Ciuman Pertama Aruna

Cahaya Kemilauan



Cahaya Kemilauan

0"Kau boleh berkuasa di sana!. Tapi ini adalah wilayahku!, jadi jangan bicara sembarangan atau kau akan menyesal". Gadis ini mengancamnya.     

Dia turun ke bawah mengabaikan suaminya, terpaksa Hendra mengikutinya di belakang seperti anak kecil membuntuti teman mainnya. Terlihat Aliana dan Aditya baru datang, Mereka bagaikan pasangan yang sudah sah. Beriringan elegan dan romatis, santai menyusuri sisi-sisi rumah Ayah Lesmana.     

Hendra membandingkan Aditya dengan dirinya sendiri yang terlihat terlalu kikuk di tempat asing ini. Sedangkan Aruna mengabaikannya pria ini, tidak peka bahwa suaminya canggung karena baru pertama kali berkunjung dirumah mertuanya.     

Hendra hanya membutuhkan kenamana pun anak ini berlarian.     

"Kak aku datang!". Aruna tampak cerah memeluk kakaknya.     

Aditya bahkan ikut-ikutan ingin memeluknya. Hendra segera menghentikan niat lelaki itu, dengan memegang bahu depan Aditya dengan sigap.     

"Wow CEO Hendra sangat protektif dengan istrinya".     

"Hehe.. tenang aku tidak akan mengambilnya dari mu..". Leader salah satu tim marketing DM group berani menertawakannya.     

"Aruna, Apa laki-laki itu baik padamu?".     

"Bisakah Anda bertanya pada istriku dengan cara lebih baik?!". Hendra protes dengan cara Aliana bertanya, seenaknya memanggil dirinya 'laki-laki itu'.     

"Ya begitulah dia... Terlalu banyak aturan". Keluh Aruna.     

"Sepertinya kalian baik-baik saja, aku jadi lega". Aliana merasa lebih tenang, pernikahan yang digantikan adiknya tidak tampak mengerikan seperti banyangannya.     

"Anda selalu berpikir aku orang yang buruk ya?!". Hendra sekali lagi terlihat keberatan     

Aruna hanya tersenyum dia tidak ingin kakak dan suaminya bertengkar. Menarik tubuh Hendra menjauh.     

"Baiklah Kak, Aku main dulu di teras. Lama tidak menikmati suasana rumah ini. Selamat bersenang-senang". Aruna tahu Aditya dan Aliana juga butuh privasi.     

Dua pasangan elegan membenamkan diri mereka di ruang tengah dengan TV menyala dan terlihat seperti sepasang kekasih yang begitu sempurna.     

Sedangkan dirinya dan Hendra hanya duduk-duduk terdiam di teras rumah Ayah Lesmana. Melepas alas kakinya dan mulai menenggelamkan kaki mungil itu di kolam renang tepat di depan teras. Hendra mengikutinya. Laki-laki ini masih seperti anak kecil yang mengikuti apapun yang dilakukan teman bermainnya.     

"Apa kita tidak bisa seperti Aditya dan Aliana". Tiba-tiba pria itu berkata demikian.     

"Memang kenapa harus sama?!". Aruna tidak mengerti.     

"Coba lihat!". Hendra menengok ke belakang. Teras dan ruang tengah hanya terbatasi oleh dinding dan pintu yang didominasi kaca. Dua pasangan dewasa itu sedang berciuman mesra di ruang tengah yang terlihat sepi. Masih didominasi suaran televisi menyala. Mereka tidak tahu Aruna dan Hendra bisa menangkap adegan mereka. Yang berciuman begitu saling menikmati.     

"Mereka bahkan belum menikah tapi bisa se-intens itu". Hendra iri banget.     

"Bisakah kau memberiku hal yang sama seperti yang dilakukan kakakmu pada Aditya". #iribanget2     

Aruna hanya melirik lelaki disampingnya, malas.     

"Apa kau lupa kita bukan pasangan kekasih. Bahkan pernikahan kita hanya sebuah kesepakatan. Jadi secara emosional kita dan mereka berbeda". Ucapan Aruna datar, tidak melihat suaminya.     

"Mereka saling mencintai bahkan hubungan mereka sudah terjalin sejak SMA".     

Deg'     

_Jadi hanya aku yang menyukaimu_ Hendra memainkan air didepannya. Ada rasa nyeri yang kini dia tahu apa maknanya.     

.     

.     

"Kalau kau tidak bisa memberiku ciuman, bisakah kau mendekat supaya kita terlihat mesra". Pernyataan Hendra terkesan mengada-ngada. Aruna hanya mengerutkan keningnya.     

"Tidak mau!".     

"Ayah mu memperhatikan kita".     

"Tidak! aku tak percaya. Kau berbohong". Lihat sudut pukul 2 di belakang mu dia menatap kita dari balik jendela.     

"Benarkah Hendra?!. kau tak berbohong?". Dengan arahan Hendra. Gadis ini mengendap-ngendap mencoba melirik sesuatu yang diungkapkan Hendra, siluet laki-laki berdiri di balik jendela sedikit tertangkap".     

"Aruna segera memeluk tubuh suaminya". Dan Hendra pun tersenyum senang.     

_Kau boleh belum jatuh cinta pada ku, tapi aku masih punya cukup kesempatan_ Pria ini meneguhkan hatinya. Dia tahu perasaannya kini disebut jatuh cinta.     

"Kau ingin kita terlihat mesra di depan ayahmu". Ungkapan Hendra berbuah anggukan.     

"Bagaimana lagi, Aku tak ingin ayahku khawatir".     

_Anak ini sungguh mencintai keluarganya_ Dia masih baik, walau sikapnya semakin kasar.     

Hendra merapatkan pelukan Aruna, mengelus rambut gadis disampingnya. Semacam mendapatkan bonus, pria itu beberapa kali mengecup ringan bibir Aruna. Gadis ini pasrah tak berdaya, dia lelah dengan rasa muak dihatinya.     

Mereka terlihat mesra dari belakang itulah yang ditangkap Ayah Lesmana. Pelukan Aruna dari arah samping dan menyender di bahu Hendra. Tampak seperti seorang perempuan yang begitu mencintai laki-laki di sampingnya. Hendra bahkan sudah turun dari tempat duduknya, dia kini basah menenggelamkan sebagian tubuhnya di kolam renang dan berdiri di depan Aruna.     

"Kau tahu Ayah masih mengintip kita, kita harus lebih mesra". Dia mulai mengaktifkan insting kejahilannya.     

"Benarkah??". Aruna ingin mengintip ayahnya sekali lagi.     

"Jangan menoleh nanti ketahuan. Ayah mu memperhatikan kita dengan awas". Ungkapanya datar menyakinkan.     

"Jadi bagaimana kalau aku mendapatkan pelukan?! Kau butuh itu, supaya ayah mu makin yakin bahwa kita pasangan yang sempurna". Dia membuat trik termahirnya, ucapan membawa umpan.     

"Apes.. apes..". Arena sempat mengeluh.     

Hendra memang menenggelamkan tubuhnya namun hanya sebagian yang tertimpa basah. Sebab dia cukup tinggi, tetap saja wajahnya dan wajah Aruna sejajar.     

laki-laki itu meletakkan kedua tangannya di sisi kanan dan kiri tempat Aruna duduk. Mulai menatap gadis di depannya dengan lekat. Mata biru yang tertangkap sebagai ancaman dimata Aruna, mulai mendekat.     

Tangan itu menyusuri rambut melepas, kuncir kuda Aruna.     

"Hendra! Aku tidak suka caramu melihat ku, kau mulai menakutkan?!". Berniat ingin pergi.     

"Tidak akan terjadi apa-apa, karena ini di tempat terbuka. Bukankah aku sudah berjanji tidak akan mengulangi kejadian malam itu. Kau bisa pegang janjiku".     

"Apa ayah ku masih ada di belakang?".     

"Ya tentu saja".     

_Dia menghilang barusan_     

"Aku hanya memberikan pelukan. Tak mau berciuman denganmu!".     

_Apalah itu yang penting aku mendapatkan sesuatu_     

_Karena kau benar-benar cantik sekarang_     

Terpaan sinar matahari pagi menembus air dan terpantulkan sempurna memancarkan cahaya kemilauan. Cahaya itu juga menerpa wajah gadis di depannya, Aruna terlihat demikian bersinar. Dan perlahan gadis itu membenamkan tubuh suaminya ke dalam pelukannya. Hendra turut memeluknya.     

Pria jahil ini mulai merengkuh Aruna, menggendongnya .     

"Hendra?! Apa yang kau lakukan?? Aku nggak ingin basah!". Memukul kasar pundak Hendra.     

Hendra mengabadikannya, tersenyum jahil membawa tubuh mungil itu menjauh dari tepian kolam renang.     

Aruna merapatkan dirinya supaya tidak ikut basah. Air kolam renang pada sisi mereka berdiri hanya sepinggang dan semakin menjauh akan semakin dalam sengaja di desain seperti demikian supaya semua usia bisa memanfaatkannya.     

"Beri aku ciuman, akan ku kembalikan kau ke tepi tanpa perlu basah-basahan". Dia merayu istrinya, kemampuannya perlahan berimbang dengan kemauannya.     

"Sial..! kau sengaja menjebak ku".     

"Sungguh! Ayah masih di belakang".     

"Kau berbohong!, Aku tahu kau pandai berbohong". Hehe Hendra tertawa bahagia mengakuinya.     

_dia memang pembohong yang ulung_ Aruna merasa dipermainkan.     

"Nggak! Nggak ada apa pun untuk mu! kembalikan aku".     

"Ayolah..". Dia memegang erat tubuh mungil yang masih bertumpu padanya.     

"Hendra, Kau benar-benar menyebalkan!".     

"Hahaha.. Maaf..". Tawa terkekeh itu terpantul air dan menyebar ke udara. Mereka benar-benar tertangkap mesra boleh Ayah dan seisi rumah.     

Di kolam keluarga yang letaknya di luar rumah, kejadian sesungguhnya adalah perdebatan. Tapi orang yang melihat dari kejauhan tanpa benar-benar bisa mendengar percakapan suami istri unik ini akan menduga keduanya seolah pengantin baru yang sedang bermesraan. Menggoda satu sama lain.     

Aruna tidak berkenan memberikan sesuatu yang diinginkan Hendra. Dia memilih untuk turun dari gendongan suaminya.     

Wajahnya tertekuk marah, sempat mendorong tubuh Hendra. Tapi dia lupa Hendra terlalu kokoh untuknya, sang istri tersungkur masuk kedalam air dan basah semua sampai rambut-rambutnya.     

Hendra tidak bisa menahan dirinya, cucu Wiryo tertawa terbahak-bahak melihat Aruna yang terjatuh sendiri dengan konyol.     

Baju putih itu kembali menyajikan sesuatu yang menarik. Sekali lagi membuat wajah Hendra memerah sampai telinga.     

Tangan mungil itu hampir meraih tepian kolam, setelah berjalan lambat membelah air. Entah apa yang terjadi. Hendra tak ingin melewatkan momen ini, berjalan bergegas meraih kembali punggung Aruna memeluknya dengan kuat dari belakang : "Aku mencintai mu sangat mencintai mu beri aku kesempatan, ku mohon".     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.