk yang menutupi bagian bawah tubuhnya. Rambutnya dipenuhi busa shampo dan keningnya memerah,     

"Sedang mandi jelas aku buka baju!".     

"Minimal kau gunakan bajumu supaya aku tidak melihat pemandangan aneh mu".     

"Jangan banyak protes aku benar-benar kesulitan mandi di sini. Shower itu melukai kepalaku".     

Aruna akhirnya tersenyum juga. Tinggi badan Hendra tidak matching dengan shower mungil miliknya yang terpasang permanen di dinding kamar mandi sempit versi tuan muda Djoyodiningrat.     

"Gunakan bak mandi. tuh.. di belakang mu..!".     

"Ah' aku tak bisa memakainya, mandi menggunakan genangan air, itu tidak masuk akal".      

"Hah manusia ini...!!". Aruna menyerahkan kasar sabun cair milik Hendra.     

"Aruna Apa kau tak bisa membantuku? aku benar-benar kesulitan mandi di tempat ini".     

"Ya Tuhan Hendra.. kau belum merasakan tinggal di pegunungan? mereka bahkan mandi di pinggir sungai?!".     

"Mengapa mereka mandi di pinggir sungai?".     

"Karena tidak ada air dan tak ada pilihan lain". Aruna mengenang ketika dirinya ikut serta dalam bakti sosial dimasa dirinya aktif  sebagai relawan LKS.     

"Lalu sekarang aku harus bagaimana? Debit shower mu sangat kecil. Aku sudah merunduk beberapa kali tapi shower itu malah melukai kening ku".     

"Gunakan gayung.. Hendra gunakan gayung!!".     

"Aku benar-benar tidak bisa..".     

"Maksud mu??".     

"Aku belum pernah mandi menggunakan gayung". Laki-laki ini memelas karena sungguh dia tak pernah menggunakan benda-benda semacam itu.     

Karena tempat dia dilahirkan, termasuk rumah induk dan kamar hotel pribadi miliknya tidak ada benda-benda semacam ini di dalam bathroom.     

"Haduh Alien Alien..".     

"Minggir aku beri contoh perhatikan baik-baik". Dia mendesak tubuh Hendra lalu mendekati bak mandi.      

"Nih, perhatikan! jadi kamu tinggal mengambil airnya di gayung ini lalu tuang deh di kepalamu, di badanmu. Kau juga bisa menggunakannya untuk berkumur. Gimana     

sudah paham?!".      

"Jadi begini".     

"Byur. . .". Spontan pewaris tunggal Djoyodiningrat mengambil air dengan gayung lalu menuangkan dikepalanya.     

"Ya Tuhan Hendra.. Apa yang kau lakukan??, kau membuat handukmu basah".     

"Kau bilang memberi contoh.. lalu aku sedang praktek sekarang!!".     

"Ampun. Enggak sekarang juga kali.. nunggu aku keluar dulu. Hah' dasar orang aneh".     

Gadis itu berjalan keluar mendorong Hendra sekali lagi. Aruna tak sadar dorongannya kali ini hampir membuat Hendra terjatuh karena lantai kamar mandi licin. Spontan mata biru berpegangan pada lengan Aruna dan persediaan detik wajah pemilik kamar mandi sempit ini sudah berada di hadapan dada bidang CEO DM group.     

"Kau hampir membuatku celaka!!".     

"Jangan sembarangan kamar mandinya licin". Hendra mengomel tak menyadari sebuah tangan kecil mulai bergerak memegangi dirinya.     

Dia membeku seperti patung karena terlalu takjub dengan perasaan yang tiba-tiba dia rasakan di dadanya. Rasa senang yang sontak menjalar ke seluruh tubuhnya. Karena untuk pertama kalinya Aruna berkenan secara sukarela menyentuh dirinya.     

"Kayaknya kau juga pandai bela diri". Mata gadis dihadapannya menatap dada Hendra, di iringi sentuhan tangan mungil, malu-malu.      

"Ya.. aku tahu.. itu sebabnya tubuhmu bagus". Pertanyaan yang dijawab sendiri.      

_Ya aku sangat tahu. Kau bahkan sempat mengalahkan orang-orang kakekmu, walaupun mereka akhirnya melumpuhkan mu karena jumlahnya semakin banyak_     

Pria itu tersenyum memerah dan canggung.      

"Non... Non Aruna...". Suara asisten keluarga memanggil gadisnya.     

_Mbak Linda?!_     

Dalam sekejap Aruna sadar dengan apa yang dia lakukan. Segera menarik tangannya lalu berlari keluar dari kamar mandi.     

"Eh' maaf apa aku mengganggu kalian?!". Mbak Linda merasa canggung karena dia tidak mendapati suami Aruna dan Gadis itu pun juga keluar dari kamar mandi.     

"Tidak Mbak! tidak sama sekali". Wajah Aruna tertangkap merah dia baru menyadari perilaku bodohnya terhadap CEO gila.     

"Ayah bilang Mas Hendra diminta mandi di kamar utama".     

"Kenapa harus di sana?".     

"Takutnya, mas Hendra tidak bisa mandi di kamar nona".     

_Ayah sampai tahu Hendra tak akan bisa melakukan hal-hal bisa. Dia memang terlalu berbeda_     

"Hen, kau tak ingin pindah ke kamar mandi utama?".     

"Tidak aku akan mencoba disini. Aku ingin belajar menggunakan gayung".     

_Hal tidak penting saja perlu belajar ya?!?_ Aruna membatin.     

.     

.      

Lelaki bermata biru terduduk pada kloset. Memegangi dadanya sambil senyum-senyum sendiri, terlalu bahagia.      

_Apa setelah ini aku perlu memakai kaos-kaos tipis?. Ah' sepertinya itu ide yang bagus_     

_Aruna menyukai dadaku hihihi_     

Dia menutupi wajahnya dengan kedua tangan saking malunya. Terlalu happy, mengingat tangan kecil itu menempel dan sepat meraba dadanya.     

_Dia benar-benar suka.. ternyata latihan fisik dari kakek tua itu bermanfaat juga_ lesung pipinya mengembang.      

_Tunggu!! Kloset dan genangan air ini sudah seminggu tidak digunakan pasti.._     

"Argh.. Aruna.. Apa genangan air ini steril??".     

"Sebelum kita datang sudah di bersihkan!? Jangan banyak berpikir. Cepat mandi!".      

Sekali lagi suara gadis itu membuatnya mengingat momen barusan. Dia menyentuh dadanya sendiri, senyuman pewaris tunggal Djoyodiningrat merekah. Dirinya yang dulu begitu dingin kasar dan sulit didekati terlupakan.     

.     

.     

Sedangkan Putri Lesmana, menatap lekat cermin di depannya melihat dirinya sendiri. Terdiam dan kosong. Hanya gadis itu yang tahu apa yang sedang dirasakan. Dia menyentuh wajahnya sendiri pada cermin.      

_Jaga dirimu baik-baik Aruna_ Bicara dengan dirinya sendiri.     

Banyak orang yang lupa bahwa dia sudah jarang tersenyum, apalagi riang seperti dulu.     

.     

.     

"Apa yang sedang kau lakukan??".     

"Aku sedang mengemas barang-barang yang mungkin bisa aku bawa dan menyimpannya sebagian. Aku perlu memastikan benda-benda ini tetap dalam keadaan baik, karena aku akan meninggalkannya cukup lama".     

"Ada yang perlu aku bantu??".      

"Ah' tidak tidak perlu". Aruna menyingkirkan sebuah album foto perlahan supaya gerakannya tak tertangkap Hendra.     

"Lebih baik kau turun ke bawah menemui ayah, dari kita datang kamu belum menyapa Ayah dengan benar. Dia pasti menunggumu untuk bercakap-cakap".      

"Oh iya oleh-olehnya pastikan segera datang".      

"ide mu benar juga, kamu tak masalah mengemas ini sendirian?".      

"Tidak! aku malah akan terganggu jika kau membantu ku. Maksudnya Kau terlalu banyak aturan dan teori jadi biar aku saja yang mengemasnya sesuai keinginan ku". Menyelipkan Album foto kedalam benda lain di balik punggungnya.      

Hendra berdiri dan mulai melangkah menghilang dari pintu kamar Aruna.     

Aruna segera mengemas cepat-cepat benda yang berserakan di sekitarnya.     

Termasuk desain contoh album foto Surat Ajaib yang telah usai diambil pict-nya sebagai konten display produk. Dan akhirnya dia manfaatkan sendiri untuk menyimpan foto-fotonya dengan teman-teman di Surat Ajaib.      

Tadi ketika Hendra mandi dia mulai mengemas barang-barangnya dan menemukan album foto ini. Lama dirinya terpaku menatap satu persatu kenangannya bersama teman-teman.     

Termasuk bersama seseorang yang tertangkap kamera sedang menggendongnya.      

Keduanya cerah, bebas dan lepas sesuatu yang sederhana tapi sangat mahal untuk saat ini. Memegangnya dengan lambat perlahan ingatan gadis itu kembali di titik di mana foto itu tertangkap.      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.